Salin Artikel

KPU Lumajang Bantah Pantarlih Survei Elektabilitas Bacalon Gunakan Aplikasi E-Coklit

LUMAJANG, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lumajang Henariza Febriadmadja membantah petugas pemutakhiran data pemilih (Pantarlih) menggunakan aplikasi E-Coklit milik KPU untuk survei elektabilitas bakal calon bupati.

Sebelumnya diberitakan, oknum Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Nguter, Kecamatan Pasirian, memerintahkan petugas pantarlih untuk melakukan coklit data pemilih sambil survei elektabilitas bacabup Lumajang.

Hal ini terungkap setelah obrolan grup WhatsApp Pantarlih 2024 di Desa Nguter tersebar di berbagai media sosial.

Bahkan, KPU Kabupaten Lumajang telah membenarkan adanya oknum nakal badan adhoc yang melakukan proses coklit tidak sesuai aturan.

Menurut Febri, modus yang dilakukan petugas Pantarlih saat nyoklit sambil survei menggunakan Google Form tidak menggunakan aplikasi E-Coklit.

Sehingga, proses input dilakukan petugas sebanyak dua kali. Pertama, data pemilih di-input di aplikasi E-Coklit dan kemudian di-input ulang di Google Form.

Bahkan, Febri menyebut, proses surveinya menggunakan lembaga lain yang disisipkan ke sela-sela kegiatan pantarlih.

"Pakai Google Form, kalau E-Coklit kan punya sendiri kita, kalau lembaga survei itu ada Google Formnya, istilahnya kalau orang Jawa itu nyambi," terang Febri.

Namun, dalam tangkapan layar percakapan grup pantarlih yang tersebar, terdapat pesan yang dikirimkan salah satu PPS menunjukkan gambar yang diduga aplikasi E-Coklit milik KPU.

Penelusuran Kompas.com, gambar yang ada pada pesan tersebut memiliki tampilan latar belakarang hitam dan kolom-kolom bergaris putih, mirip dengan aplikasi E-Coklit.

Bahkan, kode 1-6 yang digunakan pantarlih untuk menuliskan pilihan responden saat pilkada seperti yang diperintahkan PPS juga sama dengan yang ada di aplikasi E-Coklit.

Sebagai informasi, PPS menggunakan kode 1-6 dengan keterangan sebagai berikut. Kode 1 menandakan memilih Cak Thoriq, kode 2 memilih Bunda Indah, kode 3 piliha  lain, kode 4 berarti belum menentukan pilihan, kode 5 artinya menunggu serangan fajar, dan kode 6 berarti rahasia.

Sedangkan, pada aplikasi E-Coklit milik KPU, angka 1-6 digunakan untuk menuliskan keterangan disabilitas pemilih.

Angka 1 menandakan disabilitas fisik, angka 2 disabilitas intelektual, angka 3 disabilitas mental, angka 4 disabilitas sensorik wicara, angka 5 disabilitas sensorik rungu, dan angka 6 disabilitas sensorik netra.

Salah satu petugas pemungutan suara (PPS) berinisial N di Kabupaten Lumajang mengatakan, penyalahgunaan kolom disabilitas pada E-Coklit sebagai sarana menghimpun data elektabilitas tidak berpengaruh pada surat suara yang nantinya akan dicoblos pemilih saat pilkada berlangsung.

Menurutnya, meski pemilih merupakan disabilitas, surat suara yang disediakan sama dengan pemilih normal.

"Risikonya kalau memang itu jadi sarana melihat elektabilitas, pasti akan dicek oleh pengawas pemilihan tingkat desa atau kelurahan langsung ke warga dan bisa jadi temuan kalau ternyata yang bersangkutan bukan penyandang disabilitas," jelasnya.

Hal ini senada dengan keterangan Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu Lumajang Mudawiyah yang menyebut, kasus coklit sambil survei merupakan temuan Panwascam.

"Ini temuan dari Panwascam dan sudah dilaporkan ke kita, sekarang sedang proses klarifikasi dan kajian, kita lihat nanti ini melanggar administrasi, etik, atau bahkan pidana," terang Mudawiyah.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/07/16/120655778/kpu-lumajang-bantah-pantarlih-survei-elektabilitas-bacalon-gunakan-aplikasi

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com