Berdasarkan keterangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jatim, HGB tersebut berada di wilayah laut Desa Segoro Tambak, Sedati, Sidoarjo, yang sudah tercatat sejak 1996 hingga 2026.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka izin tersebut sangat janggal karena HGB hanya boleh diterbitkan di atas wilayah daratan dengan peruntukan yang jelas.
“HGB 656 hektar ini menjadi bukti nyata betapa buruknya pengelolaan tata ruang di Jawa Timur,” kata Wahyu Eka, Rabu (22/1/2025).
Walhi Jatim juga meminta BPN Jatim agar transparan dalam mengungkap hasil penelusuran yang sebelumnya diduga ada potensi HGB 656 hektar merupakan tanah musnah atau hasil abrasi.
“Dari citra satelit menunjukkan lokasi HGB berada di kawasan laut sejak tahun 2002, artinya tidak pernah berupa daratan,” ujarnya.
Tidak hanya di Sidoarjo, Walhi Jatim juga menemukan kasus serupa di Desa Gersik Putih, Gapura, Kabupaten Sumenep, dengan sertifikat hak milik (SHM) seluas 20 hektare lebih.
Wilayah tersebut rencananya direklamasi untuk pembangunan kawasan ekonomi.
Meski banyak penolakan, BPN Kanwil Sumenep belum bertindak.
Walhi Jatim mengkhawatirkan nasib serupa akan terjadi di wilayah Segoro Tambak Sedati, yang menurutnya sudah jelas-jelas melanggar dasar hukum yang berlaku.
“Kehadiran HGB ini semakin memperburuk kondisi kawasan pesisir dan laut di Sidoarjo dan Surabaya. Alih fungsi mangrove dan kerusakan ruang laut terus meningkat, mengancam ekosistem dan keberlanjutan lingkungan,” katanya.
Walhi Jatim mendesak Kementerian ATR/BPN, Pemprov Jatim, dan Presiden Prabowo agar mencabut izin HGB 656 hektar di perairan Sidoarjo.
“Pengelolaan tata ruang yang transparan dan berorientasi pada keberlanjutan adalah kunci melindungi kawasan pesisir dari kehancuran,” ucapnya.
HGB 656 hektar yang berada di atas perairan Sidoarjo ditemukan oleh pemilik akun X @thimothy, seorang akademisi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, melalui aplikasi Bhumi.
Penelurusannya itu dilakukan usai ramainya pemberitaan pagar laut di Tangerang.
Kepala Kanwil BPN Jatim, Lampri, menyebut HGB 656 hektar yang terbagi menjadi tiga petak tersebut milik dua perusahaan, PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang.
Izin bangunan itu telah dikeluarkan pada tahun 1996 dan akan berlaku hingga 2026.
Namun, Lampri tak menjelaskan terkait kegunaan dan bidang perusahaan.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/22/164632178/ada-hgb-656-hektare-di-perairan-sidoarjo-walhi-jatim-bukti-nyata-buruknya