Salin Artikel

Kronologi dan Fakta Longsor di Tambang Pronojiwo Lumajang yang Tewaskan 4 Orang

Tragedi ini menewaskan empat orang penambang pasir akibat tertimbun material dan satu orang mengalami luka-luka di bagian kaki saat hendak menyelamatkan diri.

Kronologi

Longsor terjadi di aliran lahar Gunung Semeru yang bersebelahan dengan kawasan Perhutani petak 4 sekitar pukul 11.30 WIB.

Kala itu, ada lima penambang yang tengah mengisi pasir ke bak truk. Tiba-tiba, tebing setinggi 100 meter mengalami longsor dan menimpa penambang di bawahnya.

Beni, salah seorang warga, mengatakan, dua hari sebelum peristiwa ini terjadi, kawasan lereng Gunung Semeru ini diguyur hujan yang cukup lebat.

Puncaknya, pada Senin (3/6/2024) malam, hujan lebat mengguyur semalaman. Akibatnya, kawasan hutan tiba-tiba longsor dan menimpa warga yang tengah mengambil pasir.

"Hujan terus dua hari ini, semalam malah lebat, mungkin itu yang bikin longsor," kata Beni di lokasi kejadian.

Kata saksi

Katiyo (50), salah satu saksi, mengatakan, ia sempat melihat truk penambang yang tergulung material tanah sebelum mengenai tubuh Kusnadi, salah satu penambang pasir yang jadi korban longsor.

Kala itu, Katiyo tengah membersihkan peralatan yang biasanya digunakan untuk menambang di lokasi tersebut.

Tiba-tiba, kata Katiyo, tebing setinggi 100 meter longsor menimpa dua truk pengangkut pasir dan lima orang lainnya yang tengah menambang.

Menurut Katiyo, truk milik Junaidi, salah satu korban longsor yang berada tidak jauh dari tebing sempat tergulung material tanah yang tiba-tiba turun dengan kencang.

Usia terbalik beberapa kali, truk kemudian menimpa tubuh Kusnadi yang tengah berusaha menyelamatkan diri di sisi tebing sebelah barat.

Nahas, posisi Kusnadi sudah tidak sempat menemukan jalan untuk naik ke atas tebing hingga akhirnya ditemukan tewas di dekat truk dengan kondisi berdiri dan tertimbun material longsor.

"Saya sedang bersihkan alat nambang, biasanya saya juga ambil di sini, tapi tadi pas libur," kata Katiyo.

"Tadi truk itu kegulung tanah sekitar 10 meter sampai kena Pak Kus," lanjutnya.

Menurut Katiyo, cuaca saat itu memang cerah. Namun, beberapa hari terakhir kawasan ini memang diguyur hujan.

"Kalau tadi cerah, semalam hujan, kemarinnya lagi juga hujan," jelas Katiyo.

Cerita lain datang dari Latif, korban selamat dari tragedi longsor di Pronojiwo, Kabupaten Lumajang.

Saat kejadian, Latif dan adiknya, Rohim, tengah mengisi pasir ke truk. Tiba-tiba, tebing setinggi 100 meter yang ada di belakang mereka runtuh.

Saat itu, kata Latif, cuaca sedang cerah dan tidak ada tanda-tanda akan hujan sama sekali.

Melihat material tanah dari tebing yang tiba-tiba jatuh, Latif langsung lari meninggalkan truknya dan naik ke sisi tebing yang lain.

Sedangkan, adiknya yang berada di belakang Latif tidak bisa menyelamatkan diri sehingga terbawa material tanah dan tertimbun.

Sampai saat ini, petugas belum menemukan tubuh Rohim meski proses pencarian dengan melibatkan empat alat berat telah dilakukan.

"Saya pas ngisi pasir, tiba-tiba longsor saya naik ke atas, adik saya posisi di belakang saya, nggak sempat naik sudah kena tanah," kata Latif sambil meneteskan air mata.

Truk yang diisi pasir oleh Rohim dan Latif juga tertimbun material longsor. Tampak, hanya bagian kepala truk yang tidak tertutup material.

"Truknya yang itu terpendam kelihatan kepalanya," terangnya.

Meski selamat dari maut, Latif mengalami luka di bagian mata kaki sebelah kanan. Ia menduga, luka itu didapatnya saat mencoba menyelamatkan diri dari terjangan material.

Sebagai informasi, lokasi longsor berada di aliran lahar dengan batu-batu besar yang berceceran.

Selain itu, tumpukan pasir dan kerikil membuat jalan cukup terjal dan sulit dilalui meski dengan berjalan kaki.

"Luka di sini (mata kaki) sepertinya tadi nabrak batu nggak kerasa," ungkapnya.

Daftar korban

Longsor di area pertambangan pasir Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, setidaknya membuat lima orang menjadi korban.

Dari kelima korban, satu orang bernama Abdul Latif (32), warga Dusun Besuk Cukit, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, berhasil selamat dari runtuhan tanah bercampur batu.

Sedangkan tiga orang lainnya, yakni Kusnadi (40), warga Dusun Tulungagungan; Dwi Suprapto (35), warga Dusun Supit; dan Abdul Rohim, warga Dusun Besuk Cukit. Ketiganya berasal dari Desa Pronojiwo.

Ditambah satu orang korban asal Dusun Karangsuko, Desa Taman Satrian, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bernama Junaidi.

Keempat korban yang disebutkan terakhir ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di bawah reruntuhan material longsor.

