SURABAYA, KOMPAS.com - Memasuki bulan Ramadhan, tradisi penukaran uang baru untuk tunjangan hari raya (THR) Lebaran kembali meningkat.
Sejumlah publikasi mengenai tata cara penukaran uang secara resmi telah disampaikan dan di berbagai sudut kota, antrian mobil untuk penukaran uang di bank mulai terlihat.
Masyarakat juga sering menukarkan uang baru melalui kenalan atau pedagang di pinggir jalan.
Meski praktik penukaran uang ini tidak resmi, tingginya permintaan terhadap uang pecahan baru membuatnya tetap berlangsung dari tahun ke tahun.
Tradisi ini telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam dan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari momen berbagi pada hari yang fitri.
Dulu, keluarga bangsawan membagikan uang baru sebagai bentuk kasih sayang, dan hingga kini, masyarakat tetap mempertahankan kebiasaan tersebut demi menyenangkan hati orang-orang terdekat, terutama anak-anak.
Nirma Arumningtias, seorang warga, mengungkapkan bahwa tukar uang baru sudah menjadi agenda tahunan yang tidak boleh dilewatkan.
"Selalu, itu sudah kaya jadi tradisi di keluargaku. Kami tukar pecahan semuanya mulai dari Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, dan Rp 50.000."
"Selain untuk berbagi ke saudara-saudara, juga buat bocil-bocil pas hari H saat kita unjung-unjung," ujarnya kepada Kompas.com.
Dalam urusan penukaran uang, Nirma lebih memilih menukarnya melalui orang-orang terdekat, seperti tetangga yang bekerja di bank atau teman yang memiliki jatah dari kantornya.
"Biasanya H-2 minggu, tapi ini sudah dapat dari awal bulan, tapi baru pecahan Rp 50.000, yang lain belum. Tapi kalau nawarin saudara untuk tukar bareng, enggak, karena mereka juga sudah punya channel sendiri-sendiri," tuturnya.
Bagi banyak orang, uang baru tidak hanya sekadar nominalnya, tetapi juga pengalaman memberi yang lebih berkesan.
Nirma juga selalu menyediakan amplop khusus untuk uang yang diberikan.
"Kalau buat bocil-bocil, pakai amplop lucu-lucu, biasanya pesan yang ada foto anak-anak, gemes gitu kan. Kalau buat remaja, langsung dikasihin aja uangnya," katanya.
Meskipun di era digital banyak metode pembayaran non-tunai seperti QRIS, ia masih lebih memilih uang tunai untuk Lebaran.
"Kalau pakai QRIS, kayaknya malah menghilangkan tradisi karena Lebaran itu identik dengan uang baru. Kalau pakai QRIS, mungkin buat yang besar-besar ya, tapi kalau bocil-bocil enggak deh," imbuhnya.
Ayu Damayanti, seorang pegawai swasta, juga tidak pernah melewatkan tradisi tukar uang baru setiap tahunnya.
"Kenapa harus uang baru? Karena ini mengingatkan aku ke masa kecil. Dulu paling senang kalau dapat uang baru. Disimpan rapi, ada kepuasan sendiri."
"Jadi aku pengen bikin Lebaran menyenangkan untuk anak-anak. Momen yang mereka tunggu-tunggu," kata perempuan yang biasa disapa Yeu ini.
Ayu menukarkan uangnya dalam pecahan Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 20.000, dan kadang patungan Rp 50.000 dengan teman-temannya.
"Patungan ini dalam satu bendel enggak ditukar semua, jadi kita bagi-bagi dengan teman lain. Karena pasti banyak peminatnya kalau uang baru. Apalagi kalau tukarnya satu bendel, kan berasa nominal duitnya," ujarnya.
Tradisi tukar uang baru memang selalu menjadi momen yang dinanti setiap Ramadhan, memberikan kebahagiaan bagi anak-anak dan tantangan tersendiri bagi orang dewasa.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/03/10/201625778/tradisi-tukar-uang-baru-saat-ramadhan-antara-kebahagiaan-dan-kenangan