Salin Artikel

Atap Gedung Setan Surabaya Ambrol, Penghuni Bingung Cari Tempat Tinggal

SURABAYA, KOMPAS.com - Penghuni Gedung Setan di Surabaya, Jawa Timur, masih belum mengetahui akan tinggal di mana setelah tenggat waktu mengungsinya habis dalam 2 hari ke depan.

Erna Riani (50), tampak tengah membersihkan matras pemberian BPBD Surabaya di lokasi pengungsian. Dia sudah tinggal di pengungsian di Balai RW 06, Jalan Banyu Urip Wetan, Sawahan, Surabaya, selama 8 hari.

"Sejak atapnya Gedung Setan runtuh itu saya mengungsi di sini. Tadinya seminggu tapi kita minta dispendasi sampai 10 hari," kata Erna ketika ditemui di pengungsian, Kamis (26/12/2024).

Erna mengungkapkan, permintaan tambahan waktu mengungsi tersebut untuk memikirkan ke mana dia bersama ibunya, Suparni (78), akan tinggal setelah tidak lagi menempati Gedung Setan.

"Iya belum tahu ke mana, bingung juga mau cari kosan di mana. Masalahnya, iya kalau yang sudah ada uang, kalau yang enggak ada uang bagaiman, kan ngontrak mesti pakai biaya," jelasnya.

Mata pencarian Erni sebagai pedagang makanan di Pasar Banyu Urip juga memaksanya untuk tidak pindah. Selain itu, dia kesulitan karena harus merawat ibunya yang sakit.

"Memang mata pencarian saya di situ (Pasar Banyu Urip), makanya mau ninggal Gedung Setan rasanya susah. Saya ini juga cuman tinggal berdua di sana, pas di tembok sisi kanannya," ujarnya.

Oleh karena itu, Erni berharap, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mau memperbaiki Gedung Setan. Sebab, dia tidak tahu harus tinggal di mana selain di bangunan peninggalan Belanda itu.

"Kami minta tolong ke pemerintah bagaimana baiknya, supaya nasib kita enggak terkatung-katung begini. Tapi maunya ya Gedung Setan ini bisa diperbaiki, kita sudah tinggal di sana puluhan tahun," ucapnya.

Tik Tjuan (60), penghuni lain, memikirkan kesulitan serupa dengan para tetangganya. Dia juga kebingungan mencari rumah berikutnya, setelah diminta pergi dari Gedung Setan.

"Ya enggak tahu mau ke mana nanti, saya sama anak tinggal berdua. Ini saja mandi kadang masuk ke rumah (Gedung Setan) biar enggak rebutan sama pengungsi lain," kata Tik Tjuan.

Bahkan, Tik Tjuan berencana kembali ke Gedung Setan. Sebab, dia mengaku tak memiliki biaya untuk menyewa tempat tinggal di luar.

"Rencananya kalau pemerintah enggak ngasih rusun ya, mau tinggal di sini lagi. Sebenarnya khawatir, mandi di sini saja khawatir apalagi tidur, tapi ya bagaimana lagi bingung tinggal di mana," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, atap Gedung Setan ambrol ketika diguyur hujan pada Rabu (18/12/2024) sekitar pukul 17.00 WIB.

"Laporan dari warga dan kelurahan, memang turun hujan tapi enggak deres sebenarnya. Tapi intinya bangunan itu sudah lapuk," kata Camat Sawahan, Amiril Hidayat ketika ditemui di lokasi, Rabu (18/12/2024) malam.

Amiril menyebut, total ada 60 orang dari 16 kepala keluarga yang tinggal di bangunan bekas peninggalan Belanda itu. Seluruh penghuni dipastikan selamat dalam kejadian itu.

"Enggak hujan angin, enggak deras juga, gerimis kok. Tapi karena bangunan ini sudah lama berdiri, saat zaman Belanda, otomatis secara struktur tidak bagus, kita naik pun enggak berani," ujarnya.

Saat ini, kata Amiril, pihaknya masih melakukan pendataan identitas para penghuni Gedung Setan. Mereka akan diminta memilih untuk tinggal bersama keluarga atau di pengungsian.

"(Lokasi evakuasi) itu yang kita pikirkan kembali. Sementara ini yang penting mereka aman dulu dan bangunan juga tetap dijaga, agar barang yang ada di dalam tetap aman," jelasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/12/26/174751478/atap-gedung-setan-surabaya-ambrol-penghuni-bingung-cari-tempat-tinggal

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com