Khusus Junaidi, jenazahnya baru saja ditemukan pada hari ke-10 setelah kejadian, tepatnya Kamis (13/6/2024).

Pencarian korban

Pencarian korban longsor berlangsung cukup lama dan mengerahkan banyak sumber daya manusia dari BPBD, Basarnas, TNI, Polri, hingga relawan.

Bahkan, lima unit alat berat, anjing pelacak, hingga drone diperbantukan untuk mencari tubuh korban yang tertimbun longsor.

Pada hari pertama, tubuh Kusnadi jadi yang pertama ditemukan petugas. Kusnadi tewas tertimbun material longsor setebal 10 meter.

Hari kedua, Jenazah Dwi Suprapto juga ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di bawah reruntuhan setebal 8 meter.

Hari ketiga, giliran jasad Abdul Rohim yang ditemukan. Letaknya tidak jauh dari lokasi dua korban pertama ditemukan.

Usai penemuan jasad Rohim, petugas sempat kesusahan mencari tubuh korban terakhir bernama Junaidi.

Bahkan, sampai batas 7 hari operasi Sar dilakukan, Junaidi belum juga ditemukan. Pihak keluarga pun meminta perpanjangan waktu sampai Jumat (14/6/2024).

Setelah dua hari pencarian di waktu tambahan, baru jasad Junaidi ditemukan pada Kamis (13/6/2024) pukul 14.55 WIB.

Anggota Basarnas Pos Sar Jember Rudi Prahara mengatakan, kendala utama yang dialami petugas saat mencari korban adalah medan yang berbahaya.

Menurutnya, tebing di dekat lokasi yang menjadi penyebab tertimbunnya empat korban kondisinya sudah menggantung. Sehingga, dikhawatirkan mengalami longsor susulan.

Ditambah, curah hujan di lereng Gunung Semeru cukup tinggi yang membuat kontur tanah di tebing menjadi lembek dan rawan longsor.

"Kendalanya keamanan, di belakang kita tebingnya sudah menggantung, tadi malam curah hujan juga lama jadi tanah lembek sehingga tebingnya dikhawatirkan mengalami longsor susulan," kata Rudi di TKP, Sabtu (8/6/2024).

Lokasi tambang berizin

Penjabat (Pj) Bupati Lumajang Indah Wahyuni menyebut tambang yang longsor di Dusun Supit, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, legal.

"Ini (longsor) berada di wilayah tambang yang berizin," kata Indah di kantor Kecamatan Pronojiwo, Rabu (5/6/2024).

Penelusuran Kompas.com melalui momi.minerba.esdm.go.id, lokasi tambang yang longsor diketahui milik CV Ngudi Rejo Ngudi Mulyo.

Perusahaan ini memang sudah memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Namun, belum memiliki Izin Usaha Pertamabangan Operasi Produksi (IUP-OP).

Indah menjelaskan, lokasi tempat para korban menambang dengan tebing yang longsor sebenarnya cukup jauh.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, jarak penambang dengan tebing yang longsor diperkirakan 20 meter.

Namun, banyaknya material tanah yang turun menyebabkan longsor menimbun empat orang penambang yang sedang bekerja.

"Posisinya itu mereka nambang di tengah dan masih jauh dari tebing," jelasnya.

Oleh karena itu, Indah menyebutkan, semua yang berkaitan dengan aktivitas pertambangan ini harus bertanggung jawab.

Mulai dari pemerintah sebagai regulator, pemilik tambang, hingga masyarakat yang menambang.

"Ini bencana, posisi penambang juga sudah betul mengambil di tengah, jadi kalau ditanya siapa yang bertanggung jawab ya semuanya bertanggung jawab, makanya harus duduk bersama agar kejadian semacam ini tidak terulang lagi," ungkapnya.

Upaya pemerintah

Pemerintah Kabupaten Lumajang sedang mengkaji beberapa aturan pengelolaan tambang pasir usai peristiwa longsor yang menimbun empat penambang di Kecamatan pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Selasa (4/6/2024).

Salah satunya, kebijakan untuk mewajibkan para pemilik tambang menyediakan asuransi ketenagakerjaan untuk para penambang.

Penjabat (pj) Bupati Lumajang Indah Wahyuni mengatakan, asuransi ini penting bagi keluarga korban apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Sebab, apabila terjadi kecelakaan, adanya asuransi bisa digunakan untuk membantu biaya pengobatan hingga biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan apabila korban meninggal dunia.

"Misal terjadi kecelakaan seperti ini, keluarga yang ditinggal minimal masih bisa melanjutkan hidup," kata Indah di Lumajang, Kamis (6/6/2024).

Selain itu, kata Indah, jarak minimal menambang dari bibir sungai juga akan diatur.

Menurut Indah, selama ini, aturan tersebut sampai saat ini belum ada. Padahal, beberapa kejadian kecelakaan tambang terjadi karena bagian pinggir sungai longsor akibat proses menambang yang salah.

"Area yang boleh ditambang itu harus berjarak berapa meter dari bibir sungai juga harus diatur," jelasnya.

Tidak hanya itu, Indah juga menegaskan, aktivitas pertambangan menggunakan mesin sedot juga dilarang.

"Perlu diketahui, menambang yang dibolehkan hanya manual dan pakai beko, kalau nyedot gak boleh, karena itu yang menyebabkan hal-hal seperti ini terjadi," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/06/14/080710978/kronologi-dan-fakta-longsor-di-tambang-pronojiwo-lumajang-yang-tewaskan-4

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com