Rumah tersebut terletak tepat di belakang Kantor Kelurahan Gadingkasri. Polisi melakukan penggerebekan karena rumah tersebut diduga pabrik narkoba.
Dari pabrik narkoba tersebut, polisi mengamankan barang bukti dalam jumlah besar yakni ganja sintetis atau tembakau gorilla seberat 1,2 ton, 25.000 pil ekstasi, hingga 25.000 pil xanax.
Dalam satu hari, pabrik narkoba tersebut bisa memproduksi 4.000 butir pil xanax. Pabrik narkoba tersebut diklaim terbesar di Indonesia.
Berikut lima fakta pabrik narkoba di Kota Malang:
1. Sempat jadi tempat fotokopi
R, salah satu warga sekitar mengatakan rumah yang digerebek itu dulunya dijadikan tempat usaha fotokopi.
"Dulunya tempat fotokopi, tapi sudah lama tutup. Kalau tidak salah, tutupnya saat pandemi Covid tahun 2020 lalu," ujarnya , Selasa (2/7/2024).
R mengungkapkan, setelah tidak dijadikan tempat usaha fotokopi, rumah tersebut terlihat kosong.
"Saya sering lewat, rumah itu terlihat kosong seperti tidak ada penghuninya. Saya juga kurang tahu, sekarang siapa yang mengkontraknya," jujurnya.
Sementara itu Eni Suci Hariati, warga sekitar mengatakan seperti tak ada aktivitas di dalam rumah tersebut. Lampu bagian depan tidak pernah menyala. Tetapi, lampu di bagian tengah dan belakang tampak menyala.
"Seakan-akan tidak ada orang, tahunya kosong, enggak tahunya di dalam ada kegiatan seperti ini," kata Eni, Rabu (3/7/2024).
Ia mengatakan rumah tersebut sudah dikontrak selama 3 bulan terakhir, namun ia tak tahu siapa yang mengontrak.
"Itu dulu rumah kosong, lantas dikontrak sama orang, kan itu pemiliknya sudah meninggal dunia dan dialihkan ke anaknya. Anaknya tidak di Malang, saya tidak tahu yang ngontrak orang mana," ungkapnya.
Ketika malam hari, dari rumah yang selalu tertutup rapat itu, sering kali terdengar orang-orang yang sedang bernyanyi dengan gitar.
"Kalau dulu pemilik rumah asli tidak pernah tertutup, seperti rumah-rumah lainnya, tapi sejak dihuni ini tertutup rapat ada fiberglass-nya," katanya.
Sementara itu Ketua RT setempat, Fadhil Ma’ruf (43) mengatakan, pengontrak rumah belum izin untuk menjadikan rumah itu sebagai tempat usaha event organizer.
Pembuatannya dipandu dengan jarak jauh melalui Zoom Meeting yang hanya menampilkan suara dari pemandu tanpa ada wajahnya melalui layar TV.
"Jadi di dalam ada satu TV untuk memandu, membuatnya dipandu dari jarak jauh menggunakan Zoom Meeting. Tidak dikendalikan langsung, tapi jarak jauh, pengendalinya seorang WNA yang saat ini kami dalam proses pencarian," kata Komjen Wahyu di Kota Malang pada Rabu (3/7/2024).
Saat penggerebekan, polisi mengamankan delapan tersangka. Di antaranya satu peracik, atau bertugas meracik menjadi produk jadi dengan inisial YC (23).
Kemudian, pembantu meracik, atau membantu menyiapkan peralatan dan sebagainya, yakni FP (21), DA (24), AR (21), SS (28). Selanjutnya, ada tersangka yang bertugas menjadi pengedar atau kurir yaitu RR (23), IR (25), HA (21).
Mereka di antaranya merupakan pengangguran yang sedang mencari pekerjaan, dan juga terdapat mantan residivis dalam kasus yang sama.
