Salin Artikel

Berlangsung 3 Tahun, Pengasuh Ponpes Berusia 72 Tahun dan Anaknya Cabuli 12 Santriwati

Polisi menyebut korban pencabulan ada 12 santriwati dan kemungkinan jumlah korban akan bertambah.

Menurut Kapolres Trenggalek AKBP Gathut Bowo Supriyono, dari kasus tersebut, ada 10 korban yang bersedia memberikan keterangan.

Selain itu polisi telah memeriksa lima saksi, dan ada empat saksi yang akan melakukan pemeriksaan lanjutan.

Pencabulan dilalukan oleh kedua tersangka sejak 2021 hingga 2024 dengan berbagai modus.

Para santriwati korban ini diminta membersihkan kamar pribadi, ruang tamu rumah utama, dan modus lainnya. Lalu para korban dicabuli.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, dua orang (tersangka) ini mengakui perbuatannya dengan cara melakukan bujuk rayu, kemudian bisa memegang bagian vital dari tubuh korban," jelas Gathut, Jumat (15/3/2024).

"Kemungkinan penambahan korban bisa terjadi karena masih ada pemeriksaan saksi lagi siapa-siapa saja yang menjadi korban karena tidak semuanya mau bercerita," lanjutnya.

Kasus tersebut terungkap saat salah satu orang tua korban melapor ke Dinas Sosial Trenggalek soal kasus anaknya yang dicabuli pengasuh pondok pesantren.

MD dan FS kemudian dilaporkan ke polisi pada Rabu (13/3/2024).

"Atas perbuatannya, pelaku terkena ancaman pidana UU Perlindungan Anak, kekerasan seksual dengan hukuman bervariasi antara 5-12 tahun penjara," kata dia.

"Untuk sementara (kedua tersangka) sudah kita amankan di Polres," tambah dia.

Sementara itu Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Zainul Abidin mengatakan para korban dicabuli dan tidak ada pemerkosaan.

"Modusnya macam-macam. Awalnya ada yang disuruh bersih-bersih kamar, membersihkan ruang tamu, banyak modusnya. Tapi pencabulan tersebut belum mengarah ke persetubuhan," ungkap Zainul.

Dalam.perjalanan penyelidikan dan pemeriksaan saksi, Satreskrim Polres Trenggalek sudah berkonsultasi dengan sejumlah tokoh agama juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Trenggalek.

"Kedua terlapor sudah memberi keterangan dan mengakui perbuatannya. Dan masih sebagai saksi. Sekali lagi, kalau sudah ditetapkan tersangka, kami sampaikan dalam rilis resmi," ujar Zainul Abidin.

"Kami juga sudah kordinasi dengan para tokoh agama hingga MUI, dan mendukung proses hukum atas kasus ini," imbuh dia.

Korban alami trauma

Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Trenggalek tengah menangani korban pencabulan yang dilakukan oleh pemilik pondok pesantren di Kecamatan Karangan, dan putranya.

Plt Kepala Dinsos P3A Kabupaten Trenggalek, Saeroni mengatakan ada 5 santriwati yang saat ini tengah mendapatkan pendampingan.

Pendampingan yang dilakukan pun berbeda untuk setiap korbannya tergantung hasil assessment yang dilakukan oleh tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

"Kita beri pendampingan mulai bantuan hukum saat pelaporan, di bidang pendidikannya, kesehatannya, dan lainnya," kata Saeroni, Kamis (14/3/2024).

Berdasarkan assessment yang dilakukan oleh tim, korban sempat mengalami trauma namun kondisinya berangsur membaik.

"Untuk (laporan) kasus ini masuk mulai bulan Februari lalu. Sudah dilakukan home visit ke rumah korban untuk diberikan pendampingan terutama dari sisi psikologinya," lanjut pria yang juga berprofesi sebagai dokter ini.

Dalam kesempatan itu, ia menegaskan tidak ada korban yang sampai harus mengonsumsi obat.

Namun trauma yang dialami korban sempat membuat korban meminta pindah sekolah.

"Ada juga yang tetap sekolah di situ, namun minta sekolahnya daring. Kita fasilitasi semua untuk kepentingan korban," jelas Saeroni.

Selain sang anak, Dinsos P3A juga memberi perhatian kepada orang tua korban karena ada yang berlatar belakang keluarga kurang mampu, sehingga diberi bantuan berupa sembako dan kebutuhan sehari-hari.

"Namun yang terpenting psikologinya sudah bagus, dan kondisinya baik termasuk kesehatannya, tapi kita tindaklanjuti untuk cek ulang, kita follow up terus," jelasnya.

Bupati: berpihak pada korban

Sementara itu Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin memastikan korban akan mendapatkan pendampingan selama pengusutan dugaan kasus pencabulan.

"Pemkab bersama kepolisian berpihak kepada korban, dan kita akan menegakkan keadilan setegak-tegaknya apalagi ini kasusnya kekerasan seksual," kata Mas Ipin, sapaan akrab Mochamad Nur Arifin, Jumat (15/3/2024).

Mas Ipin mengaku, kasus tersebut sudah diobservasi oleh Pemkab Trenggalek melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak lebih dari sebulan.

Dalam melakukan observasi tersebut petugas melakukannya agar tidak ada upaya pembungkaman terhadap korban dari pihak-pihak lain.

"Karena ada korban yang malu untuk lapor, jadi kita kumpulkan bukti - bukti terlebih dahulu, lalu lapor ke kepolisian," lanjutnya.

Menurut Mas Ipin, tidak ada yang salah dengan pendidikan pondok pesantren apalagi di Trenggalek sudah deklarasi diri sebagai pesantren ramah anak dengan menggandeng UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund).

"Ini murni salah oknum person di dalamnya, kedepan kita akan lakukan assessment secara acak, kita tanya apakah di sekolah mengalami perundungan atau tidak, ada kekerasan atau tidak," ucap dia.

"Kita tugaskan Dinsos dan dinas pendidikan untuk melakukan semacam survei bagaimana pengalamannya di lembaga pendidikan tersebut," pungkasnya

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Slamet Widodo | Editor: Aloysius Gonsaga AE), Tribun Jatim

https://surabaya.kompas.com/read/2024/03/16/072700878/berlangsung-3-tahun-pengasuh-ponpes-berusia-72-tahun-dan-anaknya-cabuli-12

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke