Salin Artikel

2024, Ada 10 Nelayan di Pasuruan yang Terjerat Kasus "Illegal Fishing"

PASURUAN, KOMPAS.com - Dinas Perikanan Kota Pasuruan mencatat, selama tahun 2024 terdapat 10 nelayan yang terlibat kasus illegal fishing.

Para nelayan itu kerap melakukan tindakan pelanggaran berupa penggunaan alat tangkap yang dilarang serta melanggar zonasi yang sudah ditentukan.

Kepala Dinas Perikanan Kota Pasuruan, Mualif Arief, mengungkapkan pelanggaran yang mereka lakukan salah satunya adalah penggunaan alat tangkap cantrang dan pukat tarik.

"Alat tangkap yang dilarang itu dampaknya merusak ekosistem laut. Tidak hanya ikan besar, tapi ikan kecil juga ikut terjaring," terang Mualif, Jumat (17/01/2025).

Dampak penggunaan cantrang dan pukat tarik tersebut dapat menyebabkan terhambatnya regenerasi biota laut dan merusak ekosistem di laut.

Lebih lanjut, Mualif juga menjelaskan pelanggaran yang dilakukan nelayan terkait zonasi.

Nelayan mencari ikan tidak sesuai titik lokasi yang sudah ditentukan, yakni di perairan sekitar Pasuruan. Dari pengakuan nelayan, di perairan Pasuruan tidak banyak ikan yang dapat ditangkap.

"Akhirnya, nelayan yang melanggar itu melaut sampai ke Selat Madura dan terlalu mepet di pantai sisi utara Selat Madura," jelasnya.

Sedangkan dari 10 nelayan yang melanggar aturan tersebut, sudah ditangani oleh Satuan Kepolisian Perairan dan Udara (Satpolairud) Polda Jawa Timur.

Mereka diamankan di wilayah perairan Surabaya, Sidoarjo, dan Bangkalan.

Semua alat tangkap ikan disita, kemudian diberi sanksi peringatan.

"Selama proses penanganan hukum bagi nelayan, Dinas Perikanan Kota Pasuruan juga jadi saksi ahli. Karena sebenarnya kami sudah melakukan sosialisasi ke nelayan," katanya.

Saat ini, pihaknya terus melakukan sosialisasi dan pembinaan bagi nelayan.

Karena rata-rata volume kapal nelayan di Kota Pasuruan hanya 5 gross tonnage (GT) dan jarang ada yang di atas 10 GT.

Perairan Pasuruan tidak berlimpah ikan

Terpisah, Haji Yanto, salah satu nelayan, mengaku terkadang kondisi perairan di wilayah Pasuruan tidak melimpah seperti di tengah Selat Madura.

Bahkan, diakuinya, jika tangkapan ikan kurang, para nelayan nekat untuk melaut ke Selat Madura.

"Kesana (Selat Madura) memang berisiko, namun ikannya lumayan banyak. Tetapi bagi kami, paling banyak membawa pulang ikan seberat 3 ton," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/17/220029478/2024-ada-10-nelayan-di-pasuruan-yang-terjerat-kasus-illegal-fishing

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com