Salin Artikel

Kisah 39 Tahun Pelaut Sidoarjo dan Kegelisahan soal HGB di Laut

Kini, pada usianya yang tidak lagi muda, ia harus menghadapi kenyataan bahwa "rumah keduanya" terancam Hak Guna Bangunan (HGB).

"Saya mulai melaut dari tahun 1986. Kira-kira 39 tahunan lah," ujarnya saat sore di Banjar Kemuning, Sedati, Sidoarjo, Senin (27/1/2025).

Di balik sosoknya yang tenang, tersimpan kegelisahan mendalam. 

Pria yang akrab disapa Subagiyo ini mengaku baru mendengar soal adanya HGB di perairan Sidoarjo dari pemberitaan media. 

Selama ini, katanya, tidak ada pembagian wilayah khusus di laut tempat ia mencari nafkah.

"Ya, saat melaut bantuan (navigasi) saya adalah dispender dan GPS. Untuk pembagian wilayah selama ini nggak ada. Nelayan bebas saja kok," ujarnya sambil menunjukkan peralatan navigasi yang setia menemaninya selama berlayar.

Subagiyo menegaskan, di kawasan Banjar Kemuning, tempat ia biasa melaut, belum ada tanda-tanda kehadiran HGB yang ramai diperbincangkan. 

"Soal HGB-HGB itu jujur di daerah Banjar Kemuning nggak ada, kalau di Segoro Tambak juga nggak tahu persis, kan kalau di berita memang di situ," ungkapnya.

Yang membuatnya heran, tidak ada sosialisasi apa pun kepada para nelayan terkait rencana pengelolaan laut oleh pihak swasta, jika persoalan itu benar terjadi. 

"Nggak ada sosialisasi-sosialisasi gitu di sini. Misal ada perusahaan yang mau nggusur, itu nggak ada," tuturnya dengan nada khawatir.

Bagi Subagiyo dan rekan-rekan nelayan lainnya, laut bukan sekadar tempat mencari ikan. Laut adalah sumber penghidupan yang telah menghidupi keluarga mereka dari generasi ke generasi. 

"Jadi soal pengelola-pengelolaan itu jujur tidak ada, ya kita ini yang mengelolanya, nelayan," tegasnya.

Kegelisahan Subagiyo bukan tanpa alasan. Bayangan akan tertutupnya akses ke laut membuat ia dan rekan-rekan nelayan siap mengambil sikap. 

"Ya, kami jelas akan protes (kalau ada pihak yang menutup laut). Wong kami sudah bertahun-tahun cari makan dari sini," ucapnya dengan tegas.

Di tengah ketidakpastian ini, Subagiyo justru memiliki harapan yang bertolak belakang dengan wacana HGB. Menurutnya, laut seharusnya semakin dilestarikan, bukan malah "diapa-apakan".

"Saya pesan ya laut harusnya semakin dilestarikan, ditanami apa itu, terumbu karang. Bukan malah diapa-apakan," pintanya dengan nada prihatin.

Dari caranya berbicara, tersirat kearifan seorang pelaut yang telah menghabiskan hampir empat dekade hidupnya di laut. 

Baginya, laut bukan komoditas yang bisa diperjualbelikan atau dimiliki segelintir pihak. Laut adalah warisan bersama yang harus dijaga untuk generasi mendatang.

Kisah Subagiyo adalah potret kegelisahan nelayan tradisional di tengah arus modernisasi dan komersialisasi laut. 

Suaranya mewakili ribuan nelayan lain yang nasibnya kini terombang-ambing di tengah ketidakpastian kebijakan HGB di laut.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/28/094716978/kisah-39-tahun-pelaut-sidoarjo-dan-kegelisahan-soal-hgb-di-laut

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com