Salin Artikel

Gunung Raung, Pemilik Kaldera Terbesar Kedua di Indonesia

KOMPAS.com - Gunung Raung adalah salah satu gunung api aktif yang berada di Provinsi Jawa Timur.

Lokasi gunung api ini masuk ke dalam wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi, Jember, dan Bondowoso, di Provinsi Jawa Timur.

Posisi Gunung Raung juga berada di dalam jajaran Pegunungan Ijen.

Sebagai salah satu gunung yang menjadi tujuan pendakian, Gunung Raung diketahui memiliki empat puncak, yaitu Puncak Bendera, Puncak 17, Puncak Tusuk Gigi, dan Puncak Sejati.

Puncak tertinggi Gunung Raung adalah Puncak Sejati yang berada di ketinggian 3.344 mdpl.

Hal ini membuat gunung Raung menjadi gunung berapi tertinggi ketiga di Jawa Timur setelah Gunung Semeru dan Gunung Arjuno.

Kaldera Terbesar Kedua di Indonesia

Dilansir dari laman kementerian ESDM, berdasar bentuknya, Gunung Raung termasuk gunung api bertipe strato berkaldera.

Jika dilihat dari atas, kaldera Gunung Raung berbentuk seperti ceruk atau mangkok yang sangat besar.

Di dalam ceruk tersebut terdapat kawah yang mengeluarkan asap sebagai tanda adanya aktivitas vulkanik yang terjadi di dalamnya.

Pemandangan kaldera ini dapat dilihat dengan jelas apabila dilihat dari Puncak Sejati.

Kaldera Gunung Raung berbentuk elips dengan diameter sekitar 2,2 kilometer, dengan ukuran panjang sekitar 1,750 kilometer dan lebar sekitar 2,250 kilometer.

Adapun kedalaman kaldera ini sekitar 400-550 meter dari pematang puncak gunungnya.

Ukuran kaldera Gunung Raung berada di urutan kedua di bawah kaldera Gunung Tambora yang merupakan pemilik kaldera terbesar di Indonesia.

Selain itu, kaldera gunung Raung juga menjadi kaldera kering terbesar di Pulau Jawa.

Jembatan Sirotol Mustaqim

Untuk mendaki Gunung Raung terdapat beberapa jalur pendakian, yaitu jalur pendakian Sumber Wringin (Bondowoso) dan jalur pendakian Kalibaru, jalur pendakian Glenmore, dan jalur pendakian Jambewangi (Banyuwangi).

Saat ini, umumnya pendaki memilih mendaki melalui jalur pendakian Kalibaru, Banyuwangi untuk menuju ke Puncak Sejati.

Dilansir dari laman Keluarga Pecinta Alam Magmagama UGM, Tim Wacaraung yang melakukan pendakian Gunung Raung via Kalibaru, Banyuwangi pada 2019 melewati 9 pos sebelum sampai ke Puncak Bendera.

Dari Puncak Bendera ke Puncak Sejati., Tim Wacaraung kemudian melanjutkan perjalanan yang cukup menantang karena harus melalui spot ekstrem yang diberi nama Jembatan Shiratal Mustaqim.

Jembatan Shiratal Mustaqim di Gunung Raung ini adalah sebutan bagi jalur pendakian yang sempit dengan lebar sekitar 1 meter, dengan trek terjal dan berbatu, dan diapit jurang di kanan-kirinya.

Jalur dengan tanjakan yang cukup panjang ini sangat berbahaya karena batu yang jatuh dapat melukai pendaki atau membuat pendaki terpeleset ke arah jurang, terutama jika tiba-tiba kabut tebal datang.

Sehingga alasan disematkannya nama Jembatan Shiratal Mustaqim adalah karena kondisi ekstrem jalur pendakian di Gunung Raung tersebut.

Sumber:
jadesta.kemenparekraf.go.id
esdm.go.id
m-edukasi.kemdikbud.go.id
tamborageopark.ntbprov.go.id
etd.repository.ugm.ac.id
tribunnews.com
surabaya.kompas.com

https://surabaya.kompas.com/read/2024/05/20/232621178/gunung-raung-pemilik-kaldera-terbesar-kedua-di-indonesia

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com