Salin Artikel

Anggara Yuniarto, Seniman Tato Realis Surabaya yang Tak Punya Tato di Tubuhnya

Pelan-pelan, rotary tattoo yang sudah dicelupkan tinta digerakkan mengikuti setiap pola pada gambar. Jarum halus pada mesin itu lalu menembus permukaan kulit, dan mulai menunjukkan desainnya.

Sesekali, desain pada kulit itu dioles menggunakan butter tattoo untuk menjaga kulit dan memperhalus goresan sehingga warna lebih cerah dan tahan lebih lama.

Setidaknya, butuh waktu satu jam untuk menghasilkan gambaran tato berukuran kecil dengan goresan yang sempurna.

Di Eldiablo Skin Art Studio, Surabaya inilah hari-hari Anggara Yuniarto disibukkan dengan kegiatan melukis di atas permukaan kulit.

Ya, pria yang akrab disapa Angga ini adalah seorang tattoo artist.

Uniknya, jika mayoritas orang yang berprofesi sebagai tattoo artist tak luput menjadikan tubuhnya sebagai media lukis, tidak demikian dengan Angga. 

Sudah belasan tahun, Angga menggeluti dunia tattoo yang kini menjadi mata pencarian utamanya. Namun tak ada satupun tato di badannya.

Berbekal bakat yang jago menggambar dan melukis sejak kecil, dia berani dan percaya diri menjadikan talenta-nya itu sebagai ladang usaha.

“Mulai fokus jadi tattoo artist tahun 2008. Tapi suka kenal dunia tato itu dari kuliah, tahun 2000 awal dan mulai belajar serius tahun 2005,” kata Angga saat ditemui Kompas.com.

Meski belum mahir dan menghadapi kendala keterbatasan alat, Angga berani membuka jasa pembuatan tato pada tahun 2001 dengan bayaran pertama Rp 100 ribu.

Bagi dia, nominal tersebut cukup tinggi dan mampu membantu menutupi biaya kuliahnya di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Seni Murni.

“Saya belajar tato dulu karena untuk membiayai kuliah sendiri, sebatas itu aja. Karena saya butuh uang waktu itu,” ucap pria yang berusia 42 tahun itu.

Kemahirannya dalam menggoreskan tinta didapat dari orangtuanya yang juga jago melukis.

Mulanya, untuk memahami teknik membuat tato, dia mempelajarinya secara otodidak.

“Ability dan agility-nya kurang. Saya harus belajar terus mengasah bakat untuk terus improvisasi,” cetus Angga.

Beruntung, dia memiliki kakak sepupu yang menggeluti industri tato lebih dulu.

Selepas kuliah, Angga mengikuti sepupunya ke Surabaya untuk menggelar pameran tato di Tunjungan Mall Plaza.

Dari situlah, Angga mulai jeli memahami tato -bukan hanya sekadar goresan tinta di kulit, tetapi menjadi bagian dari kesenian dan budaya, serta tren gaya hidup yang bisa berkembang menjadi usaha.

Setelah pameran yang digelar kakaknya meledak di kalangan pecinta seni, ketertarikan Angga untuk belajar tato, bekerja, dan memulai usaha di Surabaya mulai tinggi.

Pada awalnya, ia mengira kedua orangtuanya akan melarangnya untuk fokus karier sebagai tattoo artist.

Terlebih, pada tahun 2000-an awal, stigma tato sebagai hal tabu sangat kuat mengakar di kalangan masyarakat.

“Tahun segitu tato masih dianggap tabu dan bapak orangnya mandiri, pendiam, jadi mau melarang anaknya tidak berani karena mungkin beliau melihat saya menghasilkan dan tidak aneh-aneh,” ujar dia.

Angga pun mulai fokus. Beberapa negara dia jajaki untuk belajar industri tato.

Seiring berjalannya waktu, untuk mempertajam tekniknya, dia juga aktif mengikuti e-method dan e-course.

“Akhirnya tahun 2008 saya mulai pindah ke Surabaya dan waktunya bekerja di sini,” tutur pria asal Bandung tersebut.

Nah, meski sudah belasan tahun bekerja sebagai tattoo artist, dia tetap tak tertarik untuk merajah tubuhnya.  

Pasalnya, Angga berjanji kepada kedua orangtuanya yang telah mengizinkan dia berkarir sebagai tattoo artist.

“Ayah sama ibu melarang secara halus, pokoknya jangan ditato lah karena dulu masih tabu. Bapak tidak melarang untuk jadi tattoo artist, mungkin itu yang membuat saya respect ke mereka,” ungkap dia.

Namun, Angga juga punya alasan pribadi mengapa dirinya tak ingin ditato oleh orang lain.

“Di sisi lain, takut jelek. Kalau tato kan permanen, tidak bisa hilang seumur hidup,” sebut dia.

Menjalani profesi sebagai tattoo artist dan berjejaring dengan berbagai kalangan, membuat Angga mengenal banyak karakter seseorang. “Manusia itu perfeksionis,” kata dia.

Goresan yang dibuat Angga berfokus pada gaya realis. Tidak jarang konsumennya meminta agar foto orang-orang yang berjasa dalam hidup mereka dibuat sebagai gambar tato.

“Makanya aku senang realis. Seperti punya maknanya masing-masing; foto orangtua, nenek, kakek, atau anaknya yang mereka punya hubungan darah,” ucap dia.

Angga juga mengaku pernah membuat tato untuk satu keluarga; ayah, ibu, dan anak. Pengalaman ini menurutnya paling memorable.

Pria kelahiran 1983 ini mengaku mengidolakan Paul Booth, seorang seniman tato, pematung, pelukis, pembuat film, dan musisi yang tinggal di New York City.

Booth dikenal sebagai seniman yang identik dengan karya tato monokrom bergaya realis.

“Salah satu alasan kenapa aku pengin bisa tato adalah dia. Penuh idealis baik orangnya maupun seninya, saya pengin seperti itu,” tegas Angga.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/19/060000278/anggara-yuniarto-seniman-tato-realis-surabaya-yang-tak-punya-tato-di

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com