Tarmi, salah satu pedagang daging ayam yang ditemui di Pasar Besar Ngawi, tampak lesu. Sebab, daging ayam yang dijual di lapaknya masih tersisa banyak. Padahal, biasanya menjelang siang, daging ayamnya sudah laris manis dibeli pembeli.
Biasanya, Tarmi mampu menjual 1,5 kuwintal daging ayam per hari. Namun, dalam beberapa hari ini hanya laku 75 kg saja.
Menurut Tarmi, daging ayam yang biasanya dapat terjual hingga 1,5 kuintal per hari ini menurun drastis.
Kondisi itu terjadi setelah harga daging ayam naik dari Rp 34.000 menjadi Rp 36.000 per kilogramnya.
“Biasanya saya bisa menjual daging ayam hingga 1,5 kuintal per hari. Tetapi sekarang hanya bisa terjual 75 hingga 80 kilogram saja," keluh Tarmi.
Tarmi terpaksa menaikkan harga lantaran pemasok daging ayam di lapaknya juga melakukan hal serupa.
Nasib sepi pembeli tak hanya dialami Tarmi saja. Samsuri, pedagang sembako, juga mengaku lebih banyak duduk menunggu pembeli datang.
Kondisi itu diperburuk dengan naiknya harga bahan pokok lain seperti cabai rawit, tomat, dan bawang merah.
“Harga telur ayam dari Rp 25.000 menjadi Rp 30.000 per kilogram. Harga cabai rawit, tomat, bawang merah, dan bawang putih juga ikut melonjak. Kondisi ini menjadikan omzet kami turun hingga 50 persen karena sepi pembeli," ujar Samsuri.
Tak hanya pedagang, penjual pentol juga merasakan dampak kenaikan harga daging ayam. Para penjual terpaksa mengecilkan ukuran pentolnya agar tetap mendapatkan keuntungan.
“Kalau ukurannya sama, kami tidak mendapatkan untung karena harga daging ayam yang menjadi bahan dasar naik. Makanya kami menyesuaikan dengan harga daging ayam mahal seperti ini, maka pentol yang saya jual terpaksa harus dikecilkan. Dengan demikian, kami bisa mendapatkan untung,” kata Darsono, salah satu penjual pentol di Kota Ngawi.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/12/19/213159478/harga-daging-ayam-dan-telur-naik-pedagang-di-pasar-besar-ngawi-sepi-pembeli