Salin Artikel

Perjuangan Caleg Perempuan Berkontestasi di Tengah Keterbatasan

Perempuan yang kini tinggal di Desa Baron, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, itu tak kuasa membendung air matanya saat membopong bayi yang baru saja dilahirkannya.

Bayi yang belum genap berusia enam bulan itu sudah dalam kondisi tak bernyawa, meninggal sejak dalam kandungan atau stillbirth.

“Maunya enggak ingin nangis, tapi mungkin naluri seorang ibu akhirnya nangis juga,” kata Idha saat menceritakan pengalaman pahitnya itu kepada Kompas.com, Sabtu (6/1/2024).

Proses persalinan tersebut dijalani Idha di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono.

Sebelumnya, Idha oleh keluarganya dilarikan ke RSUD Kertosono pada Kamis (28/12/2023) sekitar 08.30 WIB, karena tiba-tiba plasenta atau ari-ari bayinya keluar dengan sendirinya.

Sesampainya di RSUD Kertosono, Idha langsung dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Waktu itu, kenang Idha, petugas mengabarkan bahwa detak jantung bayi di kandungannya mulai melemah.

Selang beberapa jam setelahnya, sekitar pukul 11.00 WIB, oleh petugas Idha dipindahkan ke ruang tindakan.

Saat diperiksa di ruang tindakan itulah baru diketahui bahwa bayi yang dikandung Idha sudah berpulang, tak bernyawa.

Terpaksa Idha harus mendapatkan perangsang kontraksi. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya si bayi berhasil dikeluarkan sekitar pukul 14.50 WIB.

Selesai menjalani persalinan, Idha disarankan untuk tak melihat bayi yang baru dilahirkannya itu hingga mentalnya benar-benar siap.

“Waktu aku sudah dibersihkan, bayi mau dibawa pulang, aku minta ke suami, aku mau gendong dulu. Di situlah aku nangis, suami nangis juga karena lihat aku nangis,” sebut Idha.


Diduga Kecapekan

Idha menduga stillbirth yang dialaminya karena faktor kecapekan. Hal itu selaras dengan keterangan dokter yang menanganinya.

Memang akhir-akhir ini Idha disibukkan dengan urusan pencalegan.

Ia tercatat sebagai Caleg DPRD Jawa Timur yang bertarung di Dapil XI meliputi Kabupaten Nganjuk, Kota dan Kabupaten Madiun dari Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora).

“Iya, kemungkinan besar karena kecapekan. Wara-wiri keluar kota, naik motor terus-terusan kan, sama mungkin karena faktor IUD yang masih terpasang,” tutur Idha.

Selain menjadi Caleg DPRD Jawa Timur di Dapil XI, Idha juga disibukkan dengan urusan internal DPD Partai Gelora Kabupaten Nganjuk, yang mana ia dipercaya menjadi sekretaris.

Praktis segala urusan administrasi DPD Partai Gelora Kabupaten Nganjuk Idha yang menakhodai. Hal itu semakin menguras waktu, tenaga, dan pikirannya.

“Aku juga ditunjuk menjadi Korlap di Dapil II untuk Caleg DPRD Kabupaten Nganjuk dari Gelora,” kata dia.

Namun Idha tak pernah mengambinghitamkan pencalegan dan kesibukannya di partai atas stillbirth yang dialaminya belum lama ini. Ia menerima hal itu sebagai musibah.

“Kalau semeleh sih iya, soalnya kan kita juga tidak bisa menyalahkan siapapun, anggap saja ini takdir, memang digariskan harus saya lalui,” ucapnya.

“Tapi untuk melepaskan rasa sedih itu enggak bisa, soalnya kan manusiawi ya. Apalagi seorang ibu kan,” lanjut perempuan asal Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, itu.

Dorong Keterlibatan Perempuan

Menurut Idha, keterlibatan kaum hawa dalam perpolitikan daerah dan nasional harus semakin ditingkatkan, termasuk dalam urusan pencalegan di Pemilu.

Sebab, kata dia, kalangan perempuan merupakan tiang sebuah negara.

“Jadi kalau perempuan diikutsertakan di politik, saya rasa perempuan bisa berkembang. Ibaratnya tiang kalau memang difungsikan sebagaimana mestinya, pasti negara itu lebih kuat,” paparnya.

Oleh karenanya, Idha mengajak para kaum hawa tak alergi terhadap politik.

“Perempuan itu sangat besar perannya di dalam sebuah negara, dari rahimnya perempuan lahir generasi-generasi penerus bangsa,” jelasnya.


Pandangan serupa disampaikan Lailatul Wahyuningtias (24), Caleg DPRD Kabupaten Nganjuk Dapil 5 dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Dapil 5 meliputi Kecamatan Berbek, Loceret, Ngetos, dan Kecamatan Sawahan.

Menurut Tias, sapaan akrab Lailatul Wahyuningtias, kalangan perempuan di Kabupaten Nganjuk tak semestinya ragu berkontestasi di Pemilu. Sebab, kaum hawa terbukti bisa dan mampu menjadi wakil rakyat di parlemen.

“Banyak juga kok dewan di Nganjuk itu yang perempuan, di Hanura sendiri juga itu dari dulu juga sudah banyak perempuannya,” ucapnya.

Harus Inovatif dan Kreatif

Kendati demikian, Tias menyadari bahwa banyak tantangan yang harus dilalui kaum hawa bila ingin berkontestasi di Pemilu. Persoalan relasi sosial dan modal kerap menjadi sandungan di tengah jalan.

“Tantangannya ini kalau perempuan mungkin enggak punya power seperti kebanyakan laki-laki, dalam hal mungkin circle pertemanan, terus di masyarakat kalau mau join nyangkruk (nongkrong) gitu ke warung-warung yang kebanyakan bapak-bapak itu pasti sulit,” sebutnya.

Untuk itu, lanjut Tias, kalangan perempuan dituntut untuk inovatif dalam upayanya mengenalkan diri ke masyarakat. Salah satu caranya dapat disiasati dengan memanfaatkan teknologi informasi.

“Misal aku rencananya tidak mau promosi kayak orang-orang pakai banner gitu, itu kan selain memakan biaya yang cukup besar, habis Pemilu bannernya udah, kalau nggak dikelola dengan baik jadi sampah,” jelasnya.

“Aku inginnya nanti aku kalau mau promosi itu lebih ke digital saja, kan semua orang sekarang juga udah punya HP, orang orang yang tua-tua juga udah pada punya HP, gitu. Apalagi yang anak-anak muda,” lanjut dia.

Tias pun menyadari banyak orang yang mengurungkan niatnya berkontestasi di Pemilu karena terganjal persoalan biaya, termasuk kalangan perempuan. Tapi baginya persoalan itu bisa diatasi dengan kreatifitas masing-masing.

“Misal kalau biaya aku belum mampu, tapi yang aku mampu sekarang kreatifitas, karena aku punya skill, ya karena promosi di dunia digital itu gratis, kenapa enggak,” tutur alumnus Jurusan Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Pangeran Diponegoro itu.


Masih Ada Parpol Tak Penuhi Kuota Caleg Perempuan

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Nganjuk, Pujiono menjelaskan, dari 18 Parpol yang berkontestasi di Pileg DPRD Kabupaten Nganjuk tahun 2024, terdapat dua Parpol yang tak memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan.

“Ada dua partai, satu Partai Gelora, yang kedua Partai Bulan Bintang,” papar Puji, sapaan karib Pujiono.

Berdasarkan data yang diperoleh Kompas.com, Caleg DPRD Kabupaten Nganjuk dari Partai Gelora dan Partai Bulan Bintang masing-masing hanya berjumlah empat orang, yang kesemuanya laki-laki. Nganjuk sendiri terbagi menjadi lima dapil.

Puji menerangkan, tiadanya caleg perempuan dari Partai Gelora dan Partai Bulan Bintang tak menjadi persoalan. Sebab, dalam satu dapil kedua partai tersebut hanya memiliki satu caleg.

“Di Pemilu 2024 ini ada ketentuan (di PKPU tentang Pencalonan) yang memang membolehkan partai itu mencalonkan laki-laki saja, terutama yang calonnya cuma satu per dapil,” beber Puji.

“Sehingga seperti kasus ini, maka kalau calonnya satu, maka itu boleh laki-laki boleh perempuan, dan banyak ternyata dari partai itu ketika dia mencalonkan satu caleg di dapil itu, itu cuman laki-laki saja, sehingga tidak ada perempuannya,” sambung dia.

Sekretaris DPD Partai Gelora Kabupaten Nganjuk, Idha Suryawati, mengakui bahwa partainya kesulitan menggaet caleg perempuan di Pemilu 2024 ini.

“Iya, kesulitan nyari caleg perempuan. La kok ya perempuan, laki-laki saja sulit. Entah karena partai baru atau apa enggak tahu, ya memang sulit,” pungkas Idha.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/01/07/172720478/perjuangan-caleg-perempuan-berkontestasi-di-tengah-keterbatasan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com