Salin Artikel

Menabung Kopi, Cara Petani di Gucialit Lumajang Tingkatkan Perekonomian

LUMAJANG, KOMPAS.com - Petani kopi di Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, punya cara unik untuk menyisihkan pundi-pundi rupiah dari hasil berkebun.

Cara yang dimaksud yakni "Menabung Kopi". Tapi, menabung kopinya tidak ditimbun sendiri di rumah.

Para petani mengolah sendiri hasil panennya dengan cara mengupas kulit hingga menjemur. Setelahnya, baru disetorkan ke Bale Kopi untuk ditabung.

Menabung di Bale Kopi, petani langsung mengetahui nilai kopi yang ditabungnya. Uangnya bisa langsung diambil atau mau ditabung dulu untuk kebutuhan mendesak.

Nilai kopi yang ditabung juga tidak akan mengalami penyusutan apabila harga kopi di pasaran turun drastis.

Masikan, salah satu petani kopi mengaku, sudah 5 tahun mengikuti program "Menabung Kopi".

Selama itu, ia sudah bisa menambah luas kebun kopinya yang awalnya hanya setengah hektar menjadi 1,5 hektar.

Sebelumnya, Masikan menyimpan kopinya secara mandiri di rumah. Namun, hal itu rupanya malah membuat Masikan rugi.

Sebab, saat ia punya kebutuhan mendesak dan harga kopi sedang anjlok, ia tak punya pilihan lain selain menjual kopi itu dengan harga murah.

"Kalau dulu simpan sendiri di rumah baru kalau ada kebutuhan dijual, tapi namanya kebutuhan tidak ada yang tahu tiba-tiba pas harga anjlok ya mau bagaimana kalau tidak dijual," kata Masikan.

Masikan bercerita, sejak mulai menabung kopi di Bale Kopi, ia telah membeli 2 unit sepeda motor dan menambah lahan seluas 1 hektar.

Sebab, selain tidak ada penyusutan, harga kopi milik Masikan dihargai jauh di atas harga pasar.

Saat harga pasar antara Rp 23.000 - 26.000  per kilogram, Bale Kopi bisa membelinya dengan rentang harga Rp 30.000 - 35.000 per kilogram.

Sebagai informasi, saat ini harga kopi di Lumajang mengalami kenaikan drastis hingga Rp 70.000 - 75.000 per kilogram.

Panen terakhir, Masikan menyetorkan tabungan kopi sampai 600 kilogram. Hasil itu kemudian ditabung untuk berjaga-jaga apabila ada kebutuhan mendesak yang harus ia keluarkan suatu hari nanti.

"Kemarin terakhir panen itu 6 kuintal, memang akhir-akhir ini hasil panen memang menurun, tapi harganya yang sekarang lumayan tinggi," jelasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Masikan mengambil dari hasil jual pisang yang ditanam di sela tanaman kopi yang ada di kebunnya.

Pisang yang ditanam berjenis Pisang Mas Kirana, dan Cavendis. Setidaknya, dalam satu minggu ia mendapat penghasilan sekitar Rp 200.000 dari hasil jual pisang.

"Kalau buat makan ya pisang ini, cukup kalau hanya untuk makan," ucapnya.

Kopi berkualitas

Sementara, Pemilik Bale Kopi Gucialit Nur Kholifah mengatakan, latar belakang membuat program menabung kopi lantaran di Gucialit banyak petani yang menanam kopi tapi taraf ekonominya stagnan.

Setelah dipelajari, ternyata kebiasaan petani menyimpan sendiri kopinya menjadi salah satu pemicu. Sebab, petani memiliki risiko apabila harus menjual kopi pada saat harganya anjlok.

Sedangkan, di Bale Kopi, ia sudah menentukan harga dan spesifikasinya sebelum petani menanam kopi. Selain itu, apabila saat musim panen harga kopi di pasaran malah naik, petani masih bisa mendiskusikan ulang harga yang telah disepakati sebelumnya.

Sehingga, tidak ada kekhawatiran dari petani kopinya tidak laku. Hanya saja, petani diminta menyediakan kopi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

"Jadi awalnya kita prihatin kok bisa ya disini banyak kopi tapi kok petani masih belum terangkat padahal harga kopi terus naik, ternyata itu mereka simpan sendiri ketika butuh langsung jual ke pengepul ya sesuai harga saat itu," terang Kholifah.

Saat ini, sudah ada 12 petani kopi yang bermitra dengan Bale Kopi dengan program Menabung Kopi.

Para petani ini selain bisa menabung, juga mendapatkan keuntungan berupa dibuatkan video dokumentasi mulai proses tanam, perawatan hingga panen.

Video itu kemudian dipromosikan ke media sosial untuk mengenalkan masyarakat tentang Kopi Gucialit.

Tidak hanya itu, apabila hasil produksi kopinya konsisten, Bale Kopi juga memfasilitasi untuk dibuatkan merek sendiri atas nama petani dan hasil kopinya juga dites ke laboratorium di Jember untuk mendapatkan sertifikat nilai.

"Pelayanan kita kepada para mitra ini kita bantu untuk promosikan, ada salah satu juga sudah punya brand sendiri, juga kita ikutkan penilaian di laboratorium," jelasnya.

Ke depan, kata Kholifah, ia akan membuka pasar ke kafe yang ada di Lumajang untuk menampung kopi Gucialit.

Sehingga, para petani tidak hanya tahu proses produksi. Tapi juga pengolahan hingga pemasaran.

"Saat ini kita masih ciptakan ekosistemnya dulu di Gucialit, ke depan kita ingin kafe-kafe ini pakai kopi Gucialit, sehingga nama kopi Gucialit bisa terangkat dan ekonomi petani juga meningkat," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/05/29/161925578/menabung-kopi-cara-petani-di-gucialit-lumajang-tingkatkan-perekonomian

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com