Salin Artikel

Senyum Budi, Tukang Sapu Jalan yang Sukses Antarkan Anak Jadi Perawat...

SURABAYA, KOMPAS.com - Dalam hidup, nasib orang memang tak ada yang bisa menebak.

Budi Santoso (51), dulunya pegawai BUMN, kini dia membersihkan jalanan Kota Surabaya, Jawa Timur.

Demi mengais rezeki untuk keluarganya, Budi rela mengorbankan berbagai sertifikasinya dan memilih menjadi tukang sapu jalanan.

Meskipun begitu, kini dia terbilang sukses sebab berhasil membawa anaknya menjadi perawat.

Sebelum menjadi tukang sapu jalanan, dia pernah bekerja sebagai pegawai BUMN sekitar 10 hingga 11 tahun.

Namun, saat itu Budi masih sangat muda dan dipenuhi oleh ambisi serta keegoisan.

Sering kali Budi memberontak dan tidak mau mengikuti aturan-aturan yang ada.

Alhasil, dia mengundurkan diri pada 2004 dan beralih profesi menjadi buruh untuk pembuatan suku cadang mesin-mesin pabrik.

Namun, nasib buruk kembali menghampiri Budi.

Ketika tahun 2020, Indonesia dilanda pandemi Covid-19, penjualan pabrik tempat dia bekerja menurun drastis.

Karena tidak dapat bertahan, akhirnya pabrik tersebut tutup.

Ribuan pegawai di-PHK, termasuk salah satunya Budi.

"Saat itu bingung banget, anak harus lanjut kuliah, tetapi saya enggak ada kerjaan," kata Budi, Sabtu (25/1/2025).

Meskipun kala itu putrinya juga bersekolah sambil bekerja, dia tetap merasa berkewajiban untuk membiayai sekolah.

"Namanya juga orangtua, enggak mungkin saya biarkan dia bayar kuliahnya sendiri," ucapnya.

Bangkit Usai Kena PHK

Setelah kurang lebih satu tahun menganggur, Budi mulai memperoleh setitik harapan.

Dia mendapatkan panggilan pekerjaan dari Dinas Lingkungan Hidup sebagai tukang sapu jalanan.

Demi mencukupi kebutuhan keluarganya, Budi menerima tawaran tersebut.

"Ya mau bagaimana lagi? Namanya juga harus mencukupi kebutuhan keluarga," tuturnya.

Berkat jerih payahnya, putrinya dapat menyelesaikan kuliah keperawatan.

Bahkan, kini bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya.

"Sebelumnya, dia sempat kerja di klinik dulu, kemudian diajak dokternya untuk bekerja di rumah sakit," katanya.

Jika ditanya soal pendapatan, Budi mengatakan merasa cukup sebab dia tetap mensyukuri berapa pun yang didapatnya.

"Kalau mengikuti kebutuhan, ya namanya manusia pasti akan selalu merasa kurang. Yang penting bagaimana cara kita mengelola diri kita sendiri," tuturnya.

Berkat kegigihannya, kini dia menikmati hasil buah yang manis.

Budi sudah bisa melepaskan tanggung jawabnya dan tengah menikmati masa tuanya bersama cucu, sembari tetap menjadi tukang sapu jalanan.

"Sekarang sudah hidup sendiri-sendiri. Saya kerja hanya sekadar kebutuhan sehari-hari, malah seringnya sekarang saya yang belikan mainan untuk cucu," tuturnya sembari tersenyum.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/27/121423378/senyum-budi-tukang-sapu-jalan-yang-sukses-antarkan-anak-jadi-perawat

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com