Di rumah bernuansa biru langit itu, pasangan yang sama-sama lahir pada 1965 tersebut menceritakan kisah mereka di masa muda, yang sesekali menimbulkan gelak tawa.
“Kenalnya saat ada konser Rhoma Irama di Banyuwangi, tahun 1989 di lapangan terbuka Taman Blambangan,” kata sang istri, Suwanah mengawali cerita.
Masa itu, raja dangdut tengah berada pada masa kejayaannya, dengan lagu hits Begadang dan Berkelana yang juga menjadi favorit kakek dan nenek dari empat cucu tersebut.
Dari sekian banyak perempuan yang hadir menonton, Suwanah adalah satu-satunya perempuan yang diajak berkenalan oleh Slamet.
Namun upaya Slamet untuk mengenal Suwanah tak semudah membalikkan telapak tangan.
Suwanah enggan menyebutkan nama asli dan dari mana dia berasal, sebab dia tidak yakin dengan laki-laki yang mengajaknya berkenalan itu.
“Ibu ngaku orang Rogojampi, jual kangkung,” ujar wanita yang akrab disapa Ana tersebut.
Tak pendek akal, Slamet tetap mencari tahu siapa perempuan yang ditemuinya itu, hingga akhirnya di sebuah penampilan kesenian kuntulan khas Banyuwangi, dia mendapatkan jawaban terkait siapa perempuan yang mencuri perhatiannya itu.
Suwanah adalah adik dari rekan kerjanya sendiri. Slamet pun bergerak cepat dengan mendatangi rumah Suwanah, meski saat itu belum tahu nama asli si perempuan. Dia nekat ingin berkenalan.
“Bapake akhirnya tahu nama ibu, tapi setelah itu tidak komunikasi lagi, tidak pernah ketemu,” ujar Slamet.
Karena sibuk banting tulang dan tak ada handphone di zaman itu, komunikasi keduanya benar-benar terputus dan tak pernah bertemu.
Namun tidak ada yang tahu jalan bagaimana jodoh dipertemukan. Slamet yang sempat berusaha melupakan Ana, justru dipertemukan kembali di sebuah kedai bakso.
“Gara-gara ketemu beli bakso, tukang baksonya namanya Pak Abas. Ibu titip salam ke Pak Abas, bapak dipanggil dan diberitahu kalau dapat salam. Bapak tidak lupa, bapak ingat betul itu,” tutur dia.
Rupanya Ana juga tak ingin melewatkan kesempatan ketika bertemu kembali dengan Slamet. Dia pun menitipkan salam tersebut kepada pedagang bakso di kedai langganannya itu.
Melihat gayung akhirnya bersambut, Slamet tak melewatkannya, dia kemudian memanfaatkan kesempatan tersebut untuk kembali mengenal Ana.
Dibantu kerabat, Ana sering mengirim surat kepada Slamet, sementara Slamet jarang membalas surat tersebut, namun lebih memilih untuk langsung menemui sang pujaan hati di rumahnya.
“Bapak tidak bisa nulis-nulis surat, langsung apel,” ujar Slamet blak-blakan yang menciptakan senyum di sudut bibir Ana.
Pernikahan giok
Yang menarik dari pasangan ini, di pernikahan mereka yang menginjak usia 35 tahun -atau yang juga disebut pernikahan giok, keduanya tetap memiliki prinsip yang sama, yaitu saling memahami.
Slamet juga memuji sikap istrinya tersebut. Karena dulu saat muda, meski berkecukupan, Ana tak pilih-pilih latar belakang ekonomi dalam berteman.
“Ketika sudah berumahtangga, jika ada masalah cekcok selesai ya selesai,” ucap Slamet.
Dia berpesan kepada pasangan yang menjalani pernikahan untuk menyelesaikan permasalahan berdua dan tak adu keras kepala.
Slamet tak memungkiri,setiap rumah tangga ada suka duka, namun demikian dibutuhkan upaya saling pengertian antara kedua belah pihak agar dapat terus menjalani pernikahan.
“Keduanya juga harus menjalani pernikahan dengan penuh tanggungjawab,” kata dia.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/14/070000478/salam-di-kedai-bakso-awal-kisah-pernikahan-giok-suwanah-dan-slamet