Salin Artikel

Polemik SHM di Atas Laut Sumenep, Tidak Pernah Jadi Lahan Pertanian atau Tambak Garam

Penelusuran Kompas.com mengungkapkan bahwa dalam surat ukur yang terlampir pada SHM, area tersebut tercatat sebagai lahan pertanian.

Surat ukur dengan nomor 295/Gersik Putih/2009 menyebutkan bahwa tanah yang diterbitkan sertifikatnya adalah "Sebidang Tanah untuk Pertanian."

Namun, Kepala Kanwil BPN Kabupaten Sumenep, Mateus Joko Slamito, berargumen bahwa lahan pertanian yang dimaksud adalah lahan untuk tambak garam.

"Tidak harus sawah, atau tegalan. Petani tambak garam juga masuk (pertanian) gitu," ujar Mateus kepada Kompas.com, Selasa (11/2/2025).

Ia menambahkan bahwa penerbitan SHM di wilayah pesisir dan laut tersebut sudah sesuai dengan peta tata ruang Pemkab yang ada sejak tahun 2009, yang mengeklaim bahwa area itu ditujukan untuk pegaraman.

"Di situ memang, mungkin waktu pengukuran, ada daratan, dialokasikan untuk petani tambak (garam)," tambah Mateus.

Namun, pernyataan tersebut dibantah Marlaf Sucipto, kuasa hukum warga Dusun Tapakerbau yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi).

Menurut Marlaf, pada tahun 2009, area pesisir pantai dan laut di Dusun Tapakerbau yang telah diterbitkan SHM tidak pernah menjadi lahan dan tidak pernah digunakan untuk pertambakan garam.

Data tersebut diperkuat dengan citra satelit melalui Google Earth dan arsip foto tahun 1947 dari Universitas Leiden Belanda yang menunjukkan bahwa area itu adalah murni pantai dan laut.

Pernyataan dari para sesepuh di Dusun Tapakerbau juga menegaskan bahwa area tersebut tidak pernah berfungsi sebagai lahan atau pertambakan garam.

Marlaf menduga bahwa penjelasan BPN Sumenep mengenai lahan pegaraman mungkin saja diukur saat air laut sedang surut.

Ia juga menegaskan bahwa klaim BPN Sumenep tentang terjadinya abrasi di area pesisir dan laut tersebut tidak benar.

"Abrasi tidak pernah terjadi di situ," tegas Marlaf.

Kuat dugaan bahwa penjelasan BPN Sumenep terkait lahan pegaraman dan abrasi hanya untuk melindungi pihak-pihak tertentu yang diduga tidak akurat dalam melakukan pengukuran.

Menurut Marlaf, tindakan tersebut bertentangan dengan hukum. "Menurut saya, itu salah menurut hukum," ungkapnya.

Kasus ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, area pesisir pantai dan laut dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) juga ditemukan di Dusun Tapakerbau.

Penelusuran Kompas.com menunjukkan bahwa kasus ini sudah terjadi jauh sebelum munculnya temuan SHM Pagar Laut di Tangerang, Banten, dan Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Surabaya.

SHM di wilayah pesisir pantai dan laut tersebut telah diterbitkan sejak tahun 2009, atau sekitar 16 tahun yang lalu.

Konflik antara warga dan pemilik SHM telah terjadi berkali-kali.

Pada tahun 2023, warga bahkan sempat mengusir ekskavator yang berencana memasang pancang bambu dan menimbun area pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau agar tampak seperti lahan yang telah mengalami abrasi.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/11/083552078/polemik-shm-di-atas-laut-sumenep-tidak-pernah-jadi-lahan-pertanian-atau

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com