Salin Artikel

Berusia 21 Tahun Kurang 4 Hari, Bacaleg di Blitar Gagal Masuk DCT

Caleg dari Partai Demokrat yang tidak disebutkan nama dan jenis kelaminnya itu baru berusia 20 tahun 11 bulan 26 hari saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Blitar menggelar rapat pleno penetapan DCT pada Jumat (3/11/2023).

Ketua KPU Kabupaten Blitar, Hadi Santosa mengatakan, pihaknya akhirnya menetapkan Caleg tersebut Tidak Memenuhi Syarat (TMS) karena usianya belum genap 21 tahun meskipun hanya kurang 4 hari.

“Umurnya 20 tahun 11 bulan 26 hari. Sesuai ketentuan di PKPU (Peraturan KPU), minimal usia Caleg adalah 21 tahun pada saat DCT ditetapkkan. Sehingga Caleg tersebut kita TMS-kan,” ujar Hadi kepada wartawan, Sabtu.

Kata Hadi, awalnya pihak KPU tidak begitu menyadari adanya seorang Caleg yang sudah masuk di Daftar Caleg Sementara (DCS) tapi usianya masih belum memenuhi syarat.

Kemudian pihak KPU menerima surat dari Bawaslu Kabupaten Blitar. Surat dari Bawaslu tersebut berisi saran untuk melakukan verifikasi administrasi ulang terhadap Caleg tersebut.

“Itu (verifikasi ulang) kita lakukan. Kita buka dokumennya. Kita cocokkan data di Silon (Sistem Informasi Pencalonan), mulai dari KTP dan lain sebagainya. Itu setelah kita hitung ternyata umurnya 21 tahun kurang 4 hari,” terang Hadi.

Selain Caleg dari Partai Demokrat tersebut,  terdapat Caleg pengganti dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang ditetapkan sebagai TMS oleh KPU Kabupaten Blitar karena dokumen “surat keterangan sehat” tidak valid.

“Untuk Caleg pengganti ini, saya tidak tahu apakah tahapan pengurusan surat sehatnya ini benar-benar dilakukan atau tidak. Karena surat sehatnya ini tidak diakui oleh pihak rumah sakit saat kita konfirmasi langsung ke pihak rumah sakit yang diklaim mengeluarkan surat sehat untuk yang bersangkutan,” ujar Hadi.

Hadi menolak berkomentar saat ditanya apakah Caleg tersebut telah membuat surat keterangan sehat palsu.

Selain dua caleg yang gagal masuk DCT tersebut, tambahnya, terdapat 7 Caleg lainnya yang sudah terdaftar di DCS namun tidak masuk DCT karena mengundurkan diri.

“Persisnya, 7 Caleg itu telah dihapus namanya di Silon oleh pihak partai politik pada masa pencermatan rancangan DCT. Karena pada masa pencermatan itu memang partai politik memiliki opsi untuk menghapus daftar Caleg mereka,” ungkapnya.

Hadi mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan DCT Kabupaten Blitar sebanyak 558 atau berkurang 9 nama dibanding DCS yang ditetapkan pada Agustus lalu.

Dari 558 nama DCT itu, lanjutnya, sebanyak 242 berjenis kelamin perempuan. Sehingga jumlah keterwakilan perempuan pada DCT yang ditetapkan mencapai 43,37 persen.

Satu Caleg Kota Blitar mengundurkan diri

Sementara itu, KPU Kota Blitar DCT sebanyak 284 orang. Dari jumlah tersebut, 114 di antaranya adalah perempuan. Sehingga keterwakilan perempuan mencapai 40,14 persen.

Komisioner KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya mengatakan hanya ada satu nama Caleg yang sudah ada di DCS namun tidak masuk ke dalam DCT yang ditetapkan.

“Ada satu Caleg dari PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang mengundurkan diri. Pengunduran diri itu disampaikan oleh partai ke KPU dengan alasan yang bersangkutan bekerja sebagai TA (tenaga ahli) di DPRD,” ujarnya. 

https://surabaya.kompas.com/read/2023/11/04/162957478/berusia-21-tahun-kurang-4-hari-bacaleg-di-blitar-gagal-masuk-dct

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com