Namun, aksi unjuk rasa berakhir ricuh setelah massa dan polisi terlibat aksi dorong.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan saat demo tersebut, yakni mengawal PKPU Pilkada, menolak revisi UU TNI/Polri, pengesahan UU Perampasan Aset, dan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun dari jabatannya.
Polisi menembakkan gas air mata dan water cannon ke arah demonstran yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, hingga masyarakat sipil.
Demonstrasi yang berujung kericuhan itu pun membuat jatuhnya korban.
Pendamping hukum Geram, Tuti Wijaya, mengungkapkan, demonstrasi yang berujung kericuhan ini mengakibatkan 33 mahasiswa menjadi korban.
Para korban dibawa ke beberapa rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, yakni di RS Roemani, RSUP Kariadi, dan RS Hermina Pandanaran Semarang.
"Data yang di rumah sakit sejauh ini ada 33 korban," katanya pada Senin malam.
Tuti mengatakan, ada korban yang mengalami serangan jantung hingga luka di kepala akibat kericuhan yang terjadi.
"Ada yang sesak napas, ada juga yang kepala bocor. Ada juga (serangan) jantung dan langsung kita larikan ke rumah sakit," tuturnya.
Terpisah, perwakilan mahasiswa dari Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang, Bobon mengungkapkan ada 10 peserta aksi lainnya yang juga dibawa mobil karena terkena efek gas air mata yang ditembakan oleh polisi.
"Ada juga yang terlempar karena water canon," kata Bobon.
Selain itu, dia juga mengungkapkan ada rekannya yang terkena pukulan dari polisi yang mengejar.
"Dikejar sambil digebukin banyak," tuturnya.
Ada 21 pelajar yang ditangkap
Selain itu, demo yang berujung ricuh itu juga membuat 21 pelajar SMA dan SMK turut ditangkap polisi.
Tuti mengungkapkan pihaknya belum dapat menemui para pelajar yang tertangkap tersebut.
"Kami sampai malam ini belum dapat menemui para pelajar yang ditangkap," tutur dia, Senin malam.
Sementara, menurut kuasa hukum lainnya, Nasrul Dongoran, menyebut adanya upaya penghalangan oleh Polrestabes Semarang untuk pihaknya melakukan pendampingan hukum.
Dia menduga adanya pelanggaran prosedur oleh polisi ketika melakukan penyelidikan terhadap para pelajar yang ditangkap tersebut.
"Mengingat anak di bawah umur, penyidik harus penyidik khusus bukan penyidik umum. Selain itu, mereka tak bisa diperiksa malam hari karena berpotensi melanggar hak-hak anak," ujarnya.
Korban akibat dari demonstrasi ini pun tidak hanya berasal dari kalangan peserta demo saja. Ada polisi yang menjadi korban yaitu Wakasat Intel Polrestabes Semarang.
Hal ini disampaikan oleh Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar.
Kata Irwan, polisi terluka terkena lemparan batu dari pelajar.
"Kami sayangkan mengapa adik-adik mahasiswa melibatkan siswa-siswi dari STM. Yang mereka provokasi, datangnya kurang lebih 18.00 WIB setelah magrib. Adik-adik STM datang, entah dari mana melakukan pelemparan," paparnya.
Irwan mengatakan, petugas masih melakukan inventarisir berapa massa yang diamankan dan berapa korban akibat aksi pelemparan yang dilakukan saat demonstrasi.
"Tadi teman-teman menyaksikan bagaimana adik-adik kita melakukan pelemparan batu, paving, kayu. Ada beberapa korban. Bahkan, Wakasatintel Polrestabes terkena tombak pipi kanan," kata dia.
"Kami masih inventarisir apakah ada korban lain selain Wakasatintel baik petugas maupun mahasiswa. Mudah-mudahan tidak ada korban lagi," terang Irwan.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Muchamad Dafi Yusuf | Editor: Robertus Belarminus), Tribun Jateng
https://surabaya.kompas.com/read/2024/08/27/103000078/demo-di-semarang-ricuh-33-mahasiswa-terluka-21-pelajar-ditangkap-ada-polisi