Bagi warga, ini merupakan angin segar karena mereka tetap bisa mendapatkan elpiji dengan mudah dan efisien berkat lokasi pengecer yang terjangkau.
Selain itu, dengan kebijakan terbaru ini, diharapkan bisa meredam kemungkinan terjadinya kelangkaan stok akibat gejolak yang terjadi sebelumnya.
Apalagi, situasi saat ini berdekatan dengan momentum pelaksanaan puasa Ramadhan. Masyarakat membutuhkan elpiji untuk keperluan dapur.
Andriati, salah seorang warga di Mojoroto, mengatakan bahwa selama ini kebutuhan elpijinya tercukupi dari pengecer.
Mekanisme ini menurutnya lebih mudah karena pengecer berada di lingkungan masyarakat langsung.
“Selama ini belinya elpiji ya di toko, enggak jauh. Setiap saat kalau butuh tinggal jalan sudah sampai. Sekalian belanja kebutuhan lainnya,” ujar Andriati, Selasa (4/2/2025).
Oleh sebab itu, dia berharap kebijakan tersebut bisa menjawab persoalan yang tengah terjadi di masyarakat.
“Soalnya ini mendekati waktu puasa. Kalau elpiji susah didapat, mau masak pakai apa?” ucap pensiunan guru ini.
Bagi pengecer, tujuan penjualan elpiji tersebut bukan semata-mata soal keuntungan belaka, tetapi juga tentang membantu para tetangga pelanggannya.
Sebab, pelanggan biasanya membelinya berbarengan dengan belanja kebutuhan lain.
Oleh sebab itu, rata-rata tingkat pengecer tidak mempunyai stok yang banyak.
Stok elpiji hanya pelengkap dan menyediakan sesuai tingkat kebutuhan masyarakat sekitarnya saja.
“Saya jual elpiji itu untuk memudahkan tetangga. Apalagi kalau malam. Misal untuk puasa, masak malam buat sahur juga gak khawatir kehabisan elpiji,” ujar seorang pengelola toko kelontong Madura yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, mengenai sosialisasi ketentuan untuk berubah menjadi pangkalan, ia mengaku belum mendapatkannya dari dinas maupun pihak lainnya.
Kini, dia masih menunggu perkembangan yang ada. “Enggak tahu ini nantinya bagaimana,” ucapnya.
Subhan, pengecer lainnya, mengatakan bahwa untuk berubah menjadi pangkalan masih akan pikir-pikir dahulu.
Sebab, sepengetahuannya, banyak hal yang perlu dipersiapkan jika menjadi pangkalan.
Persiapan itu di antaranya modal yang besar karena harus mempunyai deposit tabung elpiji.
Hal tersebut tentu memberatkannya sebagai pengecer.
Sebab, keberadaan elpiji di tokonya hanya sebagai pelengkap kebutuhan pokok lainnya.
Belum lagi perihal waktu dan tenaga untuk mengurusnya. “Tempat dan dananya yang saya enggak ada,” ujar Subhan.
Oleh sebab itu, dia berharap kebijakan perubahan pengecer ke pangkalan nantinya juga bisa dipermudah agar disesuaikan dengan masing-masing kondisi pengecer.
Selain itu, dia berharap penyelarasan harga jualnya nanti betul-betul sesuai HET.
Adapun pembentukan pangkalan memang membutuhkan sejumlah syarat.
Selain syarat administrasi, ada syarat lainnya, termasuk deposit tabungnya sesuai perjanjian dengan pihak agen yang menaungi pangkalan.
Area Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rehadi mengatakan bahwa pembelian tabung di awal biasanya menyesuaikan dengan kemampuan modal dan perjanjian supply dengan agen.
“Rata-rata sekitar 20-50 tabung, atau menyesuaikan kemampuan pangkalan,” ujar Ahad Rehadi, Selasa (4/2/2025).
Sementara itu, tentang jarak minimal antar satu pangkalan dengan pangkalan lainnya di sebuah wilayah, menurutnya, lebih kurang 100 meter.
Namun, itu juga menyesuaikan dengan kepadatan area yang dilayaninya.
Pihaknya juga memastikan bahwa dalam pembentukan pangkalan tersebut tidak dikenakan adanya uang administrasi pendaftaran.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/02/04/133747678/gaduh-kebijakan-soal-gas-melon-warga-soalnya-mau-puasa-kalau-elpiji-susah