Hal ini terungkap dalam rilis Walhi Jawa Timur yang menyebutkan bahwa SHM diterbitkan untuk reklamasi dan pembangunan kawasan ekonomi di wilayah tersebut.
Penelusuran Kompas.com menunjukkan bahwa kasus ini sudah berlangsung jauh sebelum temuan SHM Pagar Laut di Tangerang, Banten, serta temuan hak guna bangunan (HGB) di perairan Surabaya.
Ahmad Sidik, Ketua Rukun Tetangga (RT) Dusun Tapakerbau, mengungkapkan bahwa konflik antara warga dan pemerintah desa telah terjadi berulang kali akibat terbitnya SHM di atas pesisir dan laut tersebut.
"Rencana reklamasi dan pembangunan kawasan ekonomi di area pesisir ini diyakini akan mematikan mata pencarian warga di desa kami," ujar Sidik.
Ia menjelaskan bahwa penolakan terhadap kepemilikan SHM di wilayah pesisir sudah dimulai sejak tahun 2013.
Ketegangan antara warga dan pemerintah desa semakin meningkat, terutama ketika pemerintah desa mendatangkan alat berat berupa ekskavator untuk memasang pancang bambu di area pesisir yang telah memiliki SHM.
Sidik mengingat peristiwa pada 14 April 2023, di mana warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) terpaksa turun ke pantai untuk mengusir ekskavator yang mulai beroperasi.
Pada 5 Mei 2023, empat warga yang menolak reklamasi dipanggil penyidik Polres Sumenep setelah dilaporkan karena diduga menghalang-halangi pembangunan reklamasi.
Terbaru, Pemerintah Desa melalui kuasa hukumnya kembali melayangkan surat pemberitahuan bahwa reklamasi akan dilaksanakan pada Selasa (21/1/2025) pukul 09.00 WIB.
Namun, rencana tersebut batal dan warga tetap bersiaga di sekitar pesisir pantai.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep, Mateus Joko Slamito, menolak memberikan tanggapan terkait polemik antara warga dan pemilik SHM.
"Terkait itu biar menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum (APH)," katanya saat dikonfirmasi Kompas.com pada Kamis (23/1/2025).
Meski demikian, sesuai instruksi Kanwil BPN Jawa Timur, pihaknya akan segera melakukan inventarisasi ulang atas temuan lahan seluas 20 hektar yang telah memiliki SHM.
"Kami diminta untuk melakukan inventarisasi ulang oleh Kanwil BPN Jawa Timur," ujar Mateus.
Saat ini, Kanwil BPN Sumenep telah membentuk tim untuk melakukan inventarisasi data digital dan warkah wilayah di Desa Gersik Putih, yang selama ini menjadi sumber polemik.
Mateus menegaskan pentingnya warkah tanah sebagai dasar untuk mendaftarkan bidang tanah.
"Dengan warkah tersebut, akan diketahui apakah wilayah yang memiliki SHM adalah daratan yang terdampak abrasi atau memang pesisir pantai," terangnya.
Kanwil BPN Sumenep menargetkan inventarisasi tersebut rampung dalam satu minggu ke depan dan akan melaporkan hasilnya ke Kanwil BPN Jawa Timur.
"Kami upayakan secepatnya, maksimal satu minggu," janji Mateus.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/23/112402978/20-hektar-wilayah-pesisir-di-sumenep-telah-memiliki-shm-sejak-belasan-tahun