Salin Artikel

Bocah yang Tunggui Jasad Ibunya di Ponorogo Dikenal Tertutup, Sempat Minta Bantuan Gurunya

KOMPAS.com - Seorang wanita berprofesi ASN berinisial DWH ditemukan meninggal setelah 3 hari tidak keluar dari rumahnya.

DWH (45) yang ditemukan di rumahnya di perumahan Pasadena, Kelurahan Tonatan, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo, Jumat (22/12/2023).

Saat kejadian, ternyata sang anak berinisial Q (10) menunggui jasad ibunya di rumah tanpa memberitahu tetangga.

Tidak hanya itu, ibu dan anaknya itu dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi.

“Orangnya tertutup. Warga itu tidak tahu dia (DWH) keluar rumah kapan dan masuk rumah kapan,” ujar perwakilan RT Perumahan Pasade, Kelurahan Tonatan, Wahyudin, Jumat (22/12/2023).

Dia menjelaskan bahwa DWH baru menempati rumah di Perimahan Pasade Kelurahan Tonatan, Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo pada Lebaran 2023 ini.

“Hanya dua orang di rumah sini. Ya yang daya tahu ya DWH dan anaknya berinisial Q berusia 10 tahun itu,” kata Wahyudin.

Menurutnya, tidak hanya DWH yang tertutup. Namun juga sang anak yang berinisial Q yang terkenal tertutup.

“Jadi waktu ibunya meninggal anaknya juga tidak memberitahu warga. anaknya memang jarang keluar kurang sosialisasi,” jelasnya.

Sehingga, kata dia, ketika tiga hari tak keluar rumah warga pun tidak curiga. Hingga tercium bau menyengat.

“Baru itu curiga. Ditambah ada gurunya dari Q kesini mengecek kondisi. Dan akhirnya ketahuan DWH meninggal dunia dalam kondisi terlentang,” pungkasnya.

Anak hubungi gurunya

Sementara itu seorang warga lain bernama Arini mengaku sempat mendapatkan pesan melalui aplikasi WhatsApp dari nomer ponsel DWH.

Pesan yang dikirim anak korban itu memintanya untuk datang ke rumah DWH.

Dalam pesan itu, anak DWH menyebutkan bahwa korban sudah sudah meninggal dunia. Lantaran terkejut ia lalu menelepon langsung nomor ponsel korban.

“Setelah saya telepon yang mengangkat ternyata QU. Ia lalu mengatakan ibunya meninggal berulang-ulang. Saya pun langsung ke lokasi,” jelas Arin.

Setibanya di rumah DWH, Arini mendapati pintu dalam kondisi tertutup. Ia lalu memanggil QU untuk membuka pintu.

Dan setelah pintu terbuka, Arin melihat DWH sudah meninggal dunia. Tak lama kemudian ia melaporkan peristiwa itu ke RT dan kepolisian.

Jasad DWH dibawa ke RSUD dr Harjono untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Penemuan Jenasah di dalam atas nama DWH. Jasad DWH kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.

Menurutnya, dibawa ke RSUD dr Harjono untuk mendapatkan keterangan dari tim medis.
Pun ketika ditanya kapan DWH meninggal dunia, dia belum bisa memastikan.

“Belum bisa memastikan kami kapan meninggalnya. Makanya bawa ke rumah sakit,” kata Iptu Sahid.

Menurutnya, awalnya warga mencium bau menyengat. Rupanya adalah DWH yang telah meninggal dunia.

“Makanya kami langsung ke TKP. Informasinya memang selama tiga hari tidak keluar. DWH memang tinggal hanya bersama anaknya,” tegasnya

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Tak Bilang Warga Ibunya Meninggal, Bocah 10 Tahun di Ponorogo Tunggui Jasad 3 Hari, Dikenal Tertutup

 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/12/23/170105578/bocah-yang-tunggui-jasad-ibunya-di-ponorogo-dikenal-tertutup-sempat-minta

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com