KEDIRI, KOMPAS.com - Sebagai pencipta lagu, Putra Trianggara Pamungkas (27), warga Desa Wonoasri, Kecamatan Gringging, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, kerap dibikin kesal oleh tingkah laku para pelanggar lagu ciptaannya.
Sebab, para pelanggar yang mayoritas di platform digital tak pernah mengajukan izin penggunaan lagu. Mereka juga kerap membantah dengan berbagai alasan saat diingatkan. Apalagi perihal royalti, tak pernah ada realisasi.
“Sebelnya itu kalau dikasih tahu regulasi yang ada, mereka malah membantah. Kayak mereka lebih galak dari kita. Ini kan miris jadinya,” ujar Putra Trianggara Pamungkas saat ditemui Kompas.com, Senin (14/10/2024).
Pemuda dengan sapaan akrab Angga Penyu tersebut menciptakan sejumlah lagu. Beberapa lagu itu telah rilis tahun 2019 dalam album Jaripat bersama grup bandnya Semut Semut Merayap (SSM).
Salah satu lagunya itu berjudul Kediriku yang bergenre ska. Berkisah tentang Kediri dan romantismenya sebagai kampung halaman.
Sejak diluncurkan, lagu tersebut tumbuh positif. Cukup menyedot perhatian sehingga banyak diperdengarkan di kalangan masyarakat Kediri.
Lagu tersebut banyak berkumandang dinyanyikan orang lain di panggung-pangung offline. Juga banyak dipakai kreator konten sebagai lagu latar dan tak sedikit pula yang meng-cover-nya lalu dimonetisasi untuk keperluan pendapatan adsense.
Bahkan, lagu tersebut juga lumayan akrab di telinga pecinta seni jaranan karena kerap dipakai dalam versi aransemen.
Namun, meski lagu tersebut cukup terkenal, Angga sebagai penciptanya tidak turut menikmati hasil uangnya. Pundi-pundi dari adsense masuk ke kantong pribadi kreator konten.
Sedangkan dirinya masih tetap berkutat sebagai kru sebuah event organizer di Kediri untuk menambah pemasukan keuangan.
“Pernah suatu kali saya jadi kru event organizer, malah lihat lagu saya sendiri dinyanyikan orang lain di panggung yang saya siapkan,” ujar Angga sambil terkekeh-kekeh.
Angga Penyu mengatakan, dirinya sebenarnya tidak mempermasalahkan lagunya tersebut dipakai namun setidaknya ada etika. Yaitu, minimal izin dulu kepadanya selaku pemilik lagu.
“La ini izin saja tidak apalagi bayar royalti,” tegas musisi yang mengawali karirnya bermusik dari aktivismenya di gereja ini.
Terhadap kreator konten yang bandel itu pun, Angga mengaku tidak pernah memperpanjang urusan. Dia juga sangat menghindari protes terbuka di laman komentar yang tersedia karena khawatir diserbu netizen. Sebab, tak semua netizen juga paham perlindungan karya.
Namun demikian, Angga yang juga putra dari seorang guru musik ini tidak menampik masih ada kreator konten yang cukup melek karya. Meski jumlahnya tak banyak.
Biasanya mereka meminta izin terlebih dahulu untuk meng-cover lagunya. Bahkan, ada juga yang memberinya uang sebagai tanda apresiasi atau penghormatan atas karyanya.
“Pernah ada kreator konten yang berisi sound horeg music DJ izin lalu kasih saya uang,” ungkapnya.
Belakangan, atas dorongan dari berbagai pihak, kini dirinya pun mulai mengambil sikap tegas dalam melindungi karyanya itu. Yaitu, mulai mendaftarkan paten lagu-lagu ciptaannya.
Pada lagu Kediriku itu, kata Angga, legalisasinya telah diurus melalui Pragita Music Jakarta sebagai publisher dan urusan royaltinya diserahkan ke Wahana Musik Indonesia (WAMI) yang tergabung di LMKN.
Lagunya tersebut kini juga bisa diakses di seluruh platform digital penyedia musim resmi yang ada.
“Akhir 2023 kemarin saya urus dan kelar awal 2024. Saatnya semua profesional.” pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/10/14/171944278/cerita-angga-dengarkan-lagu-ciptaannya-dinyanyikan-orang-lain-di-panggung