Salin Artikel

Proyek Jalan Layang di Blitar Gusur Ratusan Makam, Termasuk Puluhan Korban Petrus

Dari total 486 makam yang menempati lahan kawasan hutan itu, sebanyak 121 makam merupakan makam korban operasi penembakan misterius era 1980-an dalam periode pemerintahan rezim Orde Baru yang tanpa identitas dan ahli waris.

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blitar, Hakim Catur Yulianto mengatakan bahwa proses relokasi pemakaman umum tersebut telah berlangsung sekitar 2 pekan dan ditargetkan tuntas akhir Januari 2025.

“Proyek jalan layang ini adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) dari Kementerian PUPR. Kami dari DLH diminta mengawal ‘clean and clear’-nya lahan yang kebetulan ada di kawasan hutan,” ujar Hakim melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Rabu (15/1/2025).

Hakim mengatakan bahwa pihaknya mengalokasikan anggaran biaya “kerahiman” yang diambil dari APBD Kabupaten Blitar sebesar Rp 1 juta per makam.

Kebanyakan makam tersebut, ujarnya, dipindahkan ke lokasi yang berjarak sekitar 50 meter dari lokasi awal meskipun terdapat sejumlah warga yang memilih memindahkan makam anggota keluarga mereka ke lokasi lain.

Area pemakaman baru yang menjadi lokasi relokasi, kata dia, masih berada di kawasan hutan yang telah dilepaskan fungsi hutannya menjadi fasilitas umum berupa makam desa.

“Untuk makam yang ada ahli warisnya, uang ‘kerahiman’ kami serahkan ke ahli waris. Tapi makam tanpa ahli waris, uang kerahiman kami berikan kepada kelompok masyarakat yang melakukan pemindahan makam,” kata dia. 

Hakim mengatakan bahwa terdapat 121 makam di pemakaman umum tersebut yang tanpa identitas dan tanpa ahli waris.

Menurut Hakim, 121 makam tersebut merupakan makam korban kecelakaan lalu lintas tanpa identitas serta korban operasi “Petrus” di era 1980-an.

“Informasi dari masyarakat setempat, 121 makam tanpa identitas itu merupakan korban laka lantas dan juga korban Petrus tahun 1980-an,” tuturnya.

Hakim merujuk pada operasi penembakan mati terhadap ribuan pelaku tindak kriminal yang berlangsung antara tahun 1983 hingga 1985 oleh aparat militer.

Sejumlah pengamat menyebut “Operasi Petrus” tidak hanya menyasar pelaku kriminal, tetapi juga pembangkang politik terhadap kekuasaan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Ditanya berapa anggaran dari APBN untuk pembangunan jalan layang tersebut, Hakim mengaku tidak mengetahuinya.

Ia hanya menyebut jalan layang tersebut berukuran panjang sekitar 140 meter.

“Jalan layang di Desa Siraman ini merupakan satu titik saja dari 4 jalan layang yang akan dibangun di jalan nasional dari Brongkos hingga Karangkates,” tuturnya.

“Di titik-titik tersebut tercatat sering terjadi kecelakaan lalu lintas, terutama truk terguling. Jadi proyek ini ditujukan untuk kelancaran lalu lintas, terutama untuk kendaraan barang,” ungkapnya.

Selain jalan layang di Desa Siraman tersebut, lanjutnya, terdapat tiga proyek jalan layang lainnya di jalan nasional penghubung utama Blitar dan Malang, yakni jalan layang Kali Tuwuh, Kali Legi, dan Selorejo.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/15/164201978/proyek-jalan-layang-di-blitar-gusur-ratusan-makam-termasuk-puluhan-korban

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com