Salin Artikel

Pakar Geologi ITS Sebut Gempa Tuban Fenomena yang Jarang Terjadi, Ini Alasannya

Amien mengungkapkan, gempa Tuban tersebut dipicu sesar aktif yang ada di Laut Jawa. Sedangkan kedalamannya yang hanya berada di 10 kilometer membuat guncangan meluas.

"Pemicunya sesar aktif, ke dalamnya sangat dangkal, peristiwa yang jarang terjadi. Yang sering gempa dengan kedalaman sekilar 300 kilometer," kata Amien ketika dikonfirmasi melalui pesan.

Pergeseran dan tekanan dari dua permukaan di Laut Jawa itu menimbulkan getaran dengan skala Modified Mercally Intensity (MMI) III-IV. Intensitas itu mengakibatkan guncangan dan retakan pada daerah permukaan.

“Semakin kuat skala intensitasnya, dampak yang dirasakan akan semakin berbahaya,” ucapnya.

Amien mengatakan, gempa tersebut memang menghasilkan beberapa gempa susulan dengan skala magnitudo yang lebih rendah. Namun, dia tak menyebut hingga kapan guncangan akan terjadi.

"Pergeseran permukaan pada gempa Tuban terjadi secara horizontal sehingga tidak berpotensi tsunami. Tapi gempa susulan itu bisa banyak sekali, bisa berhari hari," jelasnya.

“Untuk mitigasinya, gempa (Tuban) tersebut perlu dimonitor guna mengetahui apakah ada tekanan yang masih aktif atau tidak,” tambahnya.

Namun, pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN) sendiri merilis 295 sesar aktif di Indonesia yang berpotensi gempa. Hal ini bisa dijadikan pemerintah daerah rawan untuk memperhatikan setiap bangunan.

"Gempa terbesar yang pernah terjadi harus dijadikan patokan dalam membuat bangunan dan infrastruktur. Juga sebagai edukasi masyarakat agar sadar dan paham daerahnya rawan gempa," ujarnya.

Adapun gempa yang berpusat di Tuban tersebut berkekuatan cukup tinggi dan berdampak ke wilayah lain, yakni magnitudo 6, magnitudo 5,9, dan terakhir magnitudo 6,5.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/03/23/061051478/pakar-geologi-its-sebut-gempa-tuban-fenomena-yang-jarang-terjadi-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke