MALANG, KOMPAS.com - Siang itu, Selasa (5/11/2024) pukul 12.00 WIB, Agung Priono (36) duduk santai di teras Sanggar Pasinaon Maritim, sanggar seni musik sekaligus tempat untuk mengolah daur ulang sampah plastik.
Tak lama kemudian, pria berperawakan tinggi dengan kulit sawo matang menuju Pantai Lenggoksono. Pantai itu tampak indah dan rindang dengan padatnya tumbuhan waru laut.
Pantai Lenggoksono berada di Dusun Lenggoksono, Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terasa sejuk. Lokasi itu dikelilingi perbukitan dengan tumbuhan hutan yang rimbun.
Pada tahun 2010, marak kapal asing dengan kapasitas besar menangkap ikan secara ilegal atau illegal fishing di sepanjang area pantai yang berada di Dusun Lenggoksono, meliputi Pantai Banyu Anjlok, Pantai Bolu-Bolu, dan Pantai Kletekan.
"Mereka menangkap ikan di sini menggunakan bom potasium. Sehingga berdampak terhadap kerusakan ekosistem laut. Ikan-ikan habis, terumbu karang rusak,” Agung.
Akibatnya, nelayan lokal kesulitan mendapatkan ikan, sekalipun dengan cara memancing.
Kondisi itu membuat almarhum ayahnya, Hari Budi Ono, geram. Sebab, melaut merupakan salah satu mata pencaharian warga Desa Purwodadi, khususnya Dusun Lenggoksono.
"Akhirnya ayah saya tergerak untuk membuat gerakan bersama masyarakat sini untuk melakukan patroli dan mengusir nelayan asing yang masuk ke kawasan kami untuk melakukan illegal fishing,” jelasnya.
Lenggoksono adalah sebuah dusun yang berada di Desa Purwodadi, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Letaknya berada di sisi timur laut Malang, berjarak sekitar 70,8 kilometer dari pusat Kota Malang.
Secara geografis, Dusun Lenggoksono berbatasan dengan pantai selatan atau Samudera Hindia. Di kawasan tersebut, terdapat empat irisan pantai, yakni Pantai Lenggoksono, Pantai Bolu-Bolu, Pantai Kletekan, dan Pantai Banyu Anjlok.
Dusun Lenggoksono merupakan daerah yang subur, dikelilingi perbukitan dengan sumber mata air yang jernih dari Sungai Purwo di sisi barat perkampungan warga. Warga di sana hidup dari hasil pertanian cengkeh, kopi dan durian, sekaligus juga hidup dari hasil laut.
"Banyaknya illegal fishing masuk ke kawasan pantai kami, tentu tidak lepas karena kelestarian ekosistem di dalamnya, mulai dari terumbu karang, hingga ikan-ikan dengan kelas tinggi, seperti kerapuh macan, hingga lobster," kata Agung.
Kelestarian ekosistem laut itu sudah tidak ada lagi. Terumbu karang rusak dan mati, warga setempat susah mencari ikan di alamnya sendiri. Dari kondisi itulah Agung akhirnya menginisiasi konservasi terumbu karang di Pantai Bolu-Bolu dan Pantai Kletakan pada tahun 2012, bersama warga setempat.
"Pantai Bolu-Bolu dan Kletekan ini memang habitat asli terumbu karang, lantaran kondisi geografis kedua pantai ini mendukung untuk perkembangbiakan terumbu karang, yang saat itu rusak," terang Agung.
Kedalaman Pantai Bolu-Bolu mencapai 8-10 meter sehingga bagus untuk pertumbuhan ikan seperti kerapuh macan. Sedangkan beningnya air di Pantai Kletekan mampu membuat sinar matahari tembus hingga 2,5 meter sehingga bagus untuk pertumbuhan terumbu karang.
Transplantasi terumbu karang
Ia mulai merehabilitasi kembali terumbu karang dengan metode transplantasi menggunakan modul PVC sebagai media tumbuh. PVC dirakit berbentuk bidang kotak, kemudian ditarik beberapa tali di tengah bidang berfungsi sebagai substrat, lalu fragmen atau potongan terumbu karang itu ditempel ke substrat tali dengan cara diikat.
"Setelah modul PVC terisi beberapa fragmen terumbu karang itu kemudian ditanam ke dalam dasar laut, lalu diikat ke bebatuan agar tidak terbawa arus," urainya.
Metode transplantasi terumbu karang itu adalah salah satu metode yang tidak terlalu memakan modal banyak, namun tetap efektif sebagai metode untuk merehabilitasi karang.
"Yang penting saat proses tanam di dasar laut, PVC diikat ke bebatuan agar tidak terbawa arus air laut," tuturnya.
Sementara benih terumbu karangnya, Agung mengambil di Pantai Taman Glendang, tidak jauh dari Pantai Bolu-Bolu, berjenis terumbu karang Acropora acuminata.
“Saya belajar metode transplantasi karang menggunakan modul PVC ini atas pelatihan yang kami ikuti di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi,” jelasnya.
Seiring berjalannya waktu, terumbu karang yang telah ditanam dengan konsisten oleh Agung dan warga setempat tumbuh dan berkembang biak signifikan. Pada tahun 2014, populasi terumbu karang di kawasan pantai tersebut kembali pulih, sehingga ekosistem yang ada di sana berangsur-angsur normal seperti sedia kala.
