Salin Artikel

Keluh Kesah Pedagang Pakaian di Pasar Besar Kota Malang Tak Mampu Bersaing dengan E-Commerce

MALANG, KOMPAS.com - Pedagang pakaian di Pasar Besar Kota Malang, Jawa Timur, mengeluhkan penurunan omzet. Mereka merasa tidak mampu menghadapi persaingan dengan perdagangan online melalui platform e-commerce.

Hal itu salah satunya dikeluhkan oleh pedagang bernama Hanifah (40). Dia mengeluhkan sepinya pengunjung yang datang ke Pasar Besar Kota Malang dengan membagikan video melalui akun TikTok-nya, @hanif_alfathir.

Menurutnya, saat ini pakaian yang dijual secara elektronik lebih murah dibandingkan dengan yang ada di pasar-pasar rakyat. Sementara itu, baginya beradaptasi ke e-commerce tidak mudah.

"Kita live, kalau tidak punya viewers, followers, pedagang-pedagang biasa sulit bisa dapat seperti ongkir gratis, sulit bisa dibantu," kata Hanifah dalam video TikTok-nya.

Saat ditemui, Hanifah mengatakan, dirinya tidak bermaksud menyalahkan keberadaan platform e-commerce. Namun, sebagai pedagang pasar, ia merasakan penghasilannya yang terus mengalami penurunan.

Dia mengatakan, omzet yang diterima saat ini mengalami penurunan sekitar 50 - 60 persen dibandingkan saat dan sebelum pandemi Covid-19.

"Sekarang sehari omzet Rp 3 juta sudah alhamdulillah. Dulu sewaktu corona (pandemi Covid-19) masih sekitar Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Sebelum corona (pandemi Covid-19) pernah Rp 40 juta, Rp 35 juta," kata Hanifah, Selasa (12/9/2023).

Saat ini, para pembeli di kiosnya rata-rata merupakan langganannya, yakni para pedagang pakaian kecil. Namun, langganannya juga semakin berkurang tiap tahunnya.

"Tapi mereka (pedagang pakaian kecil) banyak yang tidak langganan lagi, jawabannya karena sepi, atau langsung beli di Jakarta. Langganan saya pedagang pakaian kecil, kalau mereka sepi kemudian tidak berjualan lagi, langganan saya berkurang," katanya.

Hanifah pernah mencoba berjualan pakaiannya secara online dengan live. Namun, dia merasa kesulitan beradaptasi.

"Pernah mencoba, tapi sewaktu live lelah ngomong terus, live di Instagram, yang order juga sedikit. Saya juga ibu rumah tangga, ada kesibukan di rumah juga, enggak selalu pegang HP," katanya.

Dia pesimistis para pedagang pasar dapat beradaptasi dengan berjualan secara online. Menurutnya, tidak semua pedagang pasar bisa melakukan hal itu. Hanifah berharap, pemerintah memiliki solusi untuk membantu para pedagang.

"Pedagang di sini kan juga ada yang sudah tua-tua, gaptek, paling tidak butuh pelatihan yang gratis, tetapi juga difasilitasi peralatannya. Atau tidak pasar ini dipromosikan sebagus mungkin, entah dibuat wisata atau seperti apa, tapi jangan dibongkar," katanya.

Senada dengan yang disampaikan Jamiludin, pedagang pakaian laki-laki di Pasar Besar Kota Malang. Ia merasa dagangannya semakin sepi pembeli. Menurutnya, penjualan pakaian yang ada di e-commerce lebih cepat laku karena model yang ditawarkan bermacam dan baru.

"Saya tidak berjualan online, karena tidak paham, tidak ada waktu, tidak ada tempat juga. Sekarang yang online ramai, pakaian yang dijual juga modelnya keluarannya baru-baru," katanya.

https://surabaya.kompas.com/read/2023/09/12/192918878/keluh-kesah-pedagang-pakaian-di-pasar-besar-kota-malang-tak-mampu-bersaing

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke