Sebelumnya, situs peninggalan era Kerajaan Kediri di sekitar abad ke-11 Masehi dan berfungsi sebagai tempat pertapaan Dewi Kilisuci, putri mahkota Raja Airlangga, itu dirusak orang tak dikenal.
Vandalisme itu di antaranya berupa coretan yang terbuat dari cat warna putih di sejumlah titik.
Kepala Disbudpar Kota Kediri Zachrie Ahmad mengatakan, pihaknya segera mengerahkan stafnya untuk melakukan pengecekan lokasi maupun penindakannya.
“Ini saya tugaskan staf untuk cek ke lokasi dan upaya membenahinya,” ujar Zachrie Ahmad dalam pesan singkatnya, Kamis (6/2/2025).
Dari pengecekan itu diketahui bahwa vandalisme di sejumlah titik terdiri dari beberapa jenis bahan, mulai dari coretan cat hingga penggunaan semen yang menutup sejengkal dinding batu.
“Tadi juga ditemukan ada yang pakai semen. Dipakai tutup batu begitu,” kata Zachrie.
Kini, petugas Disbudpar melakukan pembersihan titik-titik vandalisme di kawasan situs yang juga merupakan destinasi wisata utama di Kota Kediri itu.
Zachrie memastikan, para petugas dan juru pelihara yang tengah membersihkan cagar budaya tersebut merupakan personel yang mendapatkan pelatihan perawatan benda purbakala.
Adapun perihal harapan para pegiat sejarah yang meminta adanya petugas pengawas maupun papan imbauan larangan perusakan, kata dia, pihaknya sudah memfasilitasi juru pelihara.
“Di sana sudah ada juru pelihara,” kata pejabat dengan sapaan akrab Ayik ini.
Aksi yang tidak terpuji tersebut sebelumnya mendapat respons dari sejumlah pegiat sejarah dan kebudayaan.
Ketua Pelestari Sejarah Budaya Khadiri (PASAK), Didin Saputro mengatakan, pihaknya merasa sangat prihatin dengan vandalisme tersebut.
Sebab, vandalisme merupakan perbuatan terlarang yang bisa merusak warisan cagar budaya.
“Kami sangat prihatin. Itu menyalahi aturan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” ujar Didin Saputro, Kamis (6/2/2025).
Sebagai komunitas yang berkecimpung di bidang pelestarian sejarah, Didin menyampaikan, pihaknya juga seringkali mendapati adanya vandalisme.
Pihaknya juga kerap kali melakukan aksi pembersihan.
Namun, aksi vandalisme yang tidak diketahui pelakunya itu acap kali terjadi berulang.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap campur tangan pemerintah secara langsung agar masyarakat teredukasi dengan baik sehingga vandalisme tidak terjadi kembali.
“Termasuk penggunaan lilin di dalam goa itu juga termasuk vandalisme. Makanya kami berharap pemerintah bisa memasang imbauan di sekitar lokasi,” kata mantan wartawan ini.
Goa buatan yang berada di tebing batu andesit itu cukup unik.
Terdiri dari dua ruangan dengan sejumlah ornamen, mulai dari pahatan hias pada dinding hingga adanya sejumlah patung, termasuk kepala kala.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/06/160000478/vandalisme-di-cagar-budaya-goa-selomangleng-kediri-disbudpar-akan-kami