Salin Artikel

Seni Tato, Dulu Dianggap Tabu Sekarang Jadi Trendsetter

Sempat dianggap tabu, kini tato telah bertransformasi menjadi tren yang diminati oleh kalangan muda hingga dewasa.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah studio tato di Surabaya mulai bermunculan, menemukan segmen pasar yang berkembang.

Salah satunya adalah Eldiablo Skin Art Studio yang dimiliki oleh Anggara Yuniarto.

Setiap bulan, Angga melayani belasan pelanggan yang ingin menghias tubuh mereka dengan tato.

Berkecimpung di industri tato selama lebih dari sepuluh tahun, Angga menyaksikan perubahan signifikan dalam pandangan masyarakat terhadap seni tato.

“Kalau dulu tato itu minoritas banget, stigmanya masih jelek. Sekarang masih ada sih beberapa yang menganggap gitu, tapi segelintir old school saja. Sekarang pandangannya lebih modern,” ungkap Angga kepada Kompas.com.

Pada era 90-an, tato di Indonesia sering kali diasosiasikan dengan identitas kriminal, napi, dan premanisme.

“Sekarang mentalnya sudah beda,” imbuhnya.

Menurut Angga, nenek moyang di Indonesia telah mengenal tato jauh sebelum ini, menjadikannya bagian dari warisan budaya.

Suku Dayak dan Suku Mentawai, misalnya, memiliki pola dan teknik khusus dalam seni rajah yang mencerminkan identitas mereka.

“Jadi otomatis ada sinergi dengan budaya. Tinggal tergantung, seperti apa yang bisa diwariskan entah model batiknya atau seperti apa,” ujarnya.

Seiring perkembangan zaman, terutama pascapandemi Covid-19, industri tato semakin meluas.

Desain yang ditawarkan bervariasi, mulai dari realis hingga oriental, dan semakin menarik perhatian masyarakat.

“Tapi sekarang banyak yang tato ukuran kecil. Cuma, banyak yang menyesal juga, karena ukuran kecil seringnya nanti ditimpa lagi dengan desain yang lebih besar. Nggak dipikirkan dulu konsepnya,” tuturnya.

Meskipun industri tato semakin berkembang dengan dukungan alat-alat modern, Angga mengungkapkan tantangan tersendiri bagi para tattoo artist.

“Makin ngaco, orang gampang banget main comot-comot (mencuri) gambar dengan gampang karena makin pinter dan modern,” ujar pria lulusan Seni Murni ITB ini.

Bagi Angga, konsistensi merupakan kunci untuk menjadi seorang tattoo artist yang sukses.

Ia mengenal dunia tato sejak menempuh pendidikan di bangku perkuliahan pada tahun 2001, dan menyadari bahwa proses untuk menjadi seorang profesional memerlukan waktu dan dedikasi yang tinggi.

“Sekarang edukasinya makin kurang, penginnya instan, sedangkan untuk jadi tattoo artist tuh dedikasinya tinggi dan prosesnya panjang,” bebernya.

Pria berusia 42 tahun ini menekankan pentingnya menjadikan seni tato sebagai pekerjaan utama.

“Tidak bisa pagi kerja B, sorenya C, harus full time 100 persen. Dedikasinya harus tau arahnya kemana dan terus belajar lagi,” pungkas Angga.

Dengan semakin terbukanya pandangan masyarakat terhadap seni tato, tampaknya industri ini akan terus berkembang dan menjadi bagian dari gaya hidup modern di Indonesia.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/25/164540578/seni-tato-dulu-dianggap-tabu-sekarang-jadi-trendsetter

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com