"Jadi di antara mereka ini ada perantara, antara peracik dan pengedar tidak saling mengenal, termasuk dengan kokinya (pemandu), tetapi ada orang-orang yang mengenalkan, ini masih kita dalami terus," katanya.
Temuan-temuan "kakap"-nya adalah ganja sintetis atau tembakau gorilla seberat 1,2 ton, 25.000 pil ekstasi, 25.000 pil xanax.
"Kapasitas produksi untuk xanax dalam satu hari bisa 4.000 butir, maka satu bulan 120 ribu, ini jumlah besar, belum lainnya," ujar Komjen Pol Wahyu Widada.
Polisi juga menyita prekursor atau beberapa zat kimia yang dapat diproduksi menjadi 2,1 juta butir pil ekstasi.
"Di dalam (rumah produksi narkoba) juga ditemukan adanya mesin pencacah, mesin pencetak, mesin pemanas, beserta cooler-nya," ucapnya.
Wahyu memperkirakan narkoba yang disita senilai Rp 143,5 miliar.
4. Berada di tengah pemukiman penduduk
Komjen Wahyu menyampaikan, lokasi laboratorium ini berada di tengah permukiman padat penduduk.
Menurutnya, kondisi ini sangat memprihatikan, ditambah wilayah Malang merupakan salah satu kota pendidikan di Indonesia.
"Pabrik ini didirikan ditengah permukiman, dimana wilayah Malang ini merupakan satu kota yang banyak generasi pemudanya dari berbagai daerah di Indonesia, salah satu daerah pendidikan banyak universitas," ujarnya.
"Apabila kita tidak segera ungkap maka dikhawatirkan akan terjadi peredaran di generasi muda, karena pengguna tembakau ini kebanyakan anak-anak muda," tambahnya.
Sementara itu ketua RT setempat, Fadhil mengaku sempat diajak polisi masuk ke dalam rumah tersebut.
"Saya ditanyai, seperti apakah mengenali lima orang laki-laki yang ditangkap. Saya tidak mengenalinya sama sekali. Baru tahu, dari informasi pemilik rumah, bahwa kelimanya itu berasal dari Jawa Barat," bebernya.
Ia mengatakan di dalam rumah terdapat mesin yang diduga digunakan untuk memproduksi narkoba serta tumpukan kardus.
"Tetapi, saya tidak bisa melihat terlalu lama. Karena di dalam rumah, baunya sangat menyengat dan bikin sesak napas," katanya.
Mereka memberi label produknya dengan nama Ganesha dan sindikat tersebut di Malang berkedok event organizer dengan nama Mitra Ganesha.
Mereka menjual produknya secara daring melalui media sosial Instagram. Narkoba itu dikemas dengan plastik putih bermerek dagang Ganesha.
Dibagi dalam tiga model kemasan, yaitu kemasan lima gram untuk pengguna langsung, kemasan satu kilogram untuk reseller, dan kemasan lima kilogram untuk distributor.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, bahwa pengungkapan dan penggerebekan itu, merupakan hasil pengembangan dari kasus narkoba di Jakarta.
"Pada 29 Juni 2024 lalu, kami mengungkap tempat transit ganja sintetis atau dikenal dengan nama tembakau gorilla di Kalibata, Jakarta Selatan. Di tempat transit ini, kami amankan 23 kilogram ganja sintetis," ujar dia.
Dari pengungkapan di Jakarta, polisi mengamankan RR (23), IR (25), dan HA (21). Ketiganya merupakan warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Sementara lima tersangka yang digerebek di Malang seluruhhnya juga berasal dari Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Atas perbuatannya tersebut, para tersangka dikenakan Pasal 113 ayat (2) subsider Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
"Dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Serta denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 10 miliar," kata dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nugraha Perdana | Editor: Andi Hartik, Phytag Kurniati, Farid Assifa), SuryaMalang.com
https://surabaya.kompas.com/read/2024/07/04/161600278/5-fakta-pabrik-narkoba-di-kota-malang-di-antaranya-dikendalikan-warga