Salin Artikel

Korban Pengeroyokan Oknum Pesilat di Malang Meninggal Setelah Koma Berhari-hari

MALANG, KOMPAS.com – Remaja berinisial ASA (17), warga Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang menjadi korban pengeroyokan oknum pesilat pada Jumat (6/9/2024) meninggal dunia setelah menjalani perawatan akibat koma di Rumah Sakit Tentara (RST) dr Soepraoen pada Kamis (12/9/2024) pagi sekitar pukul 06.30 WIB.

Korban dipulangkan ke rumah duka dan dimakamkan sekitar pukul 11.30 WIB. Tampak semua sanak keluarga menangis sedih dengan kepergian korban.

Jenazah korban diantarkan ke persemayaman terakhir oleh warga setempat dengan diiringi kembar mayang, sebuah adat warga berupa hiasan bunga sebagai tanda bahwa jenazah masih perjaka atau perawan.

Ayah korban, Nanang (42), sembari menahan kesedihan meminta kepada pihak kepolisian agar pelaku dihukum seberat-beratnya dan seadil-adilnya.

“Saya berharap fakta hukum tentang kasus ini dibuka dengan seadil-adilnya,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya, Kamis (12/9/2024).

Nanang mengaku kaget saat mengetahui anaknya dirawat di Rumah Sakit Prasetya Husada, sebelum dirujuk ke RST dr Soepraoen dalam kondisi sudah koma.

“Sejak awal saya tidak bisa berinteraksi lagi dengan anak saya, karena tidak bisa bergerak akibat koma,” jelasnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, jaringan otak di kepala korban sudah sudah putus akibat benturan benda keras.

“Tapi barang bukti benda kerasnya menurut kepolisian belum ketemu, nanti polisi akan mengungkap seperti apa benda kerasnya ini,” tuturnya.

Kasat Reskrim Polres Malang AKP Muhammad Nur membenarkan perihal meninggalnya ASA. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan lengkap karena masih ada kegiatan.

“Mohon waktu, kami masih ada kegiatan di luar,” terangnya.

Sebelumnya diberitakan, ASA menjadi korban pengeroyokan 8 oknum anggota Persatuan Setia Hati Terate (PSHT) pada Jumat (6/9/2024) malam.

Akibat pengeroyokan itu, ASA mengalami cidera di tubuhnya hingga koma. Sejak awal dirawat di rumah sakit, Kapolsek Karangploso, AKP Moch Sochib mengatakan kemungkinan hidup korban tipis.

"Kondisi korban sangat memprihatinkan. Ia masih terbaring koma di rumah sakit. Kemungkinan hidupnya tipis," ungkapnya melalui sambungan telepon, Selasa (10/9/2024).

Sochib menyebut, korban mengalami luka cukup banyak. Salah satu cedera yang fatal yakni pendarahan otak, lambung bocor, dan paru-paru ada darahnya.

Sochib mengatakan, peristiwa itu bermula saat korban diduga berfoto menggunakan atribut PSHT, kemudian diunggah di media sosial. Padahal, korban diduga bukan termasuk anggota PSHT.

"Foto korban menggunakan atribut itu lantas dilihat oleh salah satu pelaku yang kebetulan kenal dengan korban. Salah satu pelaku itu bertanya ‘kamu PSHT mana?’, lalu dia bilang kalau dia PSHT Singosari," ujarnya.

Salah satu pelaku itu tidak percaya, lalu bertanya ke salah satu anggota PSHT Singosari, dan dipastikan bahwa korban bukan bagian dari salah satu anggotanya.

"Merasa tersinggung, para pelaku akhirnya mengajak korban latihan bersama di kawasan Karangploso. Namun, ketika latihan, korban dikeroyok oleh 9 orang oknum anggota PSHT itu," jelas Sochib.

Sebanyak 9 terduga pelaku diamankan kepolisian akibat kasus tersebut. Dari 9 pelaku, beberapa di antaranya juga ada yang masih di bawah umur.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/09/12/151856478/korban-pengeroyokan-oknum-pesilat-di-malang-meninggal-setelah-koma-berhari

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com