Dalam pertemuan tersebut, Risma mendengarkan keluhan mengenai terbatasnya lapangan kerja, khususnya terkait pembatasan usia untuk masuk kerja yang hanya maksimal 25-26 tahun.
Menanggapi keluhan tersebut, Risma mengajak generasi Z untuk tidak hanya menunggu kesempatan kerja, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja sendiri.
“Seringkali, kita hanya berpikir tentang bagaimana bisa bekerja, itu yang selalu tertanam di diri kita,” kata dia.
Risma menekankan, banyak lulusan yang merasa terjebak dalam pola pikir bahwa mereka harus melamar kerja setelah menyelesaikan pendidikan. “Padahal, Gen Z bisa menciptakan pekerjaan sendiri,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa menunggu pekerjaan hanya akan membuang waktu. “Padahal, Gen Z bisa menciptakan pekerjaan sendiri,” kata Risma.
Lebih lanjut, Risma menjelaskan, jika generasi Z mulai menciptakan pekerjaan sendiri, mereka bisa sukses dalam waktu yang relatif singkat.
“Aku punya contoh ada anak difabel, dia kakinya cuma satu, saat itu dia minta-minta di perempatan Tasikmalaya,” kata Risma.
Risma kemudian bercerita tentang bagaimana ia membantu anak difabel tersebut.
Setelah bertanya apakah ia mau diajari membangun usaha, Risma melatihnya untuk membuat makanan.
Setelah pelatihan, anak difabel tersebut mulai berjualan kue. Risma memantau perkembangan anak difabel tersebut.
“Setelah satu minggu berjualan, pada minggu kedua, aku menyarankan agar kue yang dibuat diberi topping agar lebih kekinian,” ungkap dia.
Ketika Risma kembali pada minggu keempat, ia terkejut mendengar bahwa anak difabel tersebut berhasil meraih penghasilan sebesar Rp 20 juta dalam sebulan.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/10/25/220822478/keluhan-gen-z-soal-lapangan-kerja-risma-beri-solusi-kreatif