Salin Artikel

Curhat Susahnya Ekspor, Mendag: Saya sampai "Berkelahi" sama Bule Uni Eropa

“Kemarin saya berkelahi sama bule-bule Uni Eropa. Saya bilang kalian ini penjajah. Saya keras, tidak mau minder dan tidak mau kalah. Masak kita mau ekspor kopi, lada, coklat, minyak sawit susahnya minta ampun,” ujar Mendag Zulhas saat bertatap muka dengan pelaku UMKM di Kota Madiun, Rabu (11/10/2023).

Mendag memberikan contoh, sudah 11 tahun Indonesia tidak bisa mengekspor langsung buah mangga, nanas dan pisang ke Jepang.

Untuk mengekspor ke Jepang harus melalui Filipina terlebih dahulu. Kalau nekat langsung, maka dikenakan pajak 17 persen.

“Kalau kita mau ekspor dari sini semisal mangga diekspor ke Jepang. Sudah 11 tahun tidak terima dan tidak bisa. Jadi negara lain kalau kita mau ekspor ketat (aturannya). Saya ekspor nanas dan pisang dari Lampung ke Jepang. Harus lewat Filipina. Karena yang boleh Filipina dan kita tidak boleh. Kalau kita ekspor langsung dipajakin 17 persen tetapi kalau lewat Filipina nol persen. Jadi begitu sulit kalau mau eskpor,” jelas Zulhas.

Menurut Zulhas, berbagai aturan yang diterapkan negara tujuan pengekspor menjadi kendala terjualnya barang dari Indonesia di luar negeri.

Salah satu aturan terkait sertifikasi lokasi penanaman hingga dampak lingkungan akibat penanaman komoditas tersebut.

"Semisal mau ekspor kopi dari Madiun nanam kopinya di mana. Wah ruwet. Kopinya rusak hutan enggak. Mesti ada sertifikatnya. Bayangin susahnya. Begitulah kalau mau ekspor,” tutur Zulhas.

Batasi impor

Lain halnya dengan Indonesia, aneka barang impor disebutnya bebas masuk ke Indonesia. Mulai dari buah-buahan hingga baju bekas pun masuk ke tanah air.

“Tetapi kita ini bablas. Barang apa saja masuk. Di mana-mana pusat grosir 70 persen barang impor. Sampai baju sampah atau baju bekas. Yang tidak dipakai dikasih juga ke sini. Buah-buahan masuk sini. Padahal buah-buah kita di pasar banyak,” kata Zulhas.

Untuk itu, kata Zulhas, Indonesia mulai membatasi impor untuk mendorong tumbuhnya UMKM di seluruh tanah air. Hanya saja, produk UMKM harus ditingkatkan kualitasnya.

“Saya mengerti perdagangan karena saya sejak usia enam tahun sudah berdagang diajari ibu saya. Kemudian saya lapor presiden, tidak bisa diteruskan seperti itu. Kalau kita menjadi negara maju UMKM kita harus tumbuh dan maju. Produk kita harus meningkat kualitasnya,” tutur Zulhas.

Menurut Zulhas, kondisi itu bisa terjadi kalau ekosistem tidak diganggu. Untuk itu pasar di dalam negeri harus dikuasai lalu baru bisa ekspor ke luar negeri.

Bagi Zulhas, untuk menjadi negara maju, maka karya dan produk harus bisa diakui dunia.

“Presiden setuju. Impor dibatasi, ditata dan diatur. Kalau dulu langsung masuk toko sekarang tidak bisa. Harus diperiksa dulu, minta izin edar, sertifikat halal, izin BPOM dan SNI dan jaminan purna jual. Diatur dan diperketat agar ekonomi dalam negeri tumbuh,” ungkapnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/10/12/122552878/curhat-susahnya-ekspor-mendag-saya-sampai-berkelahi-sama-bule-uni-eropa

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com