Salin Artikel

Kisah Budi, Berawal dari Pegawai BUMN, Berakhir Jadi Tukang Sapu Jalanan...

SURABAYA, KOMPAS.com - Pagi itu, Budi Santoso (51) menjalani pekerjaannya membersihkan area Taman Mayangkara, Surabaya, Jawa Timur.

Jika sekitar 28 tahun yang lalu memakai baju berjas dengan identitas pegawai badan usaha milik negara (BUMN), kini dia memakai baju oranye dengan memegang sapu membersihkan pinggiran jalan Kota Surabaya.

Sembari duduk di bawah pohon keres, Budi menceritakan bagaimana kehidupannya bisa berakhir menjadi tukang sapu jalanan.

Budi mengatakan, saat lulus dari sekolah teknik menengah (STM) pada 1993, dia langsung diterima di sebuah perusahaan besar. Kemudian, pada 1997, Budi resmi diangkat sebagai pegawai BUMN.

Saat itu, dia masih sangat muda dan dipenuhi ambisi serta keegoisan. Sering kali, Budi memberontak dan tidak mau mengikuti aturan-aturan yang ada.

"Karena kalau BUMN kan banyak aturan yang mengikat, misal jam 07.00 harus masuk, jam sekian makan siang, jam sekian pulang, tanggal sekian libur. Nah, di situ saya berontak," ucap Budi kepada Kompas.com, Sabtu (25/1/2025).

Setelah sekitar empat tahun Budi bertahan dengan pangkat II a, akhirnya dia terkena non-job dan ditempatkan di pendidikan perusahaan selama satu tahun.

"Di situ pokoknya datang jam 07.00 WIB, terus duduk, nanti datang seperti guru pembimbing, guru kerohanian, guru kesehatan, kami dengarkan. Selama satu tahun saya seperti itu, jenuh banget. Ada sekitar 12 orang," katanya.

Setelah diaktifkan kembali, Budi menuturkan dia tidak kapok.

Karena itu, dia dipindahkan ke Pulau Karangjamuang, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Bangkalan untuk menjaga mercusuar.

"Selama enam bulan saya di sana. Sistemnya seminggu kerja, seminggu libur," kata Budi.

Kemudian, dia dipindahkan lagi untuk bertugas mengikuti kapal-kapal kargo baru yang sedang menuju ke pelabuhan Timika.

Selepas tiga tahun bekerja, dia memutuskan untuk mengundurkan diri pada 2004.

Hidup usai mengundurkan diri

Kemudian, Budi beralih profesi menjadi buruh pembuatan suku cadang alat-alat pabrik selama sekitar 16 tahun.

Sayangnya, pada 2020, Covid-19 melanda Indonesia. Penjualan pabrik, tempat dia bekerja, menurun drastis hingga akhirnya bangkrut.

Banyak pegawai terkena PHK, termasuk Budi. Namun, nasib orang memang tidak ada yang tahu.

Setelah sempat menganggur selama satu tahun, akhirnya Budi mendapat setitik harapan.

Dia menceritakan, saat itu para anggota dewan dari suatu partai sedang melakukan reses ke masing-masing daerah pemilihan (dapil) untuk mendengar aspirasi dan keluhan dari masyarakat.

"Pada saat itu, ya saya sampaikan kalau saya belum dapat kerja lagi setelah di PHK," ucapnya.

Meskipun tidak berharap banyak, sekitar tahun 2021, dia mendapatkan panggilan pekerjaan dari Dinas Lingkungan Hidup sebagai tukang sapu jalanan.

Demi mencukupi kebutuhan keluarganya, Budi menerima tawaran tersebut.

"Ya mau bagaimana lagi? Namanya juga harus mencukupi kebutuhan keluarga," tuturnya.

Akui Lakukan Kesalahan

Berdasarkan pengalamannya, Budi mengakui dia memang melakukan kesalahan saat muda.

Dia berpesan bahwa segala perbuatan yang akan kita lakukan sebaiknya harus dipikir matang-matang terlebih dahulu.

"Saya pun juga berpesan seperti itu kepada anak saya. Akhirnya sekarang dia SMK, magang, kuliah, sampai kerjanya di bidang yang sama, enggak pindah-pindah," tuturnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/27/113317978/kisah-budi-berawal-dari-pegawai-bumn-berakhir-jadi-tukang-sapu-jalanan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com