Sampai saat ini, Agung bersama warga setempat terus konsisten melakukan transplantasi terumbu karang di kawasan tersebut, sampai akhirnya populasi terumbu karang di sana saat ini sudah mencapai 1 hektar.
“Kami masih akan terus menanam terumbu karang ini secara rutin sepekan sekali bersama warga di sini,” ujarnya.
Kondisi ekosistem laut yang sudah kembali bagus itu, seiring waktu menarik minat wisatawan untuk mengeksplorasi keindahan pantai di sepanjang area Dusun Lenggoksono. Selain berselancar dan menikmati pemandangan alam di area Pantai Banyu Anjlok, wisatawan juga dapat menikmati wisata snorkeling, melihat keindahan terumbu karang di bawah laut, di area Pantai Kletekan.
“Sehingga, berdasarkan masukan dari salah satu peneliti dari Universitas Brawijaya, destinasi wisata di sepanjang Pantai Lenggoksono kami ubah namanya menjadi Eko Wisata Bahari Pantai Lenggoksono,” tuturnya.
Gayung bersambut, gerakan yang dilakukan Agung itu membuahkan hasil. Pada tahun 2017 ia terpilih sebagai salah satu penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards tingkat provinsi kategori lingkungan. Sebuah program yang diselenggarakan oleh Astra kepada anak bangsa Indonesia yang mempunyai kontribusi kepada masyarakat untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.
“Saya mendaftar program itu atas dasar bantuan teman saya yang menjadi dosen di Universitas Brawijaya. Tak disangka, meskipun saya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya terpilih menjadi penerima penghargaan itu,” terangnya.
Mengelola sampah
Setelah mendapat Apresiasi Satu Indonesia Awards itu, semangat Agung terus terpacu untuk merawat lingkungan di sekitar Dusun Lenggoksono. Ia mulai merambah kegiatan perbaikan lingkungan darat pada tahun 2018, atas dasar keresahannya pada kondisi pantai yang kotor akibat sampah plastik.
Agung mengatakan, banyaknya sampah di pantai tidak lepas dari perilaku warga Dusun Lenggoksono yang membuang sampah plastik sembarangan ke aliran Sungai Purwo.
“Sampah-sampah itu terbawa arus Sungai Purwo, yang bermuara di Pantai Lenggoksono,” tuturnya.
“Saya ajak mereka untuk mengumpulkan sampah rumah tangga, baik sampah plastik maupun sampah organik, untuk diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat,” tuturnya.
Usaha Agung mengajak warga itu tak langsung berjalan mulus. Muncul pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun, Agung mengaku tidak menyurutkan niatnya. Ia terus mengajak ibu-ibu yang sejalan dengan misinya untuk mengolah sampah.
“Akhirnya saya bersama ibu-ibu yang bergabung dengan saya mulai berinovasi mengolah sampah rumah tangga itu. Sampah plastik kami daur ulang dengan metode ecobrick menjadi kursi dan meja, eko paving, serta rumah botol,” terangnya.
Rumah botol adalah sebuah rumah yang dibangun oleh Agung dan kelompoknya di tengah perkampungan Dusun Lenggoksono menggunakan konstruksi dari bahan botol plastik. Rumah tersebut saat ini dimanfaatkan sebagai tempat untuk membuat kreasi daur ulang plastik menjadi karya, seperti hiasan berbentuk bunga, tas, dan pas foto.
“Sedangkan untuk sampah organik, seperti air sisa cuci beras kami gunakan untuk pupuk organik cair. Sampah sisa sayuran juga kita olah kembali menjadi pupuk organik,” imbuhnya.
Program itu akhirnya mendapat dukungan dari masyarakat. Banyak warga, khususnya kelompok ibu-ibu yang bergabung dengan Agung, turut membantu inovasi pengolahan sampah.
Akhirnya, sampah yang sebelumnya banyak berserakan di bibir pantai, kini berkurang signifikan.
“Sembari itu, saya juga mulai membuat program menanam tanaman hias di rumah masing-masing, minimal 3 jenis tanaman hias,” ujarnya.
Program itu pun berjalan dengan baik. Setiap halaman rumah warga di Dusun Lenggoksono kini dihiasi dengan tanaman hias. Program itu, menurut Agung, selain bertujuan untuk penghijauan, sekaligus untuk menarik minat wisatawan yang berkunjung ke pantai, agar tertarik untuk menginap di homestay yang tersedia di dusun itu.
“Kami membuat program ini, karena dulunya kampung kami sangat jarang ada tanaman hias di setiap halaman rumah warga. Karena mereka masing-masing berkebun. Sehingga juga jarang ada wisatawan yang menginap di tempat kami, padahal di kampung ini ada beberapa homestay,” terangnya.
Tidak disangka, program yang dikerjakan oleh Agung bersama ibu-ibu PKK itu kembali mendapat penghargaan dari Astra, Agung diberikan amanah untuk menjalankan program Kampung Berseri Astra pada tahun 2021.
“Setelah mendapatkan program Kampung Berseri Astra, kami menambah program kegiatan di kampung kami. Yakni program usaha membuat kue oleh-oleh, yang kami sediakan untuk wisatawan yang berkunjung ke tempat kami. Seperti abon, keripik pisang, dan lain sebagainya,” tutur Agung.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/11/08/210225678/agung-triono-penjaga-terumbu-karang-pantai-malang-selatan