Salin Artikel

Ronde Titoni, Warisan Rasa yang Terjaga sejak 1948

MALANG, KOMPAS.com - Di tengah pesatnya perkembangan dunia kuliner, Ronde Titoni berdiri tegak sebagai kuliner legendaris di Kota Malang, Jawa Timur.

Berkat dedikasi sang pewaris untuk merawat rasa otentik, Ronde Titoni digemari sejak tahun 1948 silam.

Ronde Titoni didirikan tiga tahun setelah Indonesia merdeka oleh Abdul Hadi. Awalnya, kudapan bola-bola kecil dari tepung ketan berkuah jahe manis ini dijajakan secara berkeliling menggunakan pikulan.

Kemudian, pada tahun 1970, dijajakan menggunakan gerobak dan menetap di depan Toko Titoni, sebuah toko yang cukup ternama di Pasar Besar Kota Malang.

Dari situlah nama Ronde Titoni berasal, nama yang diberikan pelanggan dari cerita mulut ke mulut.

Bertahan selama 73 tahun, Ronde Titoni saat ini menetap di warung sederhana di Jalan Zainul Arifin No. 18 Sukoharjo, Kecamatan Klojen, Kota Malang, yang buka mulai pukul 18.00 WIB hingga 24.00 WIB.

Meskipun menyajikan menu sederhana dan waktu buka yang terbatas, warung legendaris ini tidak pernah sepi pengunjung.

Salah satu faktor yang membuat Ronde Titoni tetap eksis adalah konsistensi rasa, dengan mempertahankan resep dari pendiri pertama.

"Langganan bilang rasanya tidak berubah, ya memang saya jaga itu," ucap Sugeng Prayitno, generasi kedua penerus usaha ini, kepada Kompas.com, Selasa (4/2/2025).

"Biasanya yang sudah tinggal di luar negeri, kalau pulang ke Malang pasti mampir. Mereka cari rasa yang sama seperti dulu," imbuhnya.

Ia mengungkapkan, saat ini seluruh menu diracik dan dimasak olehnya sendiri dan anak-anaknya secara tradisional.

Resepnya mempertahankan keaslian rasa tanpa ditambah maupun dikurangi.

Baginya, menjaga keaslian Ronde Titoni adalah bentuk penghormatan terhadap warisan keluarganya.

Pelanggan yang pernah tinggal di Malang pun kerap kembali ke warung ini hanya untuk bernostalgia.

"Ini makanan kuno, saya jaga supaya tidak punah. Sekarang mungkin yang jual ronde di Malang tidak sampai 20 orang, beda dengan tahun 80-an yang masih ramai, apalagi saat ada tontonan wayang kulit atau ludruk," ujar pria yang biasa disapa Sugeng itu.

Ronde Titoni menawarkan dua varian utama, ronde basah yaitu bola ketan berisi kacang yang disajikan dengan kuah jahe hangat dan ronde kering tanpa kuah, bola ketannya ditaburi gula bubuk dan kacang tumbuk.

Untuk kuah ini, menggunakan kombinasi jahe pilihan dan gula asli yang menciptakan cita rasa khas yang sulit ditemukan di tempat lain.

"Yang bikin beda ya kuahnya, lebih pedas dan terasa khas," sambungnya.

Selain ronde, ada juga angsle dan kacang kuah, roti goreng, dan cakwe, menu pelengkap yang semakin menambah kenikmatan dengan harga mulai Rp 4.000 sampai Rp 15.000.

Ronde Titoni tidak membuka waralaba kuliner, cabangnya pun terbatas dan hanya dikelola oleh keluarga serta tidak dijual secara online.

Sugeng mengatakan, itu menjadi salah satu cara untuk menjaga eksklusivitas rasa.

“Memang saya buat strategi itu biar orang datang menikmati langsung dan merasakan kepuasannya. Biasanya kalau makanan yang dimakan di lokasi dan dibawa pulang, rasanya kan beda. Mungkin lebih enak di lokasi,” tutur Sugeng Prayitno.

Di usia yang tidak lagi muda, ia mulai menurunkan warisan rasa Ronde Titoni kepada anaknya sebagai generasi ketiga, Yusuf Risky.

Secara bertahap, ia mengajarkan resep dan cara pembuatan kepada sang anak.

Ia juga melakukan edukasi dan kontrol ketat demi kelestarian warisan sang ayah.

“Mereka saya beri tahu cara pembuatan biar rasanya tetap tidak berubah ketika mereka meneruskan. Usaha tetap jalan dan rasa yang tetap,” ujar pria berusia 57 tahun itu.

“Saya juga tetap memantau. Karena kebanyakan usaha yang dilanjutkan generasi selanjutnya cenderung turun. Karena kalau kuliner itu lain tangan, biasanya rasanya berbeda. Tapi kalau dari muda sudah belajar, meskipun rasa tidak sama persis, tapi masih tetap sama tidak jauh,” pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/05/101051978/ronde-titoni-warisan-rasa-yang-terjaga-sejak-1948

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com