Salin Artikel

Bocah 9 Tahun di Bangkalan Dipaksa Ayah Tiri Jadi Pemulung, Pemerintah Turun Tangan

Berbeda dengan anak-anak seusianya yang seharusnya menikmati masa bermain bersama teman, Bustomy terpaksa menjadi pemulung untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Bocah yang kini masih duduk di bangku kelas II sekolah dasar, diduga dipaksa menjadi pemulung oleh orangtuanya.

Bahkan, aktivitas memilah sampah dan mencari barang bekas yang dilakukan Bustomy sudah berlangsung sekitar satu tahun lalu.

"Bustomy sebenarnya merupakan warga asal Kabupaten Lamongan, Jawa Timur."

"Kini (dia) tinggal bersama kedua orangtuanya di Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, sejak akhir tahun 2021 lalu."

Demikian kata Pj Bupati Bangkalan Arief M. Edie saat dikonfirmasi, Kamis (29/8/2024).

Sebelum pindah ke Bangkalan, lanjut Arief, Bustomy bersama kedua orangtuanya tinggal di Kabupaten Lamongan.

Namun, orangtua kandungnya berpisah, sehingga Bustomy ikut bersama ibunya dan tinggal di Lamongan.

Pada tahun 2018, ibu dari Bustomy, Khusnul Khotimah, menikah lagi dengan Moh Soleh yang adalah warga Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan.

Kemudian, keluarga tersebut pindah dari Lamongan ke Kabupaten Bangkalan pada akhir tahun 2021 lalu.

Saat itu, Bustomy menderita penyakit pada bagian pencernaannya, sehingga harus dioperasi.

Mengetahui hal itu, Pemerintah Kabupaten Bangkalan memberikan bantuan pengobatan dengan membiayai biaya perawatan dan operasi Bustomy di RS Dr Soetomo Surabaya, Jawa Timur.

Bantuan tetap diberikan meski dia terhitung sebagai warga Lamongan. Bahkan, Pemkab Bangkalan juga memberikan bantuan berupa bahan pokok untuk kebutuhan sehari-hari.

Tak hanya dari Pemerintah, masyarakat sekitar juga tidak sedikit yang membantu memenuhi kebutuhan keluarga tersebut.

Setelah sembuh dari penyakitnya, Bustomy mulai menempuh pendidikan di salah satu SD di Kecamatan Labang.

Namun, di usianya yang seharusnya masih fokus pada pendidikannya, dia justru dipaksa menjadi pemulung oleh orang tuanya untuk menarik simpati dan iba dari warga sekitar.

Sampai akhirnya, momen Bustomy sedang menggendong karung dengan pakaian lusuh diabadikan konten kreator, diunggah ke media sosial Instagram dan akhirnya viral.

Hari ini, Pj Bupati Bangkalan Arief M. Edie bersama perwakilan Sekretariat Presiden mendatangi rumah Bustomy untuk memberikan peringatan kepada ayah sambung Bustomy agar tidak lagi menyuruh anak ini menjadi pemulung.

"Tadi sudah disampaikan pokoknya anak itu harus sekolah, tidak boleh mulung bagi, siapa yang menyuruh dia mulung akan dikenakan Undang-undang Perlindungan Anak," tegas Arief.

Selain itu, Arief juga menyampaikan, pemerintah pusat akan menjamin biaya pendidikan Bustomy hingga lulus SD.

Arief menambahkan, pemerintah juga menjamin alat kebutuhan sekolah adik Bustomy yang masih menempuh pendidikan anak usia dini (PAUD).

"Sudah diberikan jaminan oleh Presiden sampai lulus SD dengan adiknya yang masih PAUD, mulai seragam, kebutuhan ATK-nya, tas dan hingga sepatu."

"Jadi enggak usah mikir kebutuhan sekolah, semuanya sudah dijamin," kata Arief.

Tak hanya itu, Pj Bupati juga mengatakan, pihaknya memberikan bantuan sembako untuk kebutuhan sehari-hari, uang tabungan pendidikan, dan peralatan masak berupa kompor gas lengkap dengan perabotnya untuk digunakan sang ibu berjualan.

"Tabungan tersebut dititipkan ke pihak sekolah sampai Bustomy lulus SD yang penggunaannya harus diketahui oleh Pj Bupati, Kadinsos, Kapolsek, Dandim dan Kepala Desa."

"Agar biaya kebutuhan sekolah Bustomy tidak diambil oleh bapaknya," ujar dia.

Pj Bupati juga menjelaskan, kondisi kedua orangtua Bustomy masih dalam keadaan sehat, rumahnya juga permanen, sehingga tidak ada alasan untuk tetap menyuruh anaknya menjadi pemulung.

"Makanya kami minta untuk tidak lagi mulung karena tidak pada tempatnya anak kecil itu bekerja memulung, mereka harus sekolah."

"Nanti akan diawasi terus itu. Sebenarnya anak ini tidak mulung, kantongnya kosong," ucap dia.

Orangtua Bustomy enggan dimintai keterangan soal dugaan ekploitasi terhadap Bustomy.

Namun, cerita tentang dugaan eksploitasi kepada Bustomy ini dibenarkan Koramil Labang Kapten Inf Parnowo, di mana rumah orangtua Bustomy terletak di belakang markas Koramil Labang.

Menurut Parnowo, eksploitasi kepada Bustomy itu sudah diketahui oleh banyak warga sekitar, sebab setiap hari, sepulang sekolah, Bustomy langsung disuruh menjadi pemulung oleh ayah tirinya.

Namun, menurut dia, Bustomy tidak benar-benar menjadi pemulung, sebab karung yang biasa digendongnya tidak ada isinya.

"Memang ketakutan anak itu sama orangtuanya. Sedangkan karung yang dibawa itu enggak ada isinya, jadi settingan saja itu supaya dapat iba gitu dari masyarakat, sehingga memberikan uang kepada anak ini," ujar dia.

Dia juga mengatakan, Pemkab Bangkalan meminta agar Bustomy tidak lagi disuruh menjadi pemulung agar fokus ke pendidikannya.

Namun ayah tiri Bustomy saat itu sempat menolak dengan alasan agar anaknya itu tetap membantu mencari penghasilan untuk kedua orangtuanya.

"Mau disekolahkan bahkan sampai kuliah, tapi dengan syarat saya diberi uang Rp200.000 setiap hari karena untuk beli rokok kebutuhan saya," kata dia menirukan perkataan ayah tiri Bustomy.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/08/29/192347878/bocah-9-tahun-di-bangkalan-dipaksa-ayah-tiri-jadi-pemulung-pemerintah-turun

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com