Salin Artikel

Beras Masih Langka dan Mahal di Blitar

Di Pasar Legi, Kota Blitar, beberapa lapak memilih tidak menjual beras karena keterbatasan pasokan dan penurunan permintaan dari konsumen.

Seorang pedagang bahan makanan pokok di Pasar Legi, Marti’in (47), mengatakan bahwa kios miliknya sudah sejak sebelum pemungutan suara hanya menjual beras non-premium karena kesulitan mendapatkan pasokan.

“Sudah sejak sebulan sebelum Pemilu saya tidak jual beras premium. Barangnya susah,” ujar Marti’in saat ditemui Kompas.com, Selasa (27/2/2024).

“Sekarang beras yang saya jual hanya ini, beras dari penggilingan. Saya jual Rp 15.000 per kilogram dan Rp 16.000 per kilogram,” tambahnya sembari menunjuk dua karung beras kemasan masing-masing 10 kilogram.

Pada situasi normal sebelum terjadi kelangkaan dan kenaikan beras, terangnya, beras tersebut dijual di kiosnya dengan harga kurang dari Rp 10.000 per kilogram.

Selanjutnya, ujar Marti’in, harga beras merangkak naik mulai akhir tahun lalu mulai dari Rp 12.000 per kilogram dan Rp 13.000 per kilogram.

Selain harga menjadi sangat mahal, dia menduga stok beras di penggilingan dan pemasok juga terbatas jumlahnya, terindikasi dari sedikitnya kiriman beras yang diterima dari pemasok.

“Biasanya beras menumpuk puluhan karung di kios. Sekarang cuma dua karung. Sekarang orang belinya juga gak banyak, sedikit sedikit,” ujarnya.

Untuk beras premium dengan merek dagang Sania dan Koi, Marti’in mengaku sudah lebih dari sebulan sebelum pemungutan suara Pemilu 2024 tidak lagi ada di kiosnya.

“Saya terakhir jual Sania ketika harganya Rp 69.000 satu karung (kemasan) 5 kilogram itu. Sekarang tidak pernah dapat pasokan. Kalau pun ada mungkin harganya sudah di atas Rp 80.000 per kilogram,” tuturnya.

Sementara itu Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Blitar Kota AKP Hendro Utaryo, selaku Ketua Satgas Pangan Polres Blitar Kota, mengatakan bahwa hasil pemantauan dalam beberapa hari terakhir memang terjadi keterbatasan pasokan beras.

Di tiga penggilingan padi yang didatangi pihaknya, kata Hendro, semuanya mengakui adanya keterbatasan pasokan padi untuk digiling.

“Pasokan selalu datang, hanya saja jumlahnya menurun. Sebelumnya dapat pasokan dari wilayah Kabupaten Blitar, sekarang pasokan didatangkan dari Kediri, Tulungagung, hingga Nganjuk,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa.

Selain itu, kata Hendro, harga beli padi yang hendak digiling pun sudah naik sehingga harga jual beras di tingkat penggilingan sudah berada di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

“Harga beras medium di tingkat penggilingan sudah mencapai Rp 13.500 hingga Rp 13.600 per kilogram. Padahal HET beras medium Rp 10.900 per kilogram,” tuturnya.

Hendro mengatakan pihak akan terus melakukan pemantauan harga beras di wilayah Kota Blitar dan sekitarnya.

“Kami juga berkoordinasi dengan pihak-pihak pemerintah terkait serta mendorong terus dilakukannya operasi pasar beras murah,” ujarnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/02/27/164040678/beras-masih-langka-dan-mahal-di-blitar

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com