Salin Artikel

Mengenang Suki, Pengidap Epilepsi asal Kediri, Air Mata Delyma Tak Tertahan

Perempuan 54 tahun itu tak kuasa menahan haru saat ditanya tentang siapa sosok pengidap epilepsi yang paling dia ingat.

Keresahan mendorong Delyma Asyndar yang adalah  orang dengan epilepsi (ODE) untuk bergabung dengan salah satu komunitas epilepsi di Surabaya, LABSIA.

Pada tahun 2014 dia bersama kelima temannya mendirikan komunitas epilepsi sendiri bernama ODE Jatim yang awalnya digagas BlackBerry Messenger (BBM).

Mulanya, kegiatan yang dilakukan ODE Jatim berupa sosialisasi tentang apa itu epilepsi, epilepsi bukan penyakit menular, penyintas epilepsi juga bisa berkarya dan berharga.

Saat bercerita tentang perjalanannya bersama ODE Jatim inilah, Delyma teringat dengan seorang ODE asal Kediri bernama Suki. 

Sambil mengusap air matanya, Delyma menyebut, perkenalannya dengan Suki terjadi di tahun 2018.

Kala itu, Suki yang masih sangat muda, baru berumur 22 tahun bergabung dengan ODE Jatim atas rekomendasi dokter Wardah Rahmatul Islamiyah, Sp.S.

Saat itu, sudah hampir 15 tahun Suki menderita epilepsi, tapi tidak pernah mendapatkan perawatan yang layak.

Di saat bertemu Delyma, dia dibantu untuk menjalani pengecekan EEG dan MRI di Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya.

Saat itulah diketahui, epilepsi yang diderita Suki disebabkan adanya tumor otak. Suki pun membutuhkan operasi bedah epilepsi.

“Tapi saya tahu kalau dia (Suki) ini dari keluarga miskin, dia ke Surabaya aja sangat susah payah."

"Sedangkan biaya operasi sangat besar, kalau mengandalkan uang kas ODE Jatim juga tidak cukup."

"Akhirnya saya coba carikan donasi dari para dokter dan kawan penyintas lain yang punya rezeki lebih,” ujar Delyma.

Setelah uang terkumpul, Suki pun bisa melakukan penjadwalan operasi di RSUD dr. Soetomo Surabaya.

“Tahu lah ya kalau penjadwalan operasi di RSUD dr. Soetomo itu selalu lama, jadi Suki dapat urutan setelah enam bulan."

"Tapi, hampir satu tahun enggak ada panggilan sama sekali, akhirnya saya coba temui lagi dokter sarafnya,” ucap Delyma.

Seperti peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga, kemalangan nasib Suki tidak berhenti sampai di situ.

Kanker lipoma

Selama masa tunggu tersebut, ia mengungkapkan bahwa Suki juga sering mengeluh sakit pada bagian perut. Awalnya tidak ada kecurigaan apapun dan hanya dikira sakit asam lambung.

Ketika sakitnya semakin parah, Delyma mengantarkan Suki untuk melakukan pemeriksaan, dan di sana diketahui Suki mengidap kanker lipoma stadium III.

Meski begitu, Suki tak patah semangat untuk sembuh. Suki setuju untuk menjalankan segala pengobatan yang diperlukan.

“Tapi belum sempat pengobatan berjalan, tiba-tiba masuk pandemi Covid-19 ke Indonesia sehingga membuat semua pengobatan itu harus berhenti."

Ya, akhirnya dia terpaksa balik ke Kediri untuk pengobatan mandiri,” tutur Delyma dengan mata berkaca-kaca.

Tidak lama setelah itu, Suki mendapatkan panggilan untuk bedah epilepsi, namun dari pihak keluarganya menolak karena melihat situasi Covid-19 Surabaya yang kala itu masih sangat tinggi.

“Saya coba bujuk, saya beri pengertian. Setelah beberapa bulan, akhirnya disetujui dari pihak keluarganya."

"Tapi saat saya coba pengajuan ulang justru ditolak dari rumah sakit karena kankernya sudah semakin parah,” ucap Delyma lirih.

Lalu, Suki menjalani kemoterapi demi menyembuhkan kankernya terlebih dahulu. Namun,  setelah empat kali melakukan kemoterapi, kondisi fisik Suki semakin memprihatinkan.

Badannya kurus kering, seluruh rambutnya rontok, bibirnya pucat pasi. Namun, senyum sumigrah dan semangatnya untuk sembuh tak pernah luntur dari wajahnya, kata Delyma.

“Suki itu anaknya ngalem banget, sudah menganggap saya seperti ibunya sendiri. Apa pun kondisinya, biaya pengobatan, apa yang dia rasakan selalu cerita sama saya,” kenang Delyma.

Namun Suki harus mengakhiri perjuangangannya, dan wafat di usia 27 tahun pada tahun 2023.

Selama kurang lebih lima tahun dia berjuang seorang diri tanpa pernah didampingi keluarganya untuk melakukan pengobatan demi kesembuhannya.

Kini, kata Delyma, kisah perjuangan Suki kerap dijadikannya sebagai contoh bagi para ODE lainnya di ODE Jatim. Dia ingin menegaskan, epilepsi bukanlah akhir dari segalanya.

Wanita yang berprofesi sebagai guru privat itu berpesan bahwa mencoba berdamai dengan epilepsi menjadi jalan terbaik untuk mencapai kesembuhan bagi diri sendiri.

Hal itu pula yang dijalaninya sejak awal dinyatakan mengidap epilepsi, kala masih duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar.

“Dan untuk para orangtua yang memiliki anak epilepsi cobalah untuk lebih membuka diri, jujur, dan tidak perlu malu karena Anda merupakan ‘orang pilihan Tuhan’,” tutup Delyma.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/03/19/090610878/mengenang-suki-pengidap-epilepsi-asal-kediri-air-mata-delyma-tak-tertahan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com