Vonis tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (24/7/2024).
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP," katanya saat membacakan putusan.
Karena itu, hakim meminta jaksa membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
"Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas," tegasnya.
Hakim juga meminta agar jaksa penuntut umum segera membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan dibacakan.
"Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan ini dibacakan, serta memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan dan hak-hak serta martabatnya," ucap hakim.
Kuasa hukum terdakwa Ronald Tannur, Lisa Rahmat hanya menyatakan rasa syukurnya atas putusan itu.
"Alhamdulillah," ucapnya singkat.
Penganiayaan dilakukan usai mereka karoake di salah satu club malam di Surabaya. Video Dini terkapar di basement dalam kondisi tak sadarkan diri pun sempat beredar di emdia sosial.
Kasus tersebut berawal saat Ronald dan korban malam malam pada Selasa (3/10/2023) sekitar pukul 18.30 WIB. Setelah itu keduanya pergi ke tempat karaoke di sekitar Jalan Mayjend Jonosoewojo, Surabaya setelah dihubungi oleh rekannya.
Mereka tiba pukul 21.00 WIB dan bergabung dengan tujuh rekannya untuk karaoke dan minum minuman keras. Pada Rabu (4/10/2023) sekitar pukul 00.30 WIB, Ronald dan kekasihnya terlibat cekcok dan sempat disaksikan oleh petugas yang ada di lokasi kejadian.
"(Ronald) menendang kaki kanan hingga korban terjatuh sampai posisi duduk. Lalu GRT memukul kepala korban dengan menggunakan botol minuman keras," kata Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce, (6/10/2023).
Tak hanya itu, Ronald juga melindas sebagian tubuh kekasihnya dengan mobil mobil bernomor polisi B 1744 VON hingga terseret setidaknya sejauh lima meter.
Saat itu pelaku juga sengaja menginjak gas mobil ketika korban masih duduk di lantai dengan bersandar pada pintu mobil.
"Si pelaku melihat korban berada di sisi kendaraan yang sedang duduk. Namun (pelaku) memasuki kemudi kendaraan, tidak ada kata awas dari si pelaku," jelas Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono pada 11 Oktober 2023.
Ia juga mengatakan Ronald sempat memukul kepala korban sebanyak dua kali saat berada di lift menuju basement.
Ia juga sempat memberikan napas buatan, namun sang kekasih sudah tak bergerak. Lalu Ronald membawa Dini ke ke Rumah Sakit (RS) National Hospital Surabaya.
Saat tiba di rumah sakit, korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
Ronald Tannur sempat membuat laporan palsu atas kematian korban dengan maksud menghindari jerat hukum.
Ronald Tannur mendatangi Polsek Lakarsantri Surabaya usai dokter National Hospital menyatakan Dini tewas. Kepada polisi, Ronald bilang kalau ada perempuan meninggal di Apartemen Surabaya Barat, setelah asam lambung kambuh.
Dari informasi yang diberikan pelaku tersebut, Polsek Lakarsantri dan Inafis Polrestabes Surabaya mendatangi lokasi.
Awalnya, polisi sempat percaya dengan laporan Ronald.
Ketika diwawancara sejumlah media, pejabat Polsek Lakarsantri mengatakan bahwa Dini tewas karena penyakit bawaan, yaitu asam lambung.
Atas berita tersebut, teman-teman Dini menyebarkan bukti-bukti kondisi terakhir korban ketika dari Blackhole KTV Club, Lenmarc Mall, bersama Ronald.
Akhirnya Satreskrim Polrestabes Surabaya memutuskan mengambil alih kasus tersebut.
Beberapa tim pun disebar untuk mencari informasi. Di situlah kejanggalan mulai terungkap. Pada Rabu, 4 Oktober 2023 sekira pukul 23.00 WIB, jenazah Dini diotopsi di RSUD dr Soetomo.
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, tersangka merupakan anak dari anggota DPR RI dari Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Edward Tannur.
"Korban dan tersangka GRT, mereka berdua menjalin hubungan sejak bulan Mei 2023, kurang lebih lima bulan," paparnya, Jumat (6/10/2023),
Berdasarkan hasil otopsi, ditemukan sejumlah luka di tubuh korban, baik pada tubuh luar maupun dalam.
“Pemeriksaan luar, kami temukan luka memar kepala sisi belakang, kemudian pada leher kanan-kiri, pada anggota gerak atas,” ujar perwakilan tim forensik RSUD Dr Soetomo, dr Reny, Jumat (6/10/2023).
Tim forensik juga mendapati memar di bagian dada kanan dan tengah, perut kiri bawah, lutut kanan, tungkai kaki atas atau paha, serta punggung kanan korban.
Terdapat pula luka lecet pada anggota gerak atas. Tak hanya bagian luar, luka-luka juga ditemukan di tubuh dalam korban, yaitu pendarahan pada organ dalam, patah tulang, hingga memar.
Kuasa hukum korban, Dimas Yemahura mengatakan, pihak keluarga menyampaikan rasa kecewa usai Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik membacakan vonis bebas pada anak anggota DPR RI itu di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
"Kami mewakili keluarga korban, menyatakan kekecewaan dan dukacita yang mendalam atas matinya keadilan di Republik Indonesia ini, khususnya di PN Surabaya," kata Dimas, di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (25/7/2024).
Putusan bebas terhadap Ronald Tannur dianggap telah menyakiti hati keluarga. Hakim meyakini Ronald Tannur tidak terbukti secara sah membunuh dan menganiaya Dini.
"Kami mengecam keras putusan yang dikeluarkan majelis hakim PN Surabaya yang bebaskan GRT (Gregorius Ronald Tannur), dengan vonis bebas atas putusan jaksa," jelasnya.
Dimas menilai, majelis hakim yang mengawal kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti tersebut bersikap tendensius dan kerap mengintervensi saksi.
Hal itu terlihat selama proses persidangan berlangsung.
"Saya melihat beberapa kali hakim melakukan perbuatan atau sikap yang menurut kami tendensius. Dan hakim sering mengintervensi saat saksi memberikan keterangan dalam sidang," ujarnya.
Salah satu contohnya, kata dia, saat ahli forensik dimintai keterangan terkait penyebab kematian korban.
"Saya ingat saat ahli forensik dari RSUD dr. Soetomo dihentikan oleh majelis hakim. Ada kata yang saya kutip saat akhir sidang, hakim katakan 'tahu dari mana kamu kalau yang membunuh itu dia (terdakwa)'," ucapnya.
Dimas mengganggap, tindakan majelis hakim dalam melemparkan pertanyaan tersebut ke saksi kurang beretika. Selain itu, dia menilai sikap itu tidak menjaga perasaan keluarga korban.
"Menurut saya ucapan hakim tersebut kurang beretika, kurang menjaga sosial of sense terhadap almarhum, terhadap keluarga almarhum Dini Sera Afriyanti," katanya.
SUMBER: KOMPAS.com
https://surabaya.kompas.com/read/2024/07/25/190900978/perjalanan-kasus-ronald-tannur-lindas-tubuh-pacar-dengan-mobil-hingga-buat