Salin Artikel

Minimalisasi Banjir di Kota Malang, Akademisi UB Gagas Pemkot Masifkan Pembangunan Sumur Resapan di Permukiman

Hal ini sebagai salah satu solusi upaya meminimalisasi terjadinya genangan air dan banjir yang kerap terjadi saat hujan deras.

Pria yang mengajar di Fakultas Teknik UB itu mengatakan, seharusnya Kota Malang yang berada di hulu, kecil kemungkinan terjadinya banjir.

Apalagi, Kota Malang juga didukung saluran air yang besar yakni Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.

"Kota Malang ini posisinya agak ke hulu, jadi sebenarnya problematika genangan itu seharusnya kecil kemungkinan terjadi, kita juga didukung dengan adanya sungai besar yang membelah Kota Malang," kata Donny pada Rabu (6/12/2023).

Menurutnya, perlu adanya penanganan infrastruktur drainase yang maksimal.

"Dan itu sayang sekali ketika hujan lebat sekali, ada genangan luar biasa di lahan kita itu sungainya kosong, enggak ada airnya, relatif enggak ada banyak airnya, artinya bahwa itu indikasi yang sangat gampang sekali dapat dikatakan infrastruktur drainase kita tidak baik," katanya.

Dia menduga, saluran drainase di Kota Malang saat ini dulunya merupakan saluran irigasi yang kemudian dialihfungsikan.

Jadi, sebenarnya ada sifat perbedaan yang tidak bisa disamakan antara saluran drainase dan irigasi.

"Saluran yang kita gunakan kemungkinan saluran irigasi yang dialihfungsikan jadi saluran drainase, sifatnya ini sudah berbeda."

"Kalau irigasi dari hulu dam sampai ke hilir itu kan dimensinya lebih kecil, beda drainase dari hulunya kecil dari rumah kemudian di depan rumah, depan gang baru ke sungai," katanya.

Menurutnya, persoalan banjir dan genangan air di Kota Malang dinilai sudah akut sehingga dia berharap, ada keberanian pemerintah daerah setempat untuk benar-benar bisa menuntaskan persoalan yang ada.

"Karena memang sudah akut genangan di Malang ini sehingga saya rasa harus ada keberanian, itu yang berani seperti itu paling dominan sebenarnya pemerintah daerah, karena mereka yang punya anggaran, program kerja, dan sumber daya," katanya.

Dia mengatakan, sistem penyimpanan air dalam tanah atau ground storage di permukiman-permukiman warga bisa menjadi solusi. Sistem itu dinilai efektif karena air hujan yang turun tidak langsung menuju drainase.

"Kita kendalikan lokal dulu setelah itu sisanya baru ke drainasenya, selama ini kita melihatnya langsung masuk ke drainase, padahal drainase seperti itu karakteristiknya," katanya.

Selain itu, Donny mengatakan, perlunya operasional pemeliharaan drainase yang baik seperti pembersihan sampah dan sedimen saat musim kemarau.

Dengan demikian, ketika musim hujan maka drainase siap menerima limpasan air dengan volume tinggi.

"Kalau lihat drainase kita begitulah, seharusnya pas musim kemarau ada pembersihan luar biasa, tidak hanya pemerintah, semuanya, jadi ketika musim hujan datang siap menerima genangan yang datang, paling tidak mengurangi, karena ada volume yang bertambah, jadi kita harus membersihkan sampah, sedimen," katanya.

Dia juga sudah pernah menerapkan sistem tersebut di salah satu wilayah di Probolinggo. Efektivitas yang dihasilkan mampu mengurangi terjadinya banjir sekitar 40 persen.

"Kalau case yang saya buat di Probolinggo pendekatan simple, hanya berbicara saluran sama sumur resapan atau sumur tampungan, maka riset saya sama teman-teman menghasilkan maka dia bisa mengurangi untuk puncaknya banjir debit air 40 persen, konservasinya bisa 60 persen," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/12/07/161818178/minimalisasi-banjir-di-kota-malang-akademisi-ub-gagas-pemkot-masifkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke