Salin Artikel

Asal-usul Nama Situbondo Diambil dari Nama Pangeran

KOMPAS.com - Situbondo adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur.

Di masa penjajahan Belanda, Kabupaten Situbondo bernama Kabupaten Panarukan dengan ibu kota di Situbondo.

Pada saat Gubernur Jenderal Daendels sekitar (1808-1811) membangun jalan kerja paksa di sepanjang pantai utara Jawa. 

Proyek pembangunan jalan tersebut dikenal dengan sebutan Jalan Anyer-Panarukan atau Jalan Daendels.

Nama Kabupaten Panarukan kemudian diganti menjadi Kabupaten Situbondo pada masa pemerintahan Bupati Achmad Tahir sekitar 1972.

Berdasarkan cerita legenda, nama Situbondo diambil dari nama seorang pangeran, yaitu Pangeran Aryo Gajah Situbondo atau Pangeran Situbondo.

Masyarakat menyakini bahwa Pangeran Situbondo tidak pernah menampakkan dirinya.

Diperkirakan keberadaan dirinya di wilayah Situbondo telah meninggal dunia akibat kekalahan pertempuran dengan Joko Jumput.

Berikut ini asal usul nama Situbondo berdasarkan legenda, salah satu cerita rakyat Situbondo. 

Asal-usul Nama Situbondo

Legenda Nama Situbondo

Pangeran Aryo Gajah Situbondo atau Pangeran Situbondo berasal dari Madura.

Suatu saat, Pangeran Aryo Gajah Situbondo bermaksud meminang putri Adipati Suroboyo yang terkenal cantik.

Pangeran Aryo Gajah Situbondo kemudian datang ke Surabaya untuk melamar putri Adipati Adipati Suroboyo tersebut.

Sesungguhnya, lamaran tersebut ditolak oleh Adipati Suroboyo, namun penolakan tidak dilakukan secara terus terang melainkan melalui suatu syarat.

Dimana, Pangeran Aryo Gajah Situbondo diminta untuk membabat hutan di sebelah timur Surabaya.

Persyaratan tersebut hanya sebagai alasan untuk mengulur waktu saja, sambil merencanakan untuk menyingkirkan Pangeran Aryo Gajah Situbondo.

Rencana Adipati Suroboyo mulai menemukan titik terang saat keponakannya yang bernama Joko Taruno datang dari Kediri. Dia juga bermaksud meminang putri Adipati Suroboyo.

Kali ini, Adipati Suroboyo tidak keberatan, namun ada syaratnya. Joko Taruno harus mengalahkan Pangeran Aryo Gajah Situbondo terlebih dahulu.

Joko Taruno menyanggupi demi keinginnnya meminang sang putri. Ia berangkat ke hutan untuk mengalahkan Pangeran Aryo Gajah Situbondo.

Sayangnya dalam suatu pertarungan, Joko Taruno mengalami kekalahan namun tidak sampai terbunuh, maka Joko Taruno mengadakan sayembara.

Bahwa, 'barang siapa yang dapat mengalahkan Pangeran Situbondo akan mendapatkan hadiah separuh dari kekayaannya'.

Sayembara tersebut sampai ditelinga Joko Jumput, putra Mbok Rondo Prabankenco, yang berkeinginan mencobanya.

Pangeran Aryo Gajah Situbondo ditantang oleh Joko Jumput. Dalam pertarungan tersebut dimenangkan oleh Joko Jumput.

Joko Jumput berhasil menendang Pangeran Aryo Gajah Situbondo ke arah timur hingga tiba di daerah Kabupaten Situbondo.

Hal tersebut diketahui dengan ditemukannya sebuah 'odheng' (ikat kepala) Pangeran Aryo Gajah Situbondo, yang tepatnya ditemukan di wilayah Kelurahan Patokan.

Daerah tersebut sekarang menjadi Ibu kota Kabupaten Situbondo.

Kemenangan Joko Jumput atas Pangeran Aryo Gajah Situbondo diakui Joko Taruno dihadapan Adipati Suroboyo sebagai kemenangannya.

Namun, Adipati Suroboyo tidak begitu saja mempercayainya, sebagai bukti dia meminta keduanya (Joko Jumput dan Joko Taruno) untuk menentukan pemenang sesungguhnya.

Dalam pertarungan itu, Joko Taruno terkena kutukan menjadi patung 'Joko Dolog' akibat kebohongannya.

Arti Kata Situbondo

Menurut pemeo yang berkembang di masyarakat, Situbondo berasal dari kata 'Siti' yang berarti tanah dan 'Bondo' yang artinya ikat.

Arti kata tersebut mengandung keyakinan bahwa para pendatang akan diikat untuk menetap di tanah Situbondo.

Pada kenyataannya pendapat tersebut mendekati kebenaran. Dimana, banyak pendatang yang akhirnya menetap di Kabupaten Situbondo.

Sumber:

web.situbondokab.go.id dan cagarbudayajatim.com

https://surabaya.kompas.com/read/2024/02/20/222839078/asal-usul-nama-situbondo-diambil-dari-nama-pangeran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke