Salin Artikel

Dugaan Penusukan Mata Siswi SD di Gresik dan Kondisi Darurat Perundungan

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, sepanjang Januari-Agustus 2023 terdapat 379 anak usia sekolah menjadi korban kekerasan fisik dan perundungan di lingkungan sekolah.

Salah satu kasus terbaru terjadi di Gresik, Jawa Timur. Seorang siswi kelas 2 Sekolah Dasar (SD) mengalami buta permanen pada mata kanannya akibat diduga ditusuk oleh kakak kelasnya.

Orangtua korban, Samsul Arif, mengatakan anaknya trauma dan disarankan oleh psikolog untuk pindah sekolah. Adapun dia menyerahkan seluruh proses hukum ke kepolisian.

Peristiwa yang menimpa siswi kelas 2 SD berinisial SAH di Menganti, Gresik, Jawa Timur, terjadi pada 7 Agustus lalu.

Menurut ayah korban, Samsul Arif, kejadian bermula ketika sekolah menggelar lomba dalam rangka memperingati HUT ke-78 RI.

Waktu itu putrinya sedang mengikuti lomba di halaman sekolah. Tapi tiba-tiba anaknya ditarik oleh siswa lain yang diduga kakak kelasnya untuk dibawa ke sebuah gang di antara ruang guru dan pagar sekolah.

Sang anak, sambungnya, dipaksa memberikan uang jajannya. Namun SAH menolak sehingga membuat pelaku diduga marah hingga menusuk mata kanan korban dengan tusuk bakso.

Ia kemudian melanjutkan, anaknya langsung lari untuk membasuh matanya yang mengeluarkan air.

Begitu sampai di rumah, kata Samsul, anaknya mengeluh sakit di bagian mata kanan dan tak bisa melihat apa pun.

Keluarganya pun buru-buru membawa anaknya ke Rumah Sakit Cahaya Giri Bringkang dan kemudian dirujuk ke RS Dr. Soetomo Surabaya.

Pemeriksaan dokter menyatakan anaknya mengalami kebutaan pada mata kanan karena adanya kerusakan syaraf hingga mengakibatkan buta permanen.

Belakangan anaknya mengaku kalau ternyata tindakan perundungan itu bukan pertama kali dilakukan oleh pelaku.

Menurut penuturan SAH, dirinya sering dipaksa memberikan uang oleh pelaku sejak masih kelas 1 SD. Akibatnya korban sering kehabisan uang dan terpaksa tidak jajan di sekolah.

Polres Gresik telah menyita rekaman CCTV di SDN 236 Gresik, namun rekaman pada tanggal kejadian belum ditemukan.

Untuk itu polisi telah menyerahkan rekaman CCTV tersebut ke laboratorium forensik Polda Jatim untuk diperiksa lebih dalam apakah rusak seperti yang diklaim pihak sekolah.

Hal ini menghambat kerja polisi sehingga mereka belum bisa memastikan apakah pelaku merupakan kakak kelas korban atau dari luar sekolah.

"Kami belum bisa memastikan pelaku dari rekaman CCTV karena kejadian tanggal 7 kami dapat dapat laporan tanggal 28 Agustus. CCTV sudah terhapus karena kapasitasnya hanya 12 hari," ujar Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Aldhino Prima.

Hingga Rabu (20/9/2023) polisi telah memeriksa 12 saksi mulai dari keluarga, tetangga, guru, kepala sekolah, dan beberapa siswa.

Polisi juga disebut akan memeriksa dokter tempat korban berobat untuk memperoleh keterangan tambahan soal penyebab kebutaan pada korban.

Korban trauma

Sejak insiden itu, kata keluarga korban, SAH masih trauma dan belum mau masuk sekolah.

Bahkan psikolog menyarankan agar korban pindah sekolah untuk menghindari kejadian serupa terulang lagi.

Selain itu lingkungan sekolah lama juga dianggap tidak baik.

"Sudah satu bulan lebih sejak Agustus sampai sekarang anaknya belum masuk sekolah. Masih trauma," ujar Nur Sholikoh, kakak Samsul Arif kepada wartawan Mochamad Sugiyono yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Dia juga memastikan keponakannya itu sekarang hanya bisa melihat dengan mata kiri.

"Sebab kalau mata kiri ditutup, mata kanan tidak bisa melihat jelas, kabur. Padahal jarak dekat," katanya.

Sementara itu ayah korban, Samsul Arif, mengaku pasrah kepada kepolisian untuk memproses hukum kasus tersebut.

Samsul melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Gresik pada 28 Agustus 2023 lantaran pihak sekolah, menurutnya, enggan memberikan rekaman CCTV saat kejadian dengan alasan rusak.

Terpisah, Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani bersama Dinas Pendidikan akan mencarikan sekolah baru untuk SAH yang terletak di desa tetangga.

"Dinas Pendidikan dalam waktu dekat akan survei mencarikan sekolah baru untuk korban yang cocok dan menyenangkan," ujar Fandi

"Sehingga korban bisa kembali belajar, karena masa depannya masih panjang mengejar cita-cita," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Gresik, Hariyanto, berjanji tidak akan menutupi kasus dugaan perundungan yang terjadi di SDN 236.

Semua hasil penyelidikan, katanya akan diungkap ke publik agar tidak simpang siur.

"Akan diketahui penyebabnya sehingga sama-sama enak. Informasi yang berkembang di luar akan menjadi jelas," ucapnya.

Akibat peristiwa itu Dinas menjatuhkan sanksi kepada kepala sekolah SDN 236, Umi Latifah berupa pembinaan.

Selain itu Dinas juga mengubah prosedur operasi standar di lingkungan sekolah agar tidak terulang kejadian serupa.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai sanksi pembinaan tidak cukup.

Menurutnya kepala sekolah tersebut harus dicopot karena bagaimana pun dia bertanggung jawab melindungi anak didiknya.

"Bagaimana sekolah menjadi tempat yang aman bagi anak-anak, itu tugas kepala sekolah. Ketika kepala sekolah tidak mampu melindungi, dia gagal menjalankan tugasnya. Sanksinya harus tegas," ujar Ubaid Matraji kepada BBC News Indonesia, Rabu (20/09).

Adapun untuk kasus tersebut dia menyarankan agar diselesaikan melalui mekanisme restorative justice apabila pelaku masih di bawah umur.

Selain juga harus dilakukan pembinaan khusus terhadap pelaku. Sebab dia meyakini pelaku perundungan tidak sendirian.

"Pasti dia [pelaku] tidak sendirian, punya kelompok atau geng sehingga ada keberanian melakukan perundungan. Jadi yang dibina jangan hanya satu orang itu," ungkap dia.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyebutkan kondisi perundungan atau bullying di Indonesia sudah 'darurat'.

Sebab jumlahnya terus bertambah dan tak ada tanda-tanda penurunan meski Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.

"Banyaknya kasus bullying dan kekerasan menunjukkan lingkungan sekolah tidak aman bagi anak-anak. Tiap minggu atau bulan pasti ada pemberitaan soal kekerasan atau bullying di sekolah," jelas Ubaid.

JPPI mencatat sepanjang Januari-Agustus 2023 terdapat 379 anak usia sekolah menjadi korban kekerasan fisik dan perundungan di lingkungan sekolah.

Khusus untuk jenis kekerasan seksual di sekolah, sudah menelan 405 korban.

Sedangkan untuk kasus diskriminasi dan intoleransi tercatat ada 31 kasus.

"Ini data berdasarkan laporan masyarakat dan pemantauan melalui media. Karena itu diduga masih ada banyak kasus yang sudah terjadi tapi belum terungkap," ujarnya.

Ubaid mengatakan cara pandang guru yang menganggap perundungan bukan tindak kekerasan menjadi salah satu faktor mengapa bullying sulit diatasi.

Aturan pencegahan perundungan termuat dalam Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Aturan ini ditetapkan pada 3 Agustus 2023 bersama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

Tapi, kata Ubaid, kebijakan tersebut sepertinya belum sampai ke dinas pendidikan mulai dari provinsi sampai kabupaten/kota, apalagi sekolah.

Jika sudah disosialisasikan, sambungnya, maka kasus perundungan di Gresik tidak akan terjadi.

"Kami harap di level pusat jangan dijadikan sebagai bunyi-bunyian atau pencitraan. Tapi harus komitmen bersama sehingga dijalankan," katanya.

"Itu yang kami desak. Isi permendikbud dilaksanakan. Jangan hanya melempar regulasi tapi tidak bertanggung jawab bisa dijalankan sampai ke level sekolah," lanjut dia.

Permendikbud tersebut ditujukan untuk sekolah dasar hingga menengah.

Tujuan aturan ini untuk melindungi peserta didik, pendidik, tenaga pendidikan dan warga satuan pendidikan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah.

Kemudian mencegah peserta didik, pendidik, tenaga pendidik, dan warga satuan pendidikan melakukan kekerasan di lingkungan sekolah.

"Melindungi dan mencegah setiap orang dari kekerasan yang terjadi di sekolah dan membangun lingkungan sekolah yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari tindakan diskriminasi serta intoleransi," demikian bunyi aturan tersebut.

Di dalam Permendikbud bentuk kekerasan terdiri dari beberapa hal: fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi dan intoleransi, dan kebijakan yang mengandung kekerasan.

Bentuk kekerasannya dapat berupa fisik, verbal, nonverbal dan atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 15 Permendikbud juga menugaskan satuan pendidikan atau sekolah melakukan 10 hal.

Pertama, dari menyusun dan melaksanakan tata tertib dan program pencegahan serta penanganan kekerasan di sekolah.

Kedua, menjalankan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah yang ditetapkan Kementerian dan pemda.

Ketiga, merencanakan dan melaksanakan program pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Keempat, menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan di lingkungan sekolah.

Kelima, membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan sekolah.

Keenam, memfasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi TPPK.

Ketujuh, melakukan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Kedelapan, memanfaatkan pendanaan yang bersumber dari APBN, APBD dan atau bantuan operasional sekolah untuk kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Kesembilan, menyediakan pendanaan untuk kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

Terakhir, melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/22/045000878/dugaan-penusukan-mata-siswi-sd-di-gresik-dan-kondisi-darurat-perundungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke