Para pendemo menuntut Penjabat (Pj) Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang mundur dari jabatannya.
Dalam orasinya, mereka menyatakan kedua pejabat utama Pemkab Lumajang ini telah mati hati nuraninya karena menghapus honor guru non-NIP mulai 1 Juli 2024.
"Kita ingin Pj Bupati dan Sekda mundur dari jabatannya karena tidak lagi berpihak kepada guru, padahal mereka semua bisa duduk di posisi saat ini karena dididik oleh guru," kata salah satu pendemo.
Pantauan Kompas.com, pendemo datang membawa keranda bergambar Pj Bupati Lumajang Indah Wahyuni dan Sekda Agus Triyono.
Kemudian, mereka membakar keranda itu di depan pagar Pemkab Lumajang. Sebelum dibakar, pendemo lebih dulu melantunkan adzan sebagai simbol mengantarkan mayat.
Setelah berorasi lebih dari satu jam dan tidak ditemui Pj Bupati maupun Sekda, para pendemo mengamuk dan mencoba merangsek masuk ke dalam.
Namun, upaya mahasiswa itu diadang polisi. Aksi saling dorong pun tidak terhindarkan.
Bahkan, polisi tampak beberapa kali menyemprotkan air dari mobil water cannon untuk membubarkan pendemo.
Para pendemo pun tampak melemparkan barang-barang yang ada di sekitarnya seperti tong sampah dan baliho kepada polisi.
Plt Asisten Administrasi Pemkab Lumajang Ahmad Taufik sempat bertemu pendemo.
Namun, lagi-lagi mereka menolak berdialog jika bukan Pj Bupati atau Sekda yang menemui.
Sohibuddin, salah satu peserta aksi tersebut mengaku kecewa dengan sikap yang ditunjukkan pemerintah.
Ia mengatakan, kedatangannya bersama para peserta aksi lain untuk menyampaikan aspirasi malah dihadang aparat yang terus menghalangi untuk bertemu Pj Bupati dan Sekda.
"Kami membawa suara para guru yang sudah didzolimi tapi kami malah dianggap hewan yang tidak diperbolehkan masuk malah kami ditindas seperti sampah," kata Sohibudin di sela-sela aksi.
Korlap aksi, Sulaiman mengatakan, para pendemo hanya meminta pemerintah mengembalikan hak para guru non-NIP untuk menerima honor seperti sebelumnya.
Sebagai informasi, guru non-NIP di Kabupaten Lumajang berjumlah lebih dari 8.000 orang.
Dulu, para guru honorer ini mendapatkan tunjangan dari pemerintah sebesar Rp 500.000.
Awal 2024, pemerintah menurunkan tunjangan guru honorer sebanyak 50 persen atau Rp 250.000 karena kemampuan anggaran daerah tidak cukup.
Namun, mulai 1 Juli 2024, kebijakan pemberian honor kepada guru non-NIP resmi dihapuskan oleh pemerintah.
"Kami meminta honor guru dikembalikan, karena non-NIP itu dipotong habis sekarang, di mana hati nuraninya, ini pendidikan untuk memajukan negara," tegasnya.
Sementara itu Plt Asisten Pemerintah Kabupaten Lumajang Ahmad Taufik mengatakan, saat ini baik Pj Bupati maupun Sekda sedang tidak berada di Lumajang. Keduanya tengah menjalankan tugas dinas di luar kota.
"Bu Pj dan Sekda sedang ada tugas di luar kota, jadi bukan lari seperti yang disampaikan teman-teman tadi," jelas Taufik.
Perihal penghapusan honor guru non-NIP, menurut Taufik, pemerintah hanya menjalankan rekomendasi BPK atas temuan dana hibah terus menerus.
"Pemerintah punya dasar, dasarnya rekomendasi BPK tentang pemberian dana hibah terus menerus," jelasnya.
Akhirnya peserta aksi membubarkan diri karena tidak kunjung ditemui dan berdekatan dengan waktu shalat Jumat.
Mereka berjanji akan datang lagi dengan jumlah orang yang lebih besar.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/07/05/131018178/massa-bakar-keranda-bergambar-pj-bupati-dan-sekda-saat-demo-tolak