Salin Artikel

Cerita Warga Lereng Semeru, Terbiasa Lihat Erupsi dan Pilih Bertahan

Gunung Semeru yang berada di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, diketahui sebagai gunung api aktif yang bisa mengalami erupsi besar kapan saja. Seperti pada 4 Desember 2021 dan 2022.

Sedikitnya, ada 128 jiwa meninggal dunia, ribuan rumah, dan fasilitas umum seperti masjid serta jembatan rusak akibat terjangan lahar.

Usai peristiwa yang menimbulkan trauma itu, warga toh masih beraktivitas di sekitar lereng Gunung Semeru. Ada yang berkebun, beternak, hingga bekerja di tambang pasir.

Kini, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Semeru menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), berada pada level II atau waspada.

Fenomena letusan asap setinggi 500 sampai 1.500 dari puncak kawah menjadi tontonan setiap hari bagi warga yang tinggal di lereng gunung.

Saking biasanya, jarang sekali ada warga yang mengabadikan aktivitas vulkanik Gunung Semeru yang rutin terjadi setiap hari.

Bahkan, warga setempat mengaku heran dan khawatir jika aktivitas vulkanik jarang terjadi. "Biasa kalau letusan gini setiap hari, malah kalau gak ada letusan orang-orang bingung gunungnya gak papa ta ini," kata Suyati, akhir pekan lalu.

Tidak hanya letusan, suara gemuruh Gunung Semeru juga seakan menjadi musik alami yang kerap menemani waktu tidur warga.

Menurut Erik, salah satu warga di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, beberapa hari terakhir, suara letusan memang terdengar lebih keras dari biasanya.

Erik yang juga bergerak sebagai relawan Semeru menerangkan, beberapa warga ada juga yang khawatir dan menanyakan pada dirinya terkait kondisi gunung.

"Memang suaranya lebih keras, banyak yang tanya itu, ya saya jawab sambil menenangkan tidak ada apa-apa, karena memang dari pos pantau belum ada informasi ada peningkatan dan semacamnya," ungkap Erik.

Tepatnya di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro. Di sana, warga dibuatkan rumah oleh Pemerintah, sudah terisi lengkap dengan perabotan dan siap ditinggali.

Meski letaknya tetap berada di lereng, namun lokasinya tidak langsung menghadap bibir kawah yang rawan mengalami guguran material.

Namun, di tempat baru, warga dibuat pusing dengan tidak adanya sumber ekonomi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Akhirnya, warga banyak yang memilih kembali ke tempat lama. Ada yang kembali menempati rumahnya yang rusak, ada juga yang hanya bekerja dan kembali ke tempat relokasi.

Aktivitasnya beragam. Ada yang bertani, berkebun, beternak, hingga bekerja di tambang pasir.

Khusus tambang pasir, meski tempatnya masih berada dalam radius yang dilarang beraktivitas oleh PVMBG, namun, para penambang memiliki alasan lain selain ekonomi yakni keselamatan warga sekitar lereng.

Aktivitas pertambangan, kata Imam, menjadi salah satu langkah mengantisipasi terjadinya penumpukan pasir yang turun dari gunung.

Sebab, apabila tidak dilakukan penambangan, pasir-pasir akan menumpuk di aliran sungai yang di jalur lahar.

Akibatnya, saat hujan deras turun sambil membawa material dari puncak gunung, badan sungai tidak mampu menampung dan akhirnya meluber tidak terkendali ke permukiman warga.

"Tapi kita pasti diberi tahu terlebih dahulu sama pos pantau, kalau memang ada peningkatan aktivitas pasti langsung dikabari dan kami juga paham dan mau berhenti," terang Imam.

"Para penambang di sini juga sudah diedukasi dengan baik jadi begitu ada erupsi kita tahu harus lari kemana," ungkap dia.

Sementara, Kepala BPBD Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengimbau warga yang beraktivitas di lereng Gunung Semeru untuk tetap waspada.

Warga diminta tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).

Di luar jarak tersebut, warga juga diminta tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak.

Selain itu, kata Patria, dalam radius lima kilometer dari kawah Gunung Api Semeru agar tidak dilakukan aktivitas karena rawan terhadap bahaya lontaran batu.

"Kami imbau warga untuk tetap waspada dan perhatikan rekomendasi dari PVMBG, apalagi erupsi yang terjadi terkadang tidak bisa dilihat secara visual seperti pagi tadi," sebut dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/08/19/063841078/cerita-warga-lereng-semeru-terbiasa-lihat-erupsi-dan-pilih-bertahan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com