Salin Artikel

Sejarah Gereja Tertua di Surabaya yang Berdiri Sejak 1811

SURABAYA, KOMPAS.com - Berdiri sejak tahun 1811, Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria merupakan gereja tertua di Surabaya. 

Bangunan megah yang didominasi warna merah tua ini beralamat di Jalan Kepanjen Nomor 4-6, Kelurahan Krembangan, Kota Surabaya.

Arsitekturnya bergaya khas Eropa. Segitiga di bagian depan diapit oleh dua pilar berbentuk kerucut di sisi kanan dan kiri. Pada ujung lancipnya terpasang simbol salib yang menjadi lambang kemuliaan umat Kristen.

Konon, pondasinya terbuat dari 799 tiang kayu galam dengan kedalaman 15 meter. Kaca-kaca mozaik yang memberikan sinar ruang doa gereja bergambar perjalanan Sang Kristus memberikan kesan religius.

Keberadaan Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria di Surabaya ini tak lepas dari bagian misionaris penyebaran agama Katolik di masa penjajahan Belanda.

Dua pastor yang berperan penting dalam penyebaran agama Katolik di Surabaya ini adalah Pastor Hendricus Waanders dan Pastor Phillipus Wedding.

“Berawal dari misi penyebaran agama Katolik yang pasti, yang sudah ada dari tahun 1811,” kata Katekis Paroki (pengajar) Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria, Louisa Sharon Ghea Yulida, Jumat (27/12/2024).

Meski Gereja Katolik dibangun pertama kali di Surabaya pada tahun 1811, pembaptisan pertama dilakukan pada 1810 yang dimulai oleh kaum Eropa.

“Pembaptisan pertama dilakukan oleh kelompok Eropa, bukan orang pribumi atau orang Indonesia,” jelasnya.

Pada mulanya, bangunan gereja ini tidak serta merta berada di Jalan Kepanjen. Namun pertama kali berdiri di Jalan Cendrawasih yang kini menjadi kompleks kawasan Kota Lama Surabaya.

“Setelah 78 tahun akhirnya pindah ke sini. Sekitar tahun 1900-an,” ujar Ghea.

Selain itu, tidak semua sisi bangunan merupakan pondasi asli seperti saat pertama kali dibangun. Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria Surabaya mengalami dua kali renovasi, pada tahun 1950 dan 1960.

Ghea tidak tahu pasti penyebab gereja terbakar saat itu. Sebab, pertempuran 10 November 1945 di Surabaya terjadi begitu dahsyat, ledakan di mana-mana membuat bangunan-bangunan di sekililingnya ikut hancur.

“Kurang tahu antara dibom atau bagaimana. Tapi yang jelas yang tersisa bagian tembok, jadi temboknya ini masih asli,” terangnya.

Mengutip dari laman Keuskupan Surabaya yang menerjemahkan sebuah manuskrip tentang sejarah Gereja Katolik Roma di Surabaya, disebutkan pembangunan gereja berkat sumbangan yang dikumpulkan dari warga sekitar.

Meski mengalami dua kali renovasi, tak mengurangi keontetikan bangunan yang bergaya Eropa. Menara menjadi ciri khas paling menonjol.

“Bangunan ini bergaya Neo-Gothic. Di luar seperti menara tetapi di dalamnya seperti kubah. Itu ciri khasnya,” bebernya.

Ghea mulai detail menceritakan setiap sisi dinding gereja. Seperti jendela yang berukuran lebar membentuk matahari. Kala sinar mentari muncul, akan menyetuh bagian altar melewati celah-celah kaca.

Umurnya kini sudah menginjak 214 tahun. Bangunannya kokoh dan menjadi saksi bisu terhadap perjuangan pastor-pastor asal Belanda saat menginjakkan kaki di Surabaya.

“Gereja ini mulai menjadi cagar budaya tahun 1998. Sejak saat itu mulai banyak yang kenal dan menjadi jalan baru bagi gereja kami,” tuturnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/12/27/183849078/sejarah-gereja-tertua-di-surabaya-yang-berdiri-sejak-1811

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com