Salin Artikel

Duka Ngatrip, Nyawa Anaknya Melayang Usai Ikuti Ujian Silat

KOMPAS.com - Duka menyelimuti keluarga Ngatrip.

Putra Ngatrip, Muhammad Aditya Pratama (20), meninggal usai mengikuti ujian kenaikan sabuk perguruan silat di Desa Cerme Kidul, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Kabar buruk itu sampai ke telinga Ngatrip pada Minggu (8/10/2023) sekitar pukul 01.30 WIB. Teman-teman korban mengabarkan bahwa Aditya dirawat di Puskesmas Cerme. Ngatrip lantas bergegas ke sana.

"Setelah ke sana (Puskesmas Cerme), anak saya sudah dibawa (dirujuk) ke RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Ibnu Sina Gresik,” ujarnya, Selasa (10/10/2023).

Kejadian ini berselang beberapa jam usai Aditya berpamitan kepada orangtuanya pada Sabtu (7/10/2023) selepas maghrib. Ia mengaku hendak mengikuti ujian kenaikan sabuk perguruan silat.

"Anak saya pamit, katanya ada tes kenaikan. Mau naik sabuk biru," ucapnya, dikutip dari Tribun Jatim.

Akan tetapi, ujian tersebut justru membuat nyawa Aditya melayang.

Meski sudah menjalani perawatan, ia mengembuskan napas terakhir pada Senin (9/10/2023) sekitar pukul 20.00 WIB.

"Dari keterangan dokter, penyebab meninggalnya saraf di bagian otak kepala tidak berfungsi,” ungkap Ngatrip.

Jenazah Aditya dikebumikan di permakaman desanya, Desa Semampir, Kecamatan Cerme, pada Selasa dini hari.

"Mohon doanya semoga husnul khotimah," tuturnya.

Keluarga korban melaporkan kejadian meninggalnya Aditya ke polisi. Polisi kemudian menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam kematian Aditya.

Keenam orang itu berinisial D (17), AS (20), RM (20), S (19), HS (17), dan ARG (15). Kesemuanya merupakan warga Kecamatan Cerme.

Kuasa hukum keluarga korban, Sulton Sulaiman, mengatakan, Aditya sempat mengeluhkan kondisinya yang kesakitan saat mengikuti ujian.

"Informasi yang saya terima, korban sudah mengeluh kesakitan setelah melewati ujian di pos pertama. Namun dipaksa untuk terus mengikuti ujian pada pos selanjutnya," jelasnya, Rabu (11/10/2023).

Sulton menjelaskan, korban sempat menjalani dua kali sambung. Sambung merupakan istilah dalam perguruan silat, yang mana pesilat berkunjung dari satu pos ke pos lain saat mengikuti ujian.

Namun, usai sambung, korban pingsan dan dilarikan ke Puskesmas Cerme. Aditya lantas dirujuk ke RSUD Ibnu Sina, Gresik, untuk menjalani perawatan intensif.

"Kondisinya semakin menurun, bahkan sempat dua kali koma," terangnya.


Dia mengungkapkan, menurut keterangan tim medis, korban mengalami pendarahan parah di kepala.

Ada dugaan, korban mengalami kondisi tersebut karena mengalami pengeroyokan saat mengikuti ujian.

"Besar kemungkinan akibat hantaman yang cukup keras, namun bukan karena benda. Karena tidak ditemukan luka pada kulit luar," tandas Sulton.

Kepala Unit Reserse Mobile (Kanit Resmob) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor (Polres) Gresik Ipda Komang Andhika Hadhitya Prabu menerangkan, berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, kejadian itu bermula saat korban mengikuti ujian kenaikan sabuk di pos dua, di mana korban harus menjalani dua kali duel.

Korban melakoni duel dengan dua orang dan satu penguji, lalu dilanjutkan uji teknik pernapasan.

"Dalam posisi kuda-kuda, korban saat itu sudah lemas, namun tetap dilakukan pemukulan oleh enam orang tersangka," bebernya, Kamis (12/10/2023).

Korban pun tersungkur hingga dua kali. Akan tetapi, para penguji memaksa korban untuk melanjutkan ujian kenaikan sabuk.

Komang menyebutkan, korban sempat mengaku menyerah karena tidak kuat, tetapi ia dipaksa untuk berdiri. Akibatnya, korban terjatuh dan kemudian tidak sadarkan diri.

"Korban benar-benar tidak sadarkan diri setelah terjatuh untuk ketiga kalinya, dengan saat itu kepalanya membentur batu,” bebernya.

Terkait kasus tewasnya pesilat di Gresik ini, Komang menyampaikan bahwa polisi sedang melakukan penyidikan, termasuk meminta keterangan dari para pengurus perguruan silat tentang prosedur dan pelaksanaan ujian kenaikan sabuk.

"Terkait prosedur tentang pelaksanaan UKT (ujian kenaikan tingkat) yang harusnya dilakukan, jika terbukti ada unsur kelalaian, tentu akan ada pemeriksaan lanjutan,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia-Kera Sakti (IKSPI-KS) Cabang Gresik Jefri Andriawan Susilo membeberkan, pihaknya tengah melakukan investigasi internal mengenai kejadian yang mengakibatkan Aditya kehilangan nyawa.

IKSPI-KS Gresik menilai, pelaksanaan ujian kenaikan sabuk tersebut tidak sesuai prosedur dan tanpa sepengetahuan pengurus ranting kecamatan maupun kabupaten.

"Inisiatif dari pengurus di tingkat desa, sehingga secara administrasi maupun adat istiadat, itu sudah melanggar," sebutnya, Rabu.

Menurut Jefri, pihaknya juga menemukan sejumlah kejanggalan dari ujian kenaikan sabuk tersebut.

Salah satunya mengenai penjaga pos yang harus dilalui korban. Biasanya terdapat empat orang selaku penguji tersertifikasi. Namun, berdasar informasi yang didapat pihak Jefri, dalam kegiatan malam itu terdapat belasan orang.

"Dalam peristiwa itu, setiap pos ada belasan penguji. Bahkan, terjadi kontak fisik yang sangat membahayakan. Sambil menunggu proses hukum, kami mencabut status keanggotaan sebagai wujud keseriusan agar peristiwa serupa tidak terulang," urainya.

Di samping itu, pihak Jefri memandang bahwa pelaksanaan ujian kenaikan sabuk tersebut tidak sesuai Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) perguruan.

"Tentu masalah tersebut (ujian kenaikan sabuk hingga korban meninggal dunia) menjadi evaluasi besar bagi keluarga besar IKSPI-KS," tandasnya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Hamzah Arfah | Editor: Andi Hartik, Farid Assifa, Pythag Kurniati), TribunJatim.com

https://surabaya.kompas.com/read/2023/10/13/184137078/duka-ngatrip-nyawa-anaknya-melayang-usai-ikuti-ujian-silat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke