Salin Artikel

Cerita Penghuni Saat Atap Gedung Setan Surabaya Ambrol

SURABAYA, KOMPAS.com - Salah satu penghuni Gedung Setan Surabaya, Sulastri (42), menceritakan detik-detik ambruknya atap bangunan peninggalan Belanda tersebut pada Rabu (18/12/2024).

Sulastri mengatakan mendapatkan informasi dari anaknya yang masih duduk di bangku SMP bahwa atap tempat tinggalnya berjatuhan. Lalu, dia meninggalkan alat jahitnya dan memutuskan pulang.

"Saya ditelepon sama anak yang di rumah sendirian, katanya 'ayo cepetan ma, gentengnya sudah jatuh'. Saya bilang 'turuno (turun) jangan di atas," kata Sulastri di lokasi, Rabu (18/12/2024) malam.

Kemudian, Sulastri langsung bergegas menuju tempat tinggalnya yang berada di lantai 2 Gedung Setan. Dia pun berusaha meraih apa pun barang berharga yang terlihat untuk dibawa keluar.

"Naik ke atas, mau ambil barang, surat-surat, baju yang bisa dipakai. Tapi belum sempat itu sudah rontok lagi gentingnya, ya tiba-tiba begitu enggak sempat lihat apa-apa," jelasnya.

"(Bunyi) krotok, krotok, krotok, seakan gentingnya sudah di atas kepala, tetangga lari 'turun, turun, turun'. Sudah enggak fokus apa-apa, pokoknya lari nyelamatin diri," tambahnya.

Sulastri tidak berani menoleh ke belakang ketika berlari menjauhi bangunan yang berdiri sejak 1809 itu. Namun, dia mendengar suara atap roboh saat menyelamatkan diri.

Saat ini, perempuan asli Sumatera itu mengaku masih kebingungan mau tinggal di mana. Sebab, dia bersama suaminya, Eko Santoso (48) sudah menempati Gedung Setan sejak 2011.

“Suami saya sejak lahir 1974, engkongnya (kakeknya) sudah tinggal di sini (Gedung Setan), enggak bayar sewa. Mertua, adik suami tinggal di sini, keluarga besar 10 orang, ada tiga kamar,” ucapnya.

Sulastri mengungkapkan, dirinya masih berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memperbaiki Gedung Setan. Sebab, pekerjaan dan sekolah anaknya berada tak jauh dari bangunan itu.

Diberitakan sebelumnya, atap Gedung Setan Surabaya yang berada di Jalan Banyu Urip, Sawahan, Kota Surabaya, Jawa Timur, ambrol pada Rabu (18/12/2024). Sebanyak 60 orang penghuni dievakuasi untuk menghindari jatuhnya korban.

Camat Sawahan, Amiril Hidayat mengatakan, total ada 60 orang dari 16 kepala keluarga yang tinggal di bangunan bekas peninggalan Belanda itu. Semua penghuni dipastikan selamat atas peristiwa tersebut.

Pihaknya masih melakukan pendataan identitas para penghuni Gedung Setan. Mereka akan diminta memilih untuk tinggal bersama keluarga atau di pengungsian.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/12/19/072709378/cerita-penghuni-saat-atap-gedung-setan-surabaya-ambrol

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com