MALANG, KOMPAS.com - Jam menunjukkan pukul 11.25 WIB, saat Kompas.com sampai di Griya Lansia yang berlokasi di Desa Wajak, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.
Terlihat seorang lansia, dengan susah payah mengayuhkan kursi rodanya menuju ke masjid yang berada tepat di halaman Griya Lansia. Ia hendak mengumandangkan azan Zuhur.
Mikrofon masjid itu berada di sisi luar masjid. Seperti sengaja diletakkan di sana, untuk memudahkan lansia tersebut azan.
Bait per bait, lansia itu merapal kalimat azan, meski terdengar terbata-bata. Maklum, usianya sudah mulai uzur.
Disusul, lansia lain kompak mendatangi masjid untuk salat zuhur berjamaah. Ada yang masih normal berjalan, menggunakan tongkat, juga menggunakan kursi roda, sehingga harus dibantu lansia lain yang masih bisa berjalan.
Ya, merekalah para lansia binaan Griya Lansia, sebuah panti yang menampung para lansia, baik dari jalanan, maupun limpahan dari keluarganya yang sudah tidak mampu merawat.
Dari 150 lansia warga binaan Griya Lansia, ada sekitar 30 orang yang mengidap penyakit Demensia Alzheimer. Mereka pikun dan lupa masa lalunya. Bahkan, beberapa orang lupa kepada keluarganya sendiri.
Penanggung jawab harian Griya Lansia Khusnul Khatimah, Nurhadi Rahmad mengatakan, 30 lansia yang mengidap Demensia Alzheimer itu, terbagi dalam 3 kategori. Yakni kategori ringan, sedang, dan berat.
"Kategori ringan, relatif lebih terkendali. Sedangkan kategori sedang cenderung tidak terkendali. Dia mudah keluar sendiri ke luar area Griya Lansia. Sementara untuk kategori berat lebih temperamen, jadi sering marah-marah ekstrem," ungkapnya saat ditemui, Senin (16/9/2024).
Oleh karena itu, untuk kategori sedang dan berat, pengurus Griya Lansia membuat ruangan sendiri, yang terpisah dengan lansia lain. Tujuannya, agar tidak keluar dan mengganggu lansia binaan lainnya.
"Kalau yang kategori ringan, masih bisa kita campur dengan lansia lain," jelasnya.
Tidak ada perawatan khusus secara medis kepada para lansia yang mengalami Demensia Alzheimer di Griya Lansia.
Sebab, selain keterbatasan sumber daya manusia (SDM) ahli di bidang tersebut, beberapa obat, menurut Nurhadi, justru berisiko terhadap tubuh para lansia itu.
"Sehingga kami lebih mengutamakan terapi," tuturnya.
Terapi utama untuk para pengidap Demensia Alzheimer di Griya Lansia adalah terapi rohani, dengan cara mengajak mereka salat lima waktu secara berjamaah dan membaca zikir sebanyak-banyaknya. Kemudian sering mengajak mereka interaksi.
"Itulah kuncinya. Karena penderita Demensia Alzheimer cenderung aktif. Maka kita harus mengajak beraktivitas, dengan salat, zikir, dan komunikasi tersebut," ujarnya.
Terbukti, terapi itu manjur. Beberapa penderita menunjukkan perkembangan yang lebih baik. Dari awalnya sering marah-marah serta tiba-tiba keluar sendirian, seiring waktu berubah jadi lebih manut.
"Tentu kalau sembuh 100 persen, ingatannya menjadi pulih, sulit. Karena faktor usia yang memang sudah uzur," katanya.
"Tapi dengan terapi yang kami terapkan, seiring waktu mereka mulai nyambung ketika diajak komunikasi," imbuhnya.
Nurhadi menyebut, dari 30 lansia yang menderita Demensia Alzheimer itu, 5 di antaranya merupakan limpahan dari keluarganya, karena tidak mampu merawatnya.
"Sisanya, diambil dari jalanan, yang memang selama ini terlantar," ungkap Nurhadi.
Mereka yang terlantar rupanya memang sengaja ditelantarkan keluarganya akibat tidak mampu merawat.
"Karena keluarganya tidak mampu merawat, kemudian dibiarkan terlantar di jalanan," jelasnya.
Oleh karena itu, Nurhadi memberi saran kepada masyarakat yang mempunyai anggota keluarga Demensia Alzheimer, agar lebih perhatian.
Sebab penderita Demensia Alzheimer, cuma butuh perhatian orang-orang di sekitarnya. Perhatian itu, salah satunya bisa ditunjukkan dengan cara mengajaknya berkomunikasi.
"Yang paling utama, ajak penderita Demensia Alzheimer aktifitas religi. Seperti salat dan zikir. Insyaallah mereka akan lebih baik," pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/09/16/155659478/terapi-rohani-untuk-penderita-demensia-alzheimer-ala-griya-lansia-malang