Salin Artikel

Oknum PPS di Lumajang Perintahkan Pantarlih Coklit Sambil Survei Elektabilitas Bacabup

LUMAJANG, KOMPAS.com - Sebuah tangkapan layar grup WhatsApp Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, viral di berbagai media sosial.

Sebab, dalam grup tersebut terdapat percakapan yang menginstruksikan petugas pantarlih melakukan pendataan pemilih sekaligus survei elektabilitas bacabup.

Dalam tangkapan layar itu, tampak pesan yang dikirimkan oleh anggota grup dengan nama Aisyah. Dalam tulisannya, ia menginstruksikan petugas pantarlih untuk melakukan coklit sekaligus survei.

"Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat pagi, mohon perhatiannya dan bantuannya bapak/ibu/saudara/i per hari ini ketika coklit ke rumah-rumah warga sekalian survei nggeh, untuk kolom survei diisi pada status pemilih. Jadi diisi 2 pada status pemilih yang pertama sesuai yang kedua sesuai hasil survei. Sekian, terima kasih atas waktunya," tulis akun WhatsApp Aisyah di grup pantarlih.

Tidak sampai di situ, akun itu bahkan mengirimkan pesan lagi yang berisi kode untuk hasil survei dengan angka 1-6 berikut dengan keterangan masing-masing angka.

Kode 1 menandakan memilih Cak Thoriq, kode 2 memilih Bunda Indah, kode 3 pilihan lain, kode 4 berarti belum menentukan pilihan, kode 5 artinya menunggu serangan fajar, dan kode 6 berarti rahasia.

Berbeda dengan pesan pertama, pesan berisi kode itu terdapat tanda diteruskan atau pesan tersebut dikirim ulang dari pesan orang lain.

Pesan berisi kode juga dikirimkan oleh anggota grup lain dengan nama Mr. Rokhin.

Penelusuran Kompas.com melalui Surat Keputusan KPU Kabupaten Lumajang Nomor 934 Tahun 2024 tentang Penetapan dan Pengangkatan Anggota Panitia Pemungutan Suara untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati pada Kecamatan Pasirian, nama Siti Aisyah dan Mohamad Rokhin terdaftar sebagai anggota PPS di Desa Nguter.

Respons KPU

Ketua KPU Lumajang Henariza Febriadmadja membenarkan temuan proses coklit disertai survei di Desa Nguter, Kecamatan Pasirian.

Saat ini, kata Febri, KPU masih menunggu proses kajian yang dilakukan oleh Bawaslu untuk nantinya akan ditindaklanjuti dalam sidang pleno.

"Benar apa yang sudah terjadi di Pasirian, saat ini masih proses di Bawaslu, kita masih menunggu nanti rekomendasi apa yang dikeluarkan oleh Bawaslu," kata Febri di Kantor KPU Lumajang, Senin (15/7/2024).

Langgar aturan

Sementara, Divisi Hukum dan Penindakan Bawaslu Kabupaten Lumajang Mudawiyah mengatakan, proses coklit yang dibarengi survei elektabilitas bacabup dipastikan melanggar aturan.

Namun, Mudawiyah belum mengungkapkan hasil kajian bawaslu perihal kasus ini. Menurutnya, saat ini proses penyelidikan masih dilakukan di tataran Panwascam.

"Ini temuan dari Panwascam dan sudah dilaporkan ke kita, sekarang sedang proses klarifikasi dan kajian, kita lihat nanti ini melanggar administrasi, etik, atau bahkan pidana," tegas Mudawiyah.

Menurut Mudawiyah, proses coklit tersebut menyalahi prosedur.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/07/15/145753878/oknum-pps-di-lumajang-perintahkan-pantarlih-coklit-sambil-survei

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com