Salin Artikel

Bukan Bunuh Diri, Nenek di Ngawi Tewas karena Leher Dijerat Tali, Diduga Suami Jadi Pelaku Utama

Jasad Suminten pertama kali ditemukan oleh sang suami, Parsi (67). Saat itu Parsi menyebut bahwa istrinya meninggal karena gantung diri.

Kepala Dusun Genengan, Desa Bringin, Dwi Purwanto mengatakan warga curiga dengan kematian Suminten karena korban terbaring di tempat tidur dengan leher terlilit kain.

“Korban ditemukan warga sekitar pukul 10.00 WIB di atas tempat tidur, kita temukan ada kain yang melilit leher korban, kalau dibilang bunuh diri tapi talinya di bawah,” ujar dia.

Ia menyebut, pasangan lansia tersebut belum setahun tinggal di Desa Beringin.

Sebelumnya, korban dan suaminya tinggal di Kalimantan sebagai transmigran. Di Desa Beringin, keduanya tinggal di rumah sederhana berdinding tripleks di atas tanah milik kerabatnya.

Keduanya bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Korban ini tidak punya anak, tinggal di rumah hanya berdua. Untuk ekonomi mereka juga kesulitan,” ucapnya.

Polisi mengatakan ada beberapa kejanggalan di jasad korban. Salah satunya adalah simpul tali kain yang mengikat berada di depan.

Padahal untuk korban gantung diri, tali simpul berada di belakang atau tengkuk.

Selain itu ada darah yang keluar dari telinga yang diduga dari pukulan benda tumpul. Polisi juga tak menemukan bekas jeratan tali jenis apa pun di leher korban.

Bukan gantung diri, tapi dibunuh

Kasat Reskrim Polres Ngawi AKP Joshua Peter Krisnawan mengatakan ada luka cakaran pada tangan suami korban.

Karena itu polisi mengamankan suami korban. AKP Joshua luka menyebut luka cakaran diduga dari korban yang melawan saat hendak dibunuh.

“Suami korban masih kami lakukan pemeriksaan dan dibawa ke RSUD Dr Soeroto Ngawi untuk visum,” ujar AKP Joshua, Rabu (20/3/2024).

Ia mengtakanan pihaknya masih melakukan pemeriksaan terkait latar belakang maupun motif yang bersangkutan.

AKP Joshua menjelaskan, dari hasil otopsi menunjukkan bahwa Suminten tewas bukan karena gantung diri, melainkan dibunuh.

“Korban tewas akibat dipukul di bagian kepala dengan benda tumpul, sebelum akhirnya tewas dicekik,” ujar AKP Joshua.

Berdasarkan keterangan dari dokter forensik, lanjut dia, tidak ditemukan bekas luka jeratan yang ditimbulkan oleh kain selendang.

“Kasus ini masih kami lakukan pendalaman dan penyelidikan lebih lanjut,” pungkas AKP Joshua.

Pihaknya juga telah mengamankan barang bukti antara lain jarik warna kuning, taplak meja warna merah ungu, sebatang kayu usuk panjang 80 centimeter, palu dari kayu dan bantal.

“Sejauh ini yang bersangkutan belum mau mengakui perbuatannya. Bahkan tak banyak menjawab pertanyaan pihak kepolisian,” ujar AKP Joshua, Kamis (21/3/2024).

Meski demikian, polisi sudah mengamankan suami korban.

“Sejauh ini yang bersangkutan belum mau mengakui perbuatannya. Bahkan tak banyak menjawab pertanyaan pihak kepolisian,” ujar AKP Joshua.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sukoco | Editor: Pythag Kurniati), Tribun Jatim

https://surabaya.kompas.com/read/2024/03/22/131400778/bukan-bunuh-diri-nenek-di-ngawi-tewas-karena-leher-dijerat-tali-diduga

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com