Meski sudah satu bulan lebih berlalu, rumah mereka tak kunjung diperbaiki.
Pantauan Kompas.com, tujuh rumah warga mengalami kerusakan berat. Tembok rumah bahkan hilang terseret derasnya banjir saat itu.
Tidak hanya tembok, atap rumah warga juga rusak akibat tidak ada penyangganya.
Tembok rumah roboh
Ali (60) salah satu korban banjir yang rumahnya rusak mengatakan, pada saat banjir menerjang, ia mengungsi ke rumah saudaranya.
Namun, saat Ali kembali, betapa kagetnya ia melihat sebagian tembok rumahnya sudah tidak ada.
Rumah Ali, letaknya memang sangat dekat dengan bibir sungai. Jaraknya tidak sampai satu meter.
Ali dan keluarga pun memilih untuk menumpang ke rumah saudara untuk sementara.
Lama kelamaan, Ali merasa segan apabila terus merepotkan saudaranya. Ia pun memutuskan untuk pulang dan memperbaiki rumahnya sebisa mungkin.
Karena uangnya terbatas, Ali hanya memasang papan anyaman bambu (sesek) sebagai pengganti tembok agar air hujan, angin malam dan terik matahari tidak masuk ke rumahnya.
"Mau numpang terus kan enggak enak jadi saya kembali lagi ke sini, enggak punya uang jadi saya ganti (tembok) dengan sesek," kata Ali di Lumajang, Jumat (31/5/2024).
Menurut Ali, selain rumahnya, terdapat tujuh rumah warga lainnya yang mengalami kerusakan. Empat diantaranya tergolong parah.
Mengontrak
Imbran (45), warga yang rumahnya juga rusak menceritakan, pada saat banjir menerjang, pondasi rumahnya terkikis air hingga menyebabkan lantai dan temboknya ambrol.
"Jadi waktu banjir itu ini (pondasi) kegerus air jadi bolong ambrol, kamar itu langsung rusak gak bisa ditempati," kata Imbran.
Imbran menyebut, selama lebih dari satu bulan pasca-banjir, ia terpaksa mengontrak rumah sambil memperbaiki rumahnya yang rusak sedikit demi sedikit.
"Selama ini ngontrak enggak berani ninggali sambil diperbaiki sedikit-sedikit secara mandiri," lanjutnya.
Sementara, Penjabat (Pj) Bupati Lumajang Indah Wahyuni menjelaskan, bantuan perbaikan rumah rusak memang tidak bisa diberikan pemerintah kepada para korban.
Alasannya, bangunan yang rusak itu berada tepat di pinggir sungai. Jarak dari sungai bahkan tidak sampai setengah meter.
Padahal, kata Indah, pemerintah telah mengatur jarak minimal bangunan setidaknya berada pada radius 15 meter dari bantaran sungai.
"Kita tidak bisa memberikan itu (bantuan perbaikan rumah) karena sebenarnya kalau berdasarkan Perda 15 meter dari bibir sungai itu tidak boleh ada perumahan," kata Indah.
Indah menambahkan, bangunan lain yang rusak tapi letaknya tidak berada di pinggir sungai sudah diberikan bantuan untuk perbaikan.
"Sudah dilakukan kalau bantuan perbaikan tersebut (yang tidak di bantaran sungai)," lanjutnya.
Lebih lanjut, Indah menyebut, bantuan berupa kebutuhan pokok juga sudah disalurkan pemerintah kepada para korban banjir.
Menurutnya, saat ini pemerintah tengah fokus melakukan percepatan untuk memperbaiki infrastruktur publik yang rusak akibat banjir.
"Kalau yang sembako juga sudah, saat ini fokus kita perbaikan infrastruktur publik," pungkasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2024/05/31/133838878/korban-banjir-lahar-semeru-terpaksa-menempati-rumah-rusak-tembok-yang-